Matahari mulai bergerak ke ufuk barat, langit di kota Mataram pun tampak memerah. Kendaraan yang lalu-lalang di jalan diapit hutan kota dengan pepohon rimbun itu sudah mulai menyalakan lampu, tanda hari berangsur gelap.
Sementara itu di tempat rekreasi yang dikenal dengan nama Taman "Bumi Gora" Mataram itu nampak penjual berbagai makanan khas Pulau Lombok menggelar dagangannya. Mereka tampak berjejer menggelar alas tikar untuk para pelanggannya.
Ratusan kendaraan roda dua maupun roda empat berjejer di sepanjang badan jalan yang menghubungkan bekas Bandara Selaparang Selaparang itu dengan Kota Mataram.
Taman Kota di Jalan Udayana selama ini memang dikenal sebagai sentra penjual aneka makanan khas daerah setempat. Para pedagang yang umumnya warga Mataram itu berjualan secara lesehan dengan menggelar tikar atau karpet plastik di bawah pepohonan rindang yang ada di kiri dan kanan jalan yang membentang sepanjang sekitar 1,5 kilometer itu.
Ratusan warga Kota Mataram termasuk asal daerah lain di Pulau Lombok mengais rezeki di tempat "pengecengan" yang kian ramai dikunjungi masyarakat untuk sekedar melepas penat setelah seharian bekerja.
Ketika malam tiba kawasan taman kota yang merupakan salah satu Ruang terbuka Hijau (RTH) di kota dengan moto "Maju Religius dan Berbudaya" itu dipenuhi pengunjung, utamanya kalangan muda-mudi. Tempat rekreasi yang dipenuhi pepohonan rindang itu dibanjiri pengunjung pada hari minggu atau hari libur.
Di tempat rekreasi yang dikenal dengan "Taman Bumi Gora" Jalan Udayana Mataram itu dijual berbagai jenis kuliner khas Lombok, seperti "sate bulayak" (sate daging sapi atau jeroan, daging ayam yang dimakan bersama bulayak atau sejenis lontong yang dibungkus dengan daun enau).
Di Taman udayana itu juga dijual berbagai jenis minuman ringan, "batagor" atau bakso tahu goreng dan kuliner khas Jepang "siomay" dan tdak ketinggalan ayam Taliwang, kuliner asli Karang Taliwang, Kota Mataram yang dilengkapi dengan pelecing kangkung yang kini sudah menasional.
Ramlah (35), salah seorang pedagang sate bulayak asal Narmada, Kabupaten Lombok Barat menuturkan pada awalnya jenis kuliner itu hanya dijual dua hingga tiga orang, saat ini jumlahnya puluhan orang, karena jenis masakan khas itu cukup laris.
Sekilas sate bulayak sama dengan satu pada umumnya. Namun sate bulayak menjadi sangat spesial karena sate yang terbuat dari daging atau jeroan sapi itu dilumuri dengan bumbu khas Lombok. Apalagi saat makan ditemani dengan lontong yang gurih.
Lontong itulah yang sebenarnya oleh masyarakat setempat disebut sebagai bulayak. Jadi, bulayak sebenarnya sejenis lontong dari bahan beras yang dibungkus dengan daun enau muda dan berbentuk seperti lontong, tapi agak lebih panjang. Sementara bahan baku sate bulayak selain daging juga bisa jeroan sapi.
Sate daging atau pun jeroan sapi itu akan semakin nikmat setelah dilumuri bumbu. Bumbu yang seperti sambal yang terdiri dari santan, cabe besar dan potongan-potongan cabe.
"Awalnya sate bulayak dibuat oleh masyarakat di Kecamatan Narmada, Lombok Barat, dan banyak dijajakan di sejumlah obyek wisata yang ada di wilayah kecamatan itu, antara lain di Taman Narmada dan Taman Suranadi," kata pedagang sate bulayak yang telah berjualan sejak dibukanya taman Jalan Udayana tersebut.
Pada awalnya kuliner sate bulayak itu merambah kawasan wisata Senggigi. Ternyata menu makanan tradisional ini cukup digemari para wisatawan mancanegara maupun nusantara.
Sejalan dengan kian ramainya pengunjung taman kota Jalan Udayana, para pedagang sate bulayak kemudian "hijrah" ke tempat "pengecengan" yang lebih dikenal dengan Taman Bumi Gora itu.
Para wisatawan nusantara yang kebetulan berlibur ke Lombok umumnya berkunjung ke pusat jajanan khas Lombok untuk menikmati sate bulayak yang murah meriah.
