Indonesia mengimpor bahan baku masker dari Turki

id indonesia,turki,masker,covid 19,india,klorokuin,obat,virus corona

Indonesia mengimpor bahan baku masker dari Turki

Presiden Turki Tayyip Erdogan mengikuti KTT G20 secara virtual di Huber Mansion, Istanbul, Kamis (26/3/2020). KTT G20 kali ini mengangkat tema utama tentang penanggulangan pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Presidential Press Office/Handout via REUTERS/pras.

Jakarta (ANTARA) - Indonesia bekerja sama mengimpor kain melt blown, yaitu lembaran serat untuk bahan baku pembuatan masker, dari Turki.

“Pemerintah Turki sudah memberikan dukungan untuk bahan baku pembuatan masker yaitu melt blown,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat menyampaikan keterangan pers melalui konferensi video di Jakarta, Jumat.

Turki sebelumnya mengeluarkan larangan ekspor untuk bahan baku dan peralatan medis sejak negara itu mulai menghadapi wabah virus corona atau COVID-19 pada Maret.

Padahal, Turki masih memproduksi masker dan bahan baku masker, juga PCR, test kit, sanitizer, ventilator, hingga alat pelindung diri dalam jumlah besar.

“Tetapi sejak awal Maret Turki mengeluarkan larangan ekspor produk-produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan untuk bantuan yang sejauh ini mereka sudah kirim ke 34 negara,”ujar Duta Besar RI untuk Turki Lalu Muhamad Iqbal saat dihubungi melalui pesan singkat.

“Yang dibutuhkan Indonesia adalah pengecualian untuk impor beberapa produk itu, dan pemerintah Turki (setuju) akan fasilitasi,” Iqbal melanjutkan.

Di tengah pandemi COVID-19, pemerintah Indonesia semakin mengintensifkan kerja sama internasional guna memenuhi pasokan medis yang sangat dibutuhkan oleh para pekerja kesehatan maupun pasien.

Selain dengan Turki, Indonesia juga menjalin kerja sama impor bahan baku obat dari India.

“Permintaan untuk mengimpor bahan baku obat berupa hidroklorokuin sulfat telah disetujui pemerintah India. Untuk itu, saya berterima kasih kepada Perdana Menteri (Narendra) Modi,” ujar Menlu Retno.

Penggunaan klorokuin dan hidroksiklorokuin untuk pengobatan COVID-19 telah dikaji oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Komite Nasional Penilai Obat, farmakolog, dan klinisi lain dengan memperhatikan manajemen penggunaan obat tersebut di negara seperti China dan Singapura, serta pertimbangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).