Jakarta (ANTARA) -
Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono menyampaikan bahwa satu tahun menjelang pemungutan suara Pemilu 2024, masih banyak anak muda yang membutuhkan informasi terkait penyelenggaraan pemilu.
Hal tersebut, lanjut dia, terlihat dalam hasil survei yang dilakukan oleh TII mengenai persepsi anak muda terhadap Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 pada 5-19 Desember 2022 lalu yang menunjukkan bahwa sebanyak 41,46 persen responden menyatakan membutuhkan informasi mengenai penyelenggaraan pemilu.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Wilayah Jabodetabek Komisi Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia Anwar Razak berpendapat diskusi mengenai persepsi anak muda tentang pemilu bernilai penting dan menarik untuk digelar. Ia mengatakan anak muda memerlukan informasi, terutama terkait dengan para peserta pemilu untuk membantu mereka menentukan pilihan pemimpin yang terbaik bagi Indonesia.
Selanjutnya, ia juga menyoroti persoalan disinformasi yang berpotensi muncul dalam Pemilu 2024. Untuk mengatasi persoalan tersebut, menurut Anwar, diperlukan keterbukaan informasi publik dari penyelenggara pemilu.
Baca juga: KPU sebut 107 juta pemilih muda dominasi Pemilu 2024
Baca juga: KPU sebut anggaran Pilkada NTT 2024 naik sembilan persen
"Satu tahun menjelang pencoblosan, masih banyak anak muda yang membutuhkan informasi terkait penyelenggaraan pemilu," kata Arfianto dalam diskusi daring bertajuk "Satu Tahun Menjelang Pemilu Serentak Tahun 2024”, sebagaimana dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
Hal tersebut, lanjut dia, terlihat dalam hasil survei yang dilakukan oleh TII mengenai persepsi anak muda terhadap Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 pada 5-19 Desember 2022 lalu yang menunjukkan bahwa sebanyak 41,46 persen responden menyatakan membutuhkan informasi mengenai penyelenggaraan pemilu.
Lebih lanjut, Arfianto menyampaikan informasi terkait penyelenggaraan pemilu itu meliputi tata cara dan informasi tempat pemungutan suara bagi kelompok penyandang disabilitas. "Kondisi ini menggambarkan bahwa sosialisasi dari penyelenggara pemilu, khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih belum berjalan secara optimal untuk menjangkau anak muda," ujar Arfianto.
Baca juga: KPU sebut 107 juta pemilih muda dominasi Pemilu 2024
Baca juga: KPU sebut anggaran Pilkada NTT 2024 naik sembilan persen
Saat ini, ia menilai penyelenggara pemilu belum optimal dalam menghadirkan keterbukaan informasi publik terkait pemilu. "Sebagai contoh, kasus dugaan kecurangan soal adanya partai politik yang tidak lolos verifikasi faktual. Kecurigaan publik dapat dihindari jika Sipol (Sistem Informasi Partai Politik) dapat diakses secara dibuka," ucap dia.
Selanjutnya saat menutup diskusi, Arfianto mengatakan semua pihak perlu mendorong agar pemilu bisa berjalan dengan baik. Saat ini, ujar dia, salah satu tantangan yang perlu ditaklukkan oleh penyelenggara pemilu adalah meningkatkan serta menjaga kepercayaan publik terhadap pemilu. "Hal ini bisa dilakukan dengan cara keterbukaan dan transparansi," ujarnya.