Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat mengungkap dugaan perbuatan pidana tim panitia penerima hasil pekerjaan (PPHP) pengadaan benih jagung pada Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB tahun 2017.
"Jadi, mereka (tim PPHP) diduga tidak melakukan pengecekan, apakah benih jagung yang diadakan penyedia sudah sesuai yang disyaratkan pada kontrak? Itu dia," kata Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati di Mataram, Kamis.
Selain itu, tanpa melalui pengecekan barang, tim PPHP langsung menandatangani surat pernyataan hasil pemeriksaan bahwa pengadaan barang sudah sesuai dengan dokumen kontrak.
"Surat serah terima hasil pekerjaan ditandatangani dengan menyatakan pekerjaan sudah sesuai 100 persen," ujarnya.
Pada faktanya, muncul keluhan dari kalangan petani penerima benih jagung. Keluhan itu berkaitan dengan kondisi benih yang rusak dan berjamur sehingga tidak dapat menjadi benih tanam. Hal itu telah diperkuat berdasarkan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB senilai Rp27,35 miliar.
Dengan menemukan dugaan perbuatan pidana demikian, jaksa pidana khusus menetapkan tim PPHP yang terdiri dari lima orang berinisial RA, IKA, LI, MIE, dan LWP sebagai tersangka.
"Mereka kami sangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, karena turut memperkaya orang lain," ucap dia.
Dengan adanya penetapan ini, Ely menegaskan bahwa pihaknya belum menentukan agenda penahanan karena masih ada tahap pemeriksaan lebih lanjut.
"Kami panggil kembali para tersangka untuk jalani pemeriksaan, karena pekan kemarin mereka hadir tanpa pendampingan kuasa hukum," ujarnya.
Proyek pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017 ini menelan biaya Rp48,25 miliar. Distribusi benih dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama dikerjakan PT Sinta Agro Mandiri (SAM) milik terpidana Aryanto Prametu dengan anggaran Rp17,25 miliar untuk pengadaan 480 ton benih jagung. Tahap kedua dikerjakan PT Wahana Banu Sejahtera (WBS) milik terpidana Lalu Ikhwanul Hubby dengan anggaran Rp31 miliar untuk 840 ton benih jagung.
Dari pengadaan ini, kejaksaan sebelumnya sudah mengungkap empat orang tersangka yang kini telah berstatus narapidana. Mereka adalah Khusnul Fauzi, mantan Kepala Distanbun NTB, Wayan Wikanaya sebagai PPK proyek, dan dua direktur penyedia benih jagung, yakni Aryanto Prametu dan Lalu Ikhwanul Hubby.
Baca juga: Pemprov NTB merenovasi RTLH mantan narapidana terorisme
Baca juga: Narapidana teroris asal Merauke ikrar setia NKRI
Dalam berkas empat terpidana, kejaksaan dalam dakwaan menyertakan hasil audit BPKP NTB senilai Rp27,35 miliar. Kerugian negara dalam perkara ini telah dibebankan kepada dua terpidana yang berperan sebagai penyedia benih, yakni Lalu Ikhwanul Hubby dan Aryanto Prametu.
"Jadi, mereka (tim PPHP) diduga tidak melakukan pengecekan, apakah benih jagung yang diadakan penyedia sudah sesuai yang disyaratkan pada kontrak? Itu dia," kata Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati di Mataram, Kamis.
Selain itu, tanpa melalui pengecekan barang, tim PPHP langsung menandatangani surat pernyataan hasil pemeriksaan bahwa pengadaan barang sudah sesuai dengan dokumen kontrak.
"Surat serah terima hasil pekerjaan ditandatangani dengan menyatakan pekerjaan sudah sesuai 100 persen," ujarnya.
Pada faktanya, muncul keluhan dari kalangan petani penerima benih jagung. Keluhan itu berkaitan dengan kondisi benih yang rusak dan berjamur sehingga tidak dapat menjadi benih tanam. Hal itu telah diperkuat berdasarkan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB senilai Rp27,35 miliar.
Dengan menemukan dugaan perbuatan pidana demikian, jaksa pidana khusus menetapkan tim PPHP yang terdiri dari lima orang berinisial RA, IKA, LI, MIE, dan LWP sebagai tersangka.
"Mereka kami sangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, karena turut memperkaya orang lain," ucap dia.
Dengan adanya penetapan ini, Ely menegaskan bahwa pihaknya belum menentukan agenda penahanan karena masih ada tahap pemeriksaan lebih lanjut.
"Kami panggil kembali para tersangka untuk jalani pemeriksaan, karena pekan kemarin mereka hadir tanpa pendampingan kuasa hukum," ujarnya.
Proyek pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017 ini menelan biaya Rp48,25 miliar. Distribusi benih dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama dikerjakan PT Sinta Agro Mandiri (SAM) milik terpidana Aryanto Prametu dengan anggaran Rp17,25 miliar untuk pengadaan 480 ton benih jagung. Tahap kedua dikerjakan PT Wahana Banu Sejahtera (WBS) milik terpidana Lalu Ikhwanul Hubby dengan anggaran Rp31 miliar untuk 840 ton benih jagung.
Dari pengadaan ini, kejaksaan sebelumnya sudah mengungkap empat orang tersangka yang kini telah berstatus narapidana. Mereka adalah Khusnul Fauzi, mantan Kepala Distanbun NTB, Wayan Wikanaya sebagai PPK proyek, dan dua direktur penyedia benih jagung, yakni Aryanto Prametu dan Lalu Ikhwanul Hubby.
Baca juga: Pemprov NTB merenovasi RTLH mantan narapidana terorisme
Baca juga: Narapidana teroris asal Merauke ikrar setia NKRI
Dalam berkas empat terpidana, kejaksaan dalam dakwaan menyertakan hasil audit BPKP NTB senilai Rp27,35 miliar. Kerugian negara dalam perkara ini telah dibebankan kepada dua terpidana yang berperan sebagai penyedia benih, yakni Lalu Ikhwanul Hubby dan Aryanto Prametu.