Mataram (ANTARA) - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Nusa Tenggara Barat mengharapkan agar sistem perpajakan yang berlaku saat ini di reformasi karena dinilai sangat rumit.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Anas Amrullah di Mataram, Selasa, menginginkan aplikasi pembayaran pajak diterapkan secara sederhana dan tidak rumit.
"Dengan sistem yang ada sekarang, sering sekali terjadi perbedaan jumlah pajak yang disetor antara pengisian oleh wajib pajak dibandingkan dengan pemeriksaan oleh petugas pajak," katanya.
Menurut dia, dalam pemeriksaan ulang yang dilakukan oleh petugas pajak sering terjadi ketimpangan. Laporan yang harus disetorkan oleh wajib pajak terkadang lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh wajib pajak sendiri.
Perlunya reformasi dalam sistem pembayaran pajak, menurut Anas, agar institusi pajak memikirkan solusi yang tepat agar pajak yang dibayarkan bersifat final.
Dalam hal ini, nominal pajak yang dipatok misalnya menurut skala usaha yang dijalankan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tanpa harus mengacu kepada pembukuan dan instrumen lain yang menyulitkan.
"Wajib pajak dibebankan yang wajar, misalnya sekian rupiah, dan itu bersifat final. Jadi tidak ada lagi pemeriksaan pembukuan atau yang lainnya," katanya.
Penerapan pajak final, menurut dia, akan memudahkan wajib pajak dalam membayar pajak. Selain itu juga bisa melancarkan pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak.
Dengan penerapan sistem pembayaran pajak sekarang ini, dunia usaha kerap tidak memahami aturan pajak yang diberlakukan secara dinamis. Lagi pula wajib pajak juga tidak mungkin selamanya mengikuti dinamika aturan di perpajakan.
"Kami melihat, apa yang dilakukan kantor pajak saat ini lebih kepada intensifikasi pajak, yaitu peningkatan nominal pajak kepada wajib pajak yang sudah eksis. Tetapi disisi lain tidak ada ekstensifikasi, sehingga beban pajak tidak bisa terbagi kepada wajib pajak baru," katanya.
Selain prilaku itu, tambah Anas, wajib pajak terutama anggota Hipmi NTB secara psikologis terkena dampak oknum petugas pajak sebagaimana prilaku Gayus.
Terbukanya kasus Gayus, kian membuka pandangan para wajib pajak sekaligus khawatir kalau "Gayus" bergentayangan di mana-mana.
"Sebagai wajib pajak, kita sangat kecewa kalau dana pajak di selewengkan," katanya. (*)