Satu porsi sate bulayak yang terdiri atas satu piring sate berisi 10 tusuk dan lima hingga enam bulayak dengan harga Rp12.000. Harga ini tergolong murah jika dibandingkan dengan sate kambing yang bisa Rp1.000 per tusuk, belum lontongnya.
Kini kuliner khas Lombok yang awalnya hanya bisa ditemukan di Kecamatan Narmada, semakin dikenal, bahkan disukai kalangan wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Karena itu, tidak mengherankan jika pada setiap hari libur, arus kendaraan di Jalan Udayana sangat padat, selain karena volume kendaraan juga banyaknya, sepeda motor maupun mobil diparkir di badan jalan.
Melihat keberhasilan Taman Kota Jalan Udayana Mataram dalam meningkatkan perekonomian masyarakat Pemerintah Kota Mataram kemudian membuka sejumlah tempat rekreasi yang bisa dimanfaatkan oleh para pegdang kaki lima (PKL) untuk mengais rezeki.
Pemerintah Kota Mataram berupaya memperbanyak tempat berjualan khusus bagi PKL agar tidak berjualan di sembarang tempat, seperti badan jalan yang mengganggu kenyamanan pengguna jalan dan merusak keindahan kota.
Wakil Ketua DPRD Kota Mataram, H Didik Sumardi mengatakan, dewan mendorong pemerintah kota untuk memperbanyak tempat berjualan khusus bagi para PKL, seperti Taman Jalan Udayana yang cukup banyak menampung para pedagamng kecil itu.
"Tempat berjualan khusus PKL di Jalan Udayana ternyata telah mampu mengurangi jumlah PKL yang berjualan di sembarang tempat seperti di badan jalan. Karena itu kami mendorong Pemkot Mataram untuk mencari lagi lokasi lain yang bisa digunakan sebagai tempat mereka berjualan," ujarnya.
Menurut dia, dengan semakin banyaknya tempat khusus bagi para PKL berjualan,seperti pusat lesehan Jalan Udayana, maka akan lebih banyak yang bisa ditampung, sehingga mereka tidak berjualan di sembarang tempat.
Selain di pusat lesehan taman Udayana, Pemkot Mataram juga Taman Selagalas. Kini sedang disiapkan lapak tempat para PKL tersebut berjualan.
Didik mengakui hingga kini masih banyak PKL di Kota Mataram yang berjualan di badan jalan, sehingga cukup mengganggu kenyamanan pengguna jalan dan merusak keindahan kota.
Kendatidemikian ia mengakui upaya Pemkot Mataram dalam menangani PKL cukup berhasil, antara lain pemanfaatan lokasi di depan rumah toko (ruko). Di sejumlah ruas jalan cukup banyak PKL dengan memanfaatkan lokasi yang ada di depan ruko.
Menurut dia, pemanfaatan lahan di depan ruko tidak menimbulkan masalah, karena sejak awal sudah ada kesepakatan dengan perusahaan yang membangun ruko maupun pemiliknya.
"Pemanfaatan lokasi di depan ruko sebagai tempat berjualan PKL tidak menimbulkan masalah, karena sebelumnya sudah ada kesepakatan dengan pengembang atau pemilik toko. Ini bisa kita lihat di depan ruko di pusat perdagangan Cakranegara maupun di beberapa lokasi di Mataram seperti di Jalan Airlangga," ujarnya.
Menurut data hingga kini jumlah PKL di Kota Mataram mencapai 1.200 orang, sebanyak 670 orang di antaranya telah memperpanjang kartu tanda anggota (KTA).
Beberapa tahun lalu Pemerintah Kota Mataram "menyulap" Jalan Udayana menjadi lahan hijau dan asri. Di kiri-kanan jalan yang merupakan persawahan ditanimi pepohonan yang rindang. Bila malam hari, cahaya lampu terlihat agak temaram tertutup daun pepohonan sehingga tercipta suasana romantis.
Di Taman Udayana yang asri itu para pengunjung bisa menikmati malam ditemani serangga malam yang saling bersahutan di tengah persawahan.
Sepeda "odong-odong"
Di Taman Udayana Mataram pengunjung tak hanya bisa menikmati "sate bulayak" yang lezat, tetapi juga bersantai dengan sepeda "odong-odong", sejenis sepeda roda empay yang dihiasi lampu berbentuk lumbung padi khas Lombok, kelinci dan gajah.
Pada malam hari sepeda berhias lampu warni-warni yang bisa ditumpangi lima hingga enam orang itu nampak indah. "Sepeda cinta", (nama lain sepda odong-odong) yang beropeