Mataram, (ANTARA) - Asosiasi Pedagang Kaki Lima Provinsi Nusa Tenggara Barat menyalurkan 1.000 celengan untuk memotivasi PKL gemar menabung.
Ketua APKLI Provinsi NTB M Irwan Prasetya, di Mataram, mengatakan upaya mengajak pelaku usaha kecil, seperti PKL dan tukang ojek untuk menabung dilakukan bekerja sama dengan PT Bank NTB sebagai lembaga pemberi bantuan celengan.
"Sudah ada yang disalurkan ke 50 PKL yang berjualan di Jalan Harimau, Jalan Udayana, Jalan Pemuda dan di Arena Buah Cakranegara. Nanti menyusul lagi," katanya.
Tujuan program 1.000 celengan itu, kata dia, untuk memotivasi para PKL untuk menyisihkan sebagian keuntungannya sebagai tabungan yang bisa menjadi modal usahanya.
Selain itu, tabungan tersebut bisa menjadi jaminan jika mereka ingin mengakses permodalan di perbankan.
Program 1.000 celengan itu juga diharapkan bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat akan pentingnya arti uang logam berbagai pecahan.
"Upaya ini adalah salah satu cara membantu Bank Indonesia menyosialisasikan arti penting uang logam. Selama ini, uang logam pecahan Rp50, Rp100 dan Rp200 tidak dimanfaatkan betul oleh masyarakat sebagai alat transaksi jual beli, bahkan cenderung dibuang-buang," ujarnya.
Irwan menyebutkan, jumlah anggota APKLI di Kota Mataram yang terdata hingga akhir 2009 sebanyak 4.000, namun yang akan diberikan celengan sebanyak 1.000 PKL.
Jika satu orang PKL bisa menabung uang logam senilai Rp200 ribu per bulan, maka diperkirakan uang yang terserap oleh Bank NTB setiap bulan dari 1.000 PKL mencapai Rp200 juta dalam bentuk uang pecahan logam.
Ia juga mengestimasi, jika seluruh PKL di NTB yang jumlahnya sekitar 70.000 orang diberikan celengan dan menabung senilai Rp200 ribu per bulan, maka dana PKL yang terhimpun setiap bulan mencapai Rp14 miliar.
Melihat besarnya potensi dana yang bisa dihimpun dari PKL, pihaknya berharap agar perbankan, khususnya BI bisa memberikan perhatian kepada PKL dengan mengucurkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dalam bentuk program celengan.
"Ini belum kita berhitung potensi tabungan dari para tukang ojek dan kusir cidomo. Kalau itu dihitung, tentu berapa dana yang akan bisa dihimpun dari usaha kecil oleh perbankan," ujarnya.
Irwan mengatakan, selama ini para PKL cenderung memanfaatkan lembaga keuangan nonperbankan seperti koperasi simpan-pinjam sebagai lembaga tempat menabung dan meminjam modal.
Modal yang dipinjam dari lembaga nonperbankan tersebut harus dikembalikan dengan buka yang relatif tinggi dibandingkan bungan bank.
"Untuk itu, saya ajak PKL, tukang ojek dan kusir cidomo untuk menabung di bank. Kalau sudah ada tabungan, bisa nanti dijadikan agunan untuk meminjam modal dengan bunga yang relatif rendah," ujarnya.
(*)