Tajuk ANTARA NTB - Mandalika di bawah ancaman tambang liar

id Tajuk ANTARA NTB,Mandalika ,tambang liar,tambang ilegal,emas Oleh Abdul Hakim

Tajuk ANTARA NTB - Mandalika di bawah ancaman tambang liar

Tangkapan layar video yang memperlihatkan sejumlah warga melakukan aktivitas tambang ilegal di Bukit Dundang, Dusun Kuta II, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah belum lama ini. (ANTARA/HO)

Mataram (ANTARA) - Tragedi meninggalnya seorang penambang ilegal di Bukit Dundang, Dusun Kuta II, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah membuka tabir adanya aktivitas berisiko tinggi hanya beberapa kilometer dari kawasan strategis Mandalika.

Dalam sepekan saja, puluhan orang datang ke bukit yang masuk zona konservasi dan hutan lindung itu untuk menggali lubang-lubang mencari emas tanpa izin, tanpa standar keselamatan, dan tanpa kepastian geologi apa pun.

Insiden longsor yang menimbun tiga orang, satu di antaranya meninggal dunia bukan semata kecelakaan, melainkan produk dari tata kelola ruang yang longgar dan tekanan ekonomi yang terus menggerus batas kehati-hatian masyarakat.

Pemeriksaan kepolisian dan penegasan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB memastikan kawasan tersebut berada di luar Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

Artinya, tidak ada dasar hukum bagi aktivitas penggalian di sana. Lebih jauh lagi, statusnya sebagai zona konservasi seharusnya menjadi pagar kuat yang tidak dapat ditembus.

Namun realitas menunjukkan bahwa pagar hukum sering kali kalah oleh kabar peruntungan instan yang beredar cepat dari mulut ke mulut.

Ketika desas-desus adanya “emas di tebing” menyebar, hasrat ekonomi mengalahkan kesadaran ruang. Bahkan muncul kabar mengenai pungutan tertentu, menandakan bagaimana ekosistem informal dapat terbentuk dalam waktu sangat singkat.

Pengawasan memang dilakukan. Polres Lombok Tengah memasang garis polisi dan mengamankan barang bukti, sementara ESDM dan BKSDA menutup lokasi serta menegaskan kembali larangan aktivitas ekstraktif.

Namun penutupan lokasi tidak otomatis menutup motif masyarakat. Selama tekanan ekonomi berjalan paralel dengan minimnya pemahaman risiko, penambangan liar berpeluang muncul kembali, entah di titik yang sama atau wilayah lain yang serupa.

Pemerintah desa juga menyebut bahwa sebagian besar penambang bukan warga setempat, menunjukkan adanya celah koordinasi serta komunikasi lintas wilayah yang perlu diperbaiki.

Situasi ini memunculkan ironi besar dalam pembangunan Mandalika sebagai etalase pariwisata NTB. Di satu sisi, investasi infrastruktur dan promosi internasional terus digencarkan.

Di sisi lain, kawasan sekitar masih menyimpan kerentanan pemanfaatan ruang yang berpotensi merusak wajah pariwisata itu sendiri. Ketika tambang ilegal muncul hanya 1,5 kilometer dari sirkuit bertaraf dunia, yang terancam bukan hanya keselamatan para penambang, tetapi juga kredibilitas pengelolaan kawasan strategis nasional.

Respons kebijakan tidak boleh berhenti pada langkah reaktif. Diperlukan pendekatan lebih sistematis untuk memastikan zona penyangga Mandalika tetap aman dan terkelola. Pertama, pemetaan kerentanan geologi harus diperkuat.

Kawasan berstruktur tanah labil seperti Bukit Dundang memerlukan tanda peringatan permanen yang mudah dipahami masyarakat.

Kedua, mekanisme pengawasan terpadu antara Pemda, pemerintah desa, BKSDA, dan kepolisian perlu diperluas menjadi patroli rutin dan kanal pelaporan warga yang aktif.

Ketiga, alternatif ekonomi yang realistis mulai dari pelatihan kerja, akses UMKM, hingga skema padat karya harus dibuka sebagai penyeimbang terhadap godaan pekerjaan berisiko tinggi.

Sementara itu, DPRD NTB yang tengah menyusun regulasi pertambangan dapat menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk mempertegas batas WPR, memperjelas sanksi bagi pelaku, dan menguatkan perlindungan kawasan konservasi. Kebijakan yang terang dan mudah dipahami publik akan mempersempit ruang tumbuhnya aktivitas ilegal.

Tambang emas ilegal di Bukit Dundang menjadi cermin bahwa pembangunan fisik tidak cukup tanpa membangun kesadaran dan tanggung jawab kolektif. Menjaga kawasan sekitar Mandalika berarti menjaga nyawa, lingkungan, dan reputasi daerah.

Peristiwa ini harus menjadi pengingat bahwa keberlanjutan tidak hanya diukur dari infrastruktur yang megah, tetapi dari bagaimana ruang hidup dijaga agar tetap aman dan berdaya untuk semua.

Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Korupsi PPJ dan krisis tata kelola di Lombok Tengah
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Bara yang meletup di lintas Bima-Sumbawa
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - LCC dan jejak tata kelola yang hilang
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Kasus NCC dan warisan kelalaian
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menakar ulang keadilan di kasasi Agus
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Rumah rakyat NTB di tengah badai gratifikasi
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Mencari keseimbangan pembangunan NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Luka sunyi perempuan di Bumi Gora
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Jejak efisiensi pupuk di NTB



COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.