Tajuk ANTARA NTB - Desa berdaya, harapan baru pengentasan kemiskinan di NTB

id desa berdaya,ntb,tajuk ANTARA NTB,gubernur ntb Oleh Abdul Hakim

Tajuk ANTARA NTB - Desa berdaya, harapan baru pengentasan kemiskinan di NTB

Melalui program Desa Berdaya, PLN memberdayakan masyarakat sekitar untuk melakukan revitalisasi hutan mangrove di kawasan wisata Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, NTB. (ANTARA/HO-PLN) (1)

Mataram (ANTARA) - Kemiskinan tidak pernah berdiri sebagai persoalan tunggal. Ia tumbuh dari lapisan masalah yang saling bertaut, mulai dari keterbatasan akses layanan dasar, lemahnya mata pencaharian, rendahnya kualitas sumber daya manusia, hingga rapuhnya perlindungan sosial.

Di Nusa Tenggara Barat (NTB), kompleksitas ini masih terasa kuat, terutama di desa-desa yang masuk kategori miskin ekstrem. Data statistik menunjukkan bahwa tantangan utama bukan hanya menurunkan jumlah penduduk miskin, tetapi memutus kedalaman dan keparahan kemiskinan yang berlangsung lintas generasi.

Dalam konteks tersebut, peluncuran Program Desa Berdaya patut dibaca sebagai upaya menggeser pendekatan pembangunan. Program unggulan Pemerintah Provinsi NTB di bawah kepemimpinan Gubernur Lalu Muhammad Iqbal ini menempatkan desa sebagai subjek pembangunan.

Desa tidak lagi diposisikan sebagai penerima bantuan pasif, melainkan sebagai ruang tumbuh bagi kemandirian sosial dan ekonomi. Arah kebijakan ini relevan, mengingat sebagian besar penduduk miskin ekstrem berada di wilayah perdesaan.

Desa Berdaya mengusung pendekatan graduasi sebagai pembeda utama. Program ini tidak berhenti pada distribusi bantuan, tetapi dirancang sebagai proses bertahap agar rumah tangga miskin ekstrem benar-benar keluar dari kemiskinan secara berkelanjutan.

Pada tahap awal, program menyasar 106 desa miskin ekstrem, dengan implementasi awal di 40 desa. Sekitar 7.250 kepala keluarga akan didampingi secara intensif selama dua tahun melalui empat pilar utama, yakni pemenuhan kebutuhan dasar, penguatan mata pencaharian, pemberdayaan sosial, dan inklusi keuangan.

Pendekatan ini mencerminkan pemahaman bahwa kemiskinan bersifat multidimensi. Ketika pangan tidak terpenuhi, produktivitas menurun. Ketika pekerjaan tidak stabil, akses pendidikan dan kesehatan ikut terganggu.

Ketika literasi keuangan rendah, peningkatan pendapatan mudah tergerus dan rumah tangga kembali jatuh ke kondisi rentan. Desa Berdaya mencoba menjahit semua lapisan tersebut dalam satu kerangka intervensi berbasis data, dengan rujukan pada Regsosek dan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional untuk meminimalkan salah sasaran.

Namun, pendekatan graduasi juga menuntut konsistensi tinggi. Proses pendampingan menjadi titik kunci. Pendamping desa tidak cukup berperan sebagai pelaksana teknis, tetapi harus menjadi katalis perubahan sosial.

Tanpa kapasitas, pemahaman konteks lokal, dan kepercayaan dari warga, proses graduasi berisiko terhenti di tengah jalan. Karena itu, kualitas rekrutmen dan penguatan kapasitas pendamping harus menjadi perhatian serius agar program tidak tereduksi menjadi rutinitas administratif.

Di sisi lain, Desa Berdaya membawa visi kolaboratif. Pemerintah provinsi memposisikan diri sebagai orkestrator yang menyinergikan kabupaten, kota, desa, perguruan tinggi, sektor swasta, dan mitra pembangunan.

Pendekatan desa transformatif dan desa tematik membuka ruang diferensiasi kebijakan, sehingga intervensi tidak bersifat seragam. Meski demikian, tanpa koordinasi yang kuat, risiko fragmentasi dan tumpang tindih kebijakan tetap mengintai.

Keberlanjutan menjadi tantangan berikutnya. Alokasi dana ratusan juta rupiah per desa dan stimulan bagi rumah tangga miskin ekstrem harus dipastikan berfungsi sebagai pemicu.

Penguatan kelembagaan desa, BUMDes, koperasi, dan akses pasar perlu berjalan seiring agar dampak program tidak berhenti saat pendampingan berakhir.

Ukuran keberhasilan Desa Berdaya pada akhirnya tidak terletak pada penurunan angka statistik semata, melainkan pada perubahan nyata di tingkat rumah tangga dan desa.

Ketika warga memiliki mata pencaharian yang stabil, ketika ketergantungan pada bantuan berkurang, dan ketika desa mampu mengelola masa depannya sendiri, di situlah makna pemberdayaan menemukan wujudnya.

Jika konsistensi kebijakan, kolaborasi lintas sektor, dan keberpihakan pada kelompok paling rentan terus dijaga, Desa Berdaya berpeluang menjadi jalan nyata menuju pengentasan kemiskinan yang lebih adil dan berkelanjutan.

Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Mengurai simpul sampah perkotaan NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menjaga ingatan Bumi Gora
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menguatkan Lombok Sumbawa di peta budaya
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Koruptor: Orang berilmu yang serakah
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Mandalika di bawah ancaman tambang liar
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Korupsi PPJ dan krisis tata kelola di Lombok Tengah
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Bara yang meletup di lintas Bima-Sumbawa



COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.