Industri Asuransi: Peluang dan tantangan di tengah perubahan

id Industri Asuransi,tantangan,peluang,perubahan Oleh Ir. Nasrulloh, ST, AAAIK *)

Industri Asuransi: Peluang dan tantangan di tengah perubahan

Praktisi Asuransi Kerugian dan Pegawai PT Jasa Raharja Ir. Nasrulloh, ST, AAAIK (ANTARA/HO- Dok Nasrulloh)

Mataram (ANTARA) - Industri asuransi memiliki peran strategis dalam menopang ketahanan finansial masyarakat dan mendukung stabilitas ekonomi nasional. Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan sektor ini menunjukkan geliat positif, didorong oleh meningkatnya kesadaran risiko di tengah dinamika sosial dan ekonomi yang semakin kompleks. Namun, di balik potensi besar tersebut, industri asuransi masih menghadapi tantangan fundamental, terutama dalam hal tingkat partisipasi masyarakat, kepercayaan publik, dan transformasi layanan.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat penetrasi asuransi Indonesia hingga akhir 2023 masih berada pada angka 3,18% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang artinya jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia (4,7%) atau Singapura (8% lebih). Data OJK juga menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang memiliki polis asuransi (densitas) hanya sekitar Rp1,8 juta per kapita, menandakan bahwa asuransi belum menjadi kebutuhan utama bagi sebagian besar masyarakat.

Kondisi ini diperkuat oleh temuan dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 oleh OJK, yang mencatat bahwa literasi asuransi masyarakat Indonesia hanya sebesar 31,72%, sementara tingkat inklusi asuransi mencapai 16,63%. Artinya, baru sekitar satu dari enam orang Indonesia yang benar-benar memanfaatkan produk asuransi, dan hanya tiga dari sepuluh yang benar-benar memahami manfaat serta mekanismenya. Rendahnya literasi ini menjadi akar dari kurangnya kepercayaan publik terhadap produk asuransi.

Sebagai praktisi di sektor asuransi kerugian, saya melihat bahwa kepercayaan masyarakat masih menjadi isu sentral yang memengaruhi penetrasi industri. Salah satu penyebabnya adalah ketidaksesuaian antara ekspektasi pemegang polis dengan pelayanan perusahaan asuransi, khususnya dalam hal proses klaim. Persepsi negatif kerap muncul ketika terjadi keterlambatan pembayaran klaim, penolakan yang tidak dijelaskan secara terbuka, atau prosedur yang dianggap rumit. Sayangnya, satu kasus negatif saja sudah cukup untuk merusak reputasi industri secara luas.

Di sisi lain, tantangan eksternal seperti perkembangan teknologi digital dan pergeseran perilaku konsumen menuntut industri untuk segera bertransformasi. Lahirnya perusahaan insurtech telah mengubah lanskap bisnis asuransi, dari yang konvensional dan birokratis menjadi lebih cepat dan berbasis data. Digitalisasi memungkinkan akuisisi polis, pembayaran premi, hingga pelaporan klaim dilakukan secara daring dan instan. Namun, transformasi ini tidak serta-merta menyelesaikan persoalan utama, yaitu kurangnya edukasi dan rendahnya trust masyarakat, khususnya dalam penggunaan layanan daring.

Peluang sebenarnya tetap terbuka lebar. Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang selama ini belum banyak disentuh oleh produk asuransi merupakan ceruk pasar potensial. Begitu pula dengan peningkatan kebutuhan asuransi aset, tanggung gugat, dan cyber risk, seiring bertumbuhnya kesadaran hukum dan digitalisasi bisnis. Dalam konteks ini, asuransi kerugian memiliki ruang untuk memperluas perannya, tidak hanya sebagai pelindung aset fisik, tetapi juga sebagai mitra mitigasi risiko yang proaktif.

Agar potensi tersebut bisa terwujud, industri harus membenahi dari dalam. Perusahaan asuransi perlu memperkuat tata kelola internal, kualitas layanan, dan profesionalisme SDM yang sangat penting untuk memastikan layanan diberikan oleh tenaga kompeten dan memahami secara menyeluruh prinsip-prinsip underwriting dan manajemen risiko.

Di sisi regulasi, OJK perlu terus mengembangkan kerangka kebijakan yang mendukung inovasi namun tetap melindungi konsumen. Transparansi produk, penyederhanaan proses klaim, dan kebijakan pengaduan yang responsif akan membantu membangun kembali kepercayaan publik. Dalam jangka panjang, keberhasilan industri asuransi sangat bergantung pada trust sebagai fondasi utama.

Pendidikan publik pun harus ditingkatkan secara kolaboratif. Literasi keuangan berbasis risiko perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah hingga pelatihan masyarakat umum. Media, perguruan tinggi, dan pelaku industri harus bersinergi membangun pemahaman bahwa premi bukan beban, melainkan instrumen perlindungan jangka panjang.

Dengan menghadapi tantangan secara terbuka dan strategis, industri asuransi Indonesia memiliki peluang besar untuk tumbuh inklusif dan berkelanjutan. Di tengah berbagai perubahan dan tantangan global, asuransi harus mampu beradaptasi dan memberikan rasa aman baik secara finansial maupun psikologis bagi masyarakat Indonesia.

*) Penulis merupakan Praktisi Asuransi Kerugian dan Pegawai PT Jasa Raharja



COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.