Mataram (ANTARA) - Di tengah semangat membangun dari pinggiran, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menegaskan komitmennya untuk menghapus kemiskinan ekstrem melalui program Desa Berdaya. 

Program ini bukan sekadar penyaluran bantuan sosial, tetapi rancangan besar untuk menumbuhkan kemandirian ekonomi dari tingkat desa. Targetnya menurunkan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada 2029, dengan tahap awal menyasar 7.225 kepala keluarga pada tahun 2026. 

Di balik angka itu tersimpan janji besar, bahwa masyarakat desa tak lagi hanya menjadi objek pembangunan, melainkan pelaku utama perubahan.

NTB masih menghadapi tantangan serius. Data Badan Pusat Statistik (BPS) September 2024 mencatat tingkat kemiskinan mencapai 11,91 persen atau sekitar 658 ribu orang, dan 2,04 persen di antaranya hidup dalam kategori miskin ekstrem. 

Angka ini menggambarkan bahwa kemiskinan di NTB bukan sekadar persoalan pendapatan, melainkan soal daya tahan ekonomi, ketimpangan akses, dan kapasitas masyarakat dalam mengelola peluang. Di sinilah Desa Berdaya hadir sebagai strategi transformatif, bukan sekadar proyek jangka pendek.

Program ini dirancang dengan dua pendekatan utama, yakni Desa Berdaya Tematik dan Desa Berdaya Transformatif. Pendekatan tematik diterapkan di seluruh 1.166 desa dan kelurahan NTB untuk mengembangkan potensi lokal — dari pariwisata, pertanian, hingga pengelolaan sampah. 

Sementara desa transformatif difokuskan bagi 106 desa dengan tingkat kemiskinan ekstrem tertinggi, dilengkapi dengan pendampingan intensif, verifikasi data berbasis Regsosek dan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), serta intervensi ekonomi langsung hingga Rp7 juta per kepala keluarga.

Namun, uang bukan satu-satunya kunci keberhasilan. Pemerintah menempatkan 144 pendamping desa yang menjadi penghubung antara kebijakan dan kenyataan di lapangan. Mereka adalah katalis sosial yang memahami karakter sosial dan ekonomi masyarakatnya. 

Melalui model graduasi, para pendamping membimbing keluarga miskin untuk “lulus” dari ketergantungan terhadap bantuan menuju kemandirian ekonomi. Pendekatan ini berfokus pada empat pilar, yakni perlindungan sosial, pengembangan mata pencaharian, pemberdayaan sosial, dan inklusi keuangan.

Meski demikian, keberhasilan program ini sangat bergantung pada tiga prasyarat utama, yakni ketepatan data, keberlanjutan pendampingan, dan kolaborasi lintas sektor. 

Selama ini, banyak program pengentasan kemiskinan tersandung karena ketidaksinkronan data antara pusat, provinsi, dan desa. Dengan sistem DTSEN, NTB berupaya menutup celah itu dan menghadirkan basis data terpadu untuk kebijakan yang lebih presisi.

Kedua, pendampingan harus berkelanjutan. Banyak pendamping di masa lalu berhenti di tengah jalan karena honor minim atau sistem evaluasi yang lemah. Padahal, pendamping desa bukan sekadar petugas administratif, tetapi agen perubahan yang memerlukan kompetensi sosial, ekonomi, dan digital.

Ketiga, sinergi lintas sektor menjadi kunci. Pemerintah provinsi perlu bertindak sebagai dirigen yang mengorkestrasi kekuatan kabupaten/kota, perguruan tinggi, lembaga sosial, dan sektor swasta. Kemiskinan ekstrem tidak bisa dihapus oleh satu lembaga; ia menuntut kerja bersama dan keberlanjutan kebijakan lintas waktu.

Desa Berdaya adalah janji kebijakan yang patut diawasi bersama. Ia bisa menjadi tonggak baru pemberdayaan masyarakat NTB bila dijaga konsistensinya, dijalankan dengan transparansi, dan menempatkan manusia sebagai pusat pembangunan.

Pada akhirnya, keberhasilan program ini tidak diukur dari seberapa banyak bantuan yang disalurkan, melainkan dari berapa banyak keluarga yang benar-benar beranjak mandiri. 

Sebab kemiskinan ekstrem tidak akan hilang hanya karena program berjalan, tetapi karena warga desa mulai percaya bahwa mereka mampu mengubah hidupnya sendiri. Di sanalah janji kemandirian itu diuji, dan di sanalah masa depan NTB ditenun.

Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menata arah hijau NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Gili Gede, Ujian serius pariwisata berkelanjutan di NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - NTB dan masa depan di balik gudang jagung
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Lombok dan agenda besar di balik penghargaan
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Memperkuat akses jalan alternatif di Lombok
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Nurani di balik seragam


Pewarta : Abdul Hakim
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025