Mataram, 29/3 (ANTARA) - Sejumlah anggota DPRD Nusa Tenggara Barat mempertanyakan kesiapan PT Daerah Maju Bersaing dalam mengakuisisi tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara jatah divestasi 2010 senilai 271,6 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp2,5 triliun.
Ketua Badan Legislasi Daerah yang juga anggota Komisi III DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Ardany Zulfiqar, SH, di Mataram, Selasa, mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan informasi tentang kesiapan PT. DMB untuk mengakuisisi saham divestasi 2010 itu.
"Bahkan, PT. DMB belum melakukan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) padahal telah ada perda yang mempertegas keberadaan perusahaan tiga pemerintah daerah di NTB itu," ujarnya.
PT DMB merupakan perusahaan bersama tiga pemerintah daerah di NTB yakni Pemprov NTB, Pemerintah Kabupaten Sumbawa dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, yang dibentuk untuk mengakuisisi saham divestasi PT NNT, .
PT DMB kemudian menggandeng investor mitranya yakni PT Multicapital selaku anak usaha PT Bumi Resources Tbk untuk mengakuisisi saham divestasi itu.
PT DMB dan PT Multicapital kemudian membentuk perusahaan patungan yang diberi nama PT Multi Daerah Bersaing (MDB), dan kini telah menguasai 24 persen saham PT NNT jatah divestasi 2006, 2007, 2008 dan 2009 yang total nilai saham itu mencapai 867,23 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp8,6 triliun.
PT MDB juga berniat membeli tujuh persen saham jatah divestasi tahun 2010 yang hingga kini masih diperebutkan itu.
Ardany mengatakan, Perda Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pembentukan PT DMB itu mengamanatkan pembenahan jajaran direksi dan komisaris dalam tiga bulan ke depan pascapenetapan perda tersebut, yang mengacu kepada regulasi yang ada.
Dengan demikian, manajemen PT DMB dinilai lalai karena hingga pertengahan Februari 2011 belum juga membenahi personalia manajemen perusahaan daerah itu.
"Bagaimana mungkin, PT DMB dan mitra investor yang akan membeli saham divestasi 2010 itu, kalau sampai hari ini belum menunjukkan kesiapannya," ujar Ardany.
Karena itu, wakil rakyat di DPRD NTB itu mendesak Gubernur NTB TGH. M. Zainul Majdi sebagai pemegang saham terbanyak untuk segera mengkoordinir pelaksanaan RUPS itu.
"Namun, terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPRD Provinsi NTB sebelum melakukan RUPS, agar tidak menemui kendala serius," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD NTB Ruslan Turmuji, mengatakan, semestinya manajemen PT DMB telah membenahi jajaran direksi dan komisarisnya.
Menurut, dia, direksi dan komisaris PT DMB yang ada sekarang ditetapkan sebelum perusahaan daerah itu didukung perda, sehingga harus segera ada penetapan direksi dan komisaris yang baru karena sudah ada perda sejak Oktober 2010.
"Harus segera RUPS untuk membenahi direksi dan komisaris, karena tidak boleh ada PNS yang merangkap jabatan di perusahaan daerah itu," ujarnya.
Semenjak PT DMB didirikan awal 2009, Direktur Utama (Dirut) PT DMB tetap dijabat Andy Hadianto yang juga PNS di lingkup Pemprov NTB, dibantu tiga orang direksi dan Komisaris Utama dijabat Heryadi Rahmat, mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi NTB yang kini menduduki jabatan fungsional di Pemprov NTB, juga dibantu dua komisaris anggota.
Bahkan, Heryadi sudah beralih tugas ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sejak akhir 2010.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT DMB yang digelar 11 November 2010, juga belum merombak jajaran direksi dan komisaris.
RUPS itu hanya mengagendakan penyampaian laporan dari direksi dan komisaris terkait perkembangan perusahaan patungan tiga pemerintah daerah itu. (*/Riko)