Sumbawa, NTB (ANTARA) - Pengerjaan jalan provinsi Lenangguar-Lunyuk sepanjang 50 kilometer di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), terus dikerjakan, meski terkendala hujan dan longsor, dengan progres mencapai 65 persen.
"Kalau progres di posisi sekarang ini, kisarannya 65 persen. Lebih kurang seperti itu kondisi di lapangan," ungkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Jalan Lenangguar-Lunyuk Miftahuddin Anshary di Sumbawa, NTB, Selasa.
Ia mengakui pihaknya cukup kesulitan melakukan pengerjaan jalan dengan nilai kontrak Rp19 miliar tersebut, lantaran cuaca di sekitar lokasi proyek sering tidak menentu dan tanah longsor.
"Yang kita hadapi keadaan yang terus menerus ini hujan setiap hari, sehingga menyebabkan terhambatnya waktu pelaksanaan, yang mestinya kita bisa full time harian, akhirnya tersita kadang-kadang hanya beberapa jam. Kita mengatur dengan lembur, tapi ketika cuaca susah, karena mulai siang itu hujan sudah mulai terjadi," terangnya.
Selain hujan, lanjut Miftah, tanah longsor juga menjadi kendala di lapangan lantaran kondisi medan pengerjaan jalan tersebut berada di deretan perbukitan, sehingga semakin mempersulit pekerjaan.
"Lokasi yang kita tangani sudah selesai baik titik bornya maupun galiannya, namun karena curah hujan tinggi itu longsor lagi. Bahkan titik bor yang sudah kita tangani tertutup lagi berkali-kali. Itu yang kita hadapi kondisi alam saat ini," ujar Miftah.
Miftah tidak bisa menutupi bahwa pengerjaan jalan ini kemungkinan tidak bisa dituntaskan tahun ini lantaran kondisi alam tersebut.
Karena, diakuinya pelaksanaan pengerjaan jalan juga baru dimulai pada September 2025 saat musim hujan.
"Kalau normalnya selama ini proyek yang kita jalani di PUPR biasanya bulan Juni itu sudah kontrak, cuman kita pelaksanaan ini molor karena revisinya kan ada di bulan Juni, setelah revisi kita melakukan perencanaan dan proses tender akhirnya kontraknya di September dan sudah mulai hujan lagi, dengan waktu hanya tersedia 100 hari, biasanya kita minimal itu 180 hari," jelasnya.
Menurut Miftah, kemungkinan akan dilakukan perpanjangan waktu adendum pengerjaan karena kondisi hujan dan longsor tersebut.
Baca juga: Ketika jalan tak sama rata
"Karena ini kan bukan dari kelalaian kontraktor. Kalau tidak ada aktivitas dari kontraktor baru itu di luar dari force majeure. Kalau adendum kan pemberian kesempatan itu bisa sampai 50 hari ke depan. Tapi, nanti kita lihat dulu, mereka juga kan sudah siapkan, yang penting kan dicatat realnya hujan itu periodiknya kapan, setiap hari, terus terjadi longsornya kapan, harus didukung juga oleh data dari BMKG," ucapnya.
Disinggung apakah ada biaya denda keterlambatan bagi kontraktor proyek PT Amar Jaya Pratama, Miftah, menegaskan perlu kajian dulu berdasarkan ketentuan yang ada, mengingat, kondisi lapangan hujan dan longsor.
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Mencari keseimbangan pembangunan NTB
"Memang kalau kita perhitungkan kondisi di sana, mungkin tidak cukup anggaran, meski Rp30 sampai Rp50 miliar pun, karena kita banyak titik. Banyak titik longsornya di sana, karena jalan eksisting itu kan sudah kena longsor. Target kita yang penting sesuai dengan awal itu penanganan longsor, dan kemudian penanganan aspalnya di titik longsor. Sepanjang biaya yang dibutuhkan masih bisa terpenuhi kita perbaiki lagi nanti kita kaji," katanya.