Mataram (ANTARA) - Sebagai anak desa dari keluarga yang sederhana, saya tidak pernah membayangkan saat ini bisa menjadi guru besar akuntansi di Universitas Brawijaya Malang, salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia.
Sebagai dosen yang sudah mengajar lebih dari 42 tahun, saya juga sangat mencintai profesi saya sebagai pendidik. Saya merasa berbahagia telah mendidik ribuan sarjana serta ratusan master dan doktor yang kini berkarya di berbagai bidang dan di banyak tempat di Indonesia.
Saya berasal dari Desa Wonocoyo Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. Kecamatan Panggul berjarak sekitar 52 km dari ibukota kabupaten dan berada di tepi Samudera Hindia serta berbatasan dengan wilayah Kabupaten Pacitan.
Pada masa sekarang Kecamatan Panggul termasuk daerah yang cukup berkembang dan ramai, tetapi sangat berbeda keadaannya pada waktu masa kecil saya sampai saya lulus SMP.
Pada tahun 50-an sampai 60-an transportasi dari Panggul ke kota Trenggalek masih sulit. Kendaraan umum yang ada hanya truk kecil yang digunakan untuk mengangkut barang dan orang dan tidak selalu ada setiap hari.
Jarak 52 km ke kota Trenggalek dalam keadaan normal ditempuh dalam waktu sekitar enam jam dan kalau musim hujan bisa sampai delapan atau 10 jam, bahkan bisa sehari semalam jika kendaraan terjebak lumpur.
Pada waktu itu jalan kabupaten yang menghubungkan Kecamatan Panggul ke kota Trenggalek sempit, berkelok-kelok dan naik turun serta tidak beraspal. Kondisi ini membuat Kecamatan Panggul waktu itu menjadi daerah terpencil dan tertinggal.
Saya sendiri lahir pada 31 Desember 1952. Ayah saya bernama Isngadi dan ibu bernama Sukarti. Saya adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Ayah saya seorang anggota polisi berpangkat tamtama lalu bintara yang beserta keluarga harus tinggal di asrama dengan jatah dua kamar sempit.
Kami tinggal di asrama polisi itu sampai lulus SMP. Setelah lulus SMP saya melanjutkan sekolah ke SMA Negeri Trenggalek dan harus kos di kota Trenggalek.
Kehidupan di asrama cukup menyenangkan, karena saya punya banyak teman bermain. Kami biasa main di koridor dan halaman asrama yang luas dan rindang. Kami tidak terlalu memikirkan kondisi rumah yang sempit dan ekonomi keluarga yang pas-pasan. Bagi kami, yang penting bisa bermain.
Saya masuk SD tahun 1959 di SD Wonocoyo I yang lokasinya tidak begitu jauh dari asrama, sehingga cukup dicapai dengan jalan kaki ramai-ramai bersama beberapa kawan.
Ayah saya termasuk sangat peduli terhadap arti pentingnya pendidikan dan berkeinginan anaknya bisa sekolah sampai setinggi-tingginya. Oleh karena itu, walaupun diberi kebebasan bermain, pada malam hari saya harus belajar dan selalu diawasi.
Hasilnya, saya lulus SD tahun 1965 dengan memperoleh nilai ujian negara tertinggi di sekolah saya. Setelah itu saya melanjutkan studi ke SMP Persiapan Negeri Panggul yang baru berdiri setahun sebelumnya. Saya menjadi siswa Angkatan kedua di SMP itu.
Ada yang unik di SMP tempat saya belajar. Walaupun namanya SMP Persiapan Negeri, tetapi sekolah itu tidak pernah menjadi negeri, bahkan kemudian menjadi SMP swasta yang dikelola PGRI. Saya lulus SMP tahun 1968, dan alhamdulillah nilai ujian negara saya tertinggi di sekolah.
Tahun 1969 saya masuk SMA Negeri Trenggalek dan harus kos di kota itu. Selama saya kos di sana, pulang ke Panggul hanya kalau libur kuartal, karena waktu itu transportasi masih agak sulit, di samping dengan pertimbangan untuk menghemat biaya.
Awal sekolah di SMA, saya mengalami banyak kesulitan karena harus menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik lingkungan kota maupun sekolah. Walaupun saya waktu SD dan SMP juara sekolah, tetapi nilai pelajaran IPA saya di SMA tidak begitu baik, sehingga saya kemudian naik kelas 2 jurusan sosial.
Saya dan orangtua sedikit kecewa, tetapi kemudian saya terhibur karena di jurusan sosial ada dua mata pelajaran yang saya senangi yaitu tata buku dan hitung dagang. Kesenangan saya terhadap dua pelajaran itu menumbuhkan minat saya untuk kuliah di Fakultas Ekonomi.
Lulus SMA dengan nilai bagus, saya kemudian bertekad untuk dapat masuk ke Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Tahun 1971 saya berangkat ke Yogyakarta dengan satu tekad bisa masuk UGM. Tetapi sampai di Yogya, UGM belum buka pendaftaran.
Sambil menunggu pembukaan pendaftaran di UGM, saya kemudian mendaftar di beberapa akademi yang sudah mulai buka pendaftaran, yaitu Akademi Bank Indonesia (ABI), Akademi Uang dan Bank (AKUB) dan Akademi Akuntasi (AA). Semuanya adalah bidang ekonomi seperti minat saya.
Setelah pendaftaran UGM dibuka, saya melakukan pendaftaran dan diberi kesempatan mendaftar di dua fakultas. Saya mendaftar di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum. Saya mengikuti semua tes masuk di akademi maupun di UGM dan hasilnya saya diterima semua.
Karena sejak dari Trenggalek saya bertujuan masuk UGM, akhirnya saya memutuskan untuk masuk di Fakultas Ekonomi UGM, walaupun ayah saya menyarankan saya masuk Fakultas Hukum UGM.
Saya mulai kuliah di Fakultas Ekonomi UGM tahun 1972 dan memilih jurusan akuntansi. Mulai tahun pertama sampai lulus sarjana muda, kuliah saya relatif lancar dengan memperoleh nilai baik.
Saya memang bertekad untuk cepat menyelesaikan sarjana muda dengan harapan dapat bekerja sambil menyelesaikan program sarjana karena ayah saya sudah pensiun.
Saya kemudian bekerja di suatu Kantor Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta dan banyak mendapatkan tugas ke luar kota, sehingga saya harus pandai-pandai mengatur waktu antara kuliah dan bekerja.
Pada waktu saya di tingkat sarjana, ada pendaftaran beasiswa Supersemar. Saya mendaftar dan alhamdulillah diterima. Saya termasuk penerima beasiswa Supersemar angkatan pertama.
Pada waktu itu ada kebijakan Fakultas Ekonomi UGM yang mengharuskan penerima beasiswa bekerja membantu fakultas. Saya kemudian bekerja membantu Ketua Jurusan Akuntansi.
Dengan begitu saya harus membagi waktu antara tugas di KAP, tugas di Jurusan, dan kuliah, sehingga agak merepotkan, tetapi menyenangkan juga. Pengalaman ini ternyata banyak membantu karier saya setelah lulus kuliah.
Di sisi lain, interaksi saya dengan Ketua Jurusan Akuntansi FE UGM ternyata membuahkan hasil. Ia menawari saya untuk menjadi dosen di Universitas Brawijaya (UB) Malang. Setelah lulus kuliah tahun 1978, saya melamar di Universitas Brawijaya dan diterima.
Saya diangkat sebagai dosen dan langsung diusulkan menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Tahun itu pula pengangkatan saya sebagai CPNS turun. Saya mengabdi di Universitas Brawijaya sejak 1978 sampai sekarang sebagai dosen dan saat ini menjadi guru besar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).
Pada 1978 Universitas Brawijaya membuka jurusan akuntansi dan membutuhkan dosen tetap bergelar akuntan. Bersama dengan dua rekan alumni Universitas Airlangga, kami adalah dosen akuntansi angkatan pertama di perguruan tinggi itu.
Kami bersama-sama merintis jurusan akuntansi dari awal, dan karena jumlah dosen tidak banyak, maka kami harus mengajar banyak mata kuliah.
Ada yang berkesan bagi saya pribadi waktu itu, karena disamping mengajar di jurusan akuntansi, saya juga ditugasi mengajar di jurusan ekonomi perusahaan (sekarang menjadi jurusan manajemen).
Selain itu saya mengajar mahasiswa tingkat V yang sebagian besar sebaya atau lebih tua dari saya sendiri, sehingga saya perlu banyak menyesuaikan diri.
Jurusan akuntansi itu sendiri adalah jurusan baru, sehingga kami para dosen harus mengerjakan banyak hal untuk mengembangkan jurusan, disamping tugas utama kami mengajar. Alhamdulillah jurusan ini kemudian berkembang dan menjadi kebanggaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya.
Selama mengabdi di Universitas Brawijaya, saya juga berkesempatan melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Indonesia (UI) Jakarta dan S3 di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Alhamdulillah tahun 2004 saya diangkat menjadi guru besar di bidang teori akuntansi serta mengajar, membimbing, dan menguji pada Program S1, S2 dan S3.
Saya juga berkesempatan memegang beberapa jabatan di fakultas, antara lain sebagai Ketua Program Diploma, Sekretaris Jurusan Akuntansi, Pembantu/Wakil Dekan bidang Administrasi dan Keuangan, Pembantu/Wakil Dekan bidang Akademik, dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Universitas Brawijaya juga memberi kesempatan kepada saya untuk mengikuti kursus singkat di Amerika Serikat dan mengunjungi banyak negara di dunia. Saya mengikuti Graduate level-Course of Accounting di Temple University, Philadelphia, Amerika Serikat pada 1990.
Sebagai seorang dosen dan akuntan, saya juga pernah menjadi partner kantor akuntan publik (KAP) sampai tahun 2007 sebelum akhirnya memutuskan untuk tidak berpraktik dan berkonsentrasi penuh sebagai pendidik.
Saya juga banyak membantu mengajar, membimbing dan menguji di beberapa Universitas, baik negeri maupun swasta di Malang dan di beberapa kota lainnya di Indonesia.
Pada 1980 saya dan beberapa kawan mendirikan suatu akademi swasta yang kemudian berkembang menjadi Universitas Gajayana (UNIGA) Malang serta pernah menjadi pengurus Yayasan dan Dekan Fakultas Ekonomi UNIGA.
Setelah tidak aktif dalam manajemen yayasan dan universitas, saya kemudian menjadi anggota Dewan Pembina/Pendiri UNIGA sampai sekarang.
Pada 1980 saya juga mendirikan jurusan akuntansi di Universitas Merdeka (UNMER) Malang dan pernah menjadi Ketua Jurusan Akuntansi UNMER sekitar enam tahun. Jurusan akuntansi di perguruan tinggi itu kemudian berkembang pesat dan tetap ada sampai sekarang.
Saya menikah dengan Hj. Budi Utami dan mempunyai empat anak. Satu wanita dan tiga pria. Anak-anak saya adalah Yuni Kusuma Arumsari, SE, MM, Ak, CRP, CFP; Bambang Dwi Atmojo, SH, MM; Bambang Sulistyo Wibowo, ST; dan Bambang Budi Pamungkas, ST.
Anak-anak semuanya sudah berkeluarga dan memberikan tujuh cucu, lima pria dan dua wanita. Sejak 1978 saya tetap tinggal di kota Malang dan tetap mengajar sebagai guru besar di Universitas Brawijaya.
Harapan saya, semua anak didik saya bisa berprestasi dan berguna bagi masyarakat dan negara Indonesia tercinta. Pesan yang selalu saya sampaikan kepada para mahasiswa adalah bahwa murid harus menjadi lebih pandai dan lebih berprestasi dibanding gurunya.
Saya juga selalu berpesan kepada para mahasiswa S1, S2, dan S3 agar mereka setelah lulus mempunyai integritas moral yang tinggi serta rendah hati tanpa harus menjadi rendah diri.
*Prof. Dr. Bambang Subroto, SE, MM, Ak, CA adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi
dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya Malang.
Prof Dr Bambang Subroto, akuntan yang bangga jadi pendidik

Prof. Dr. Bambang Subroto, SE, MM, Ak, CA bersama istri, Hj. Budi Utami (Dok. pribadi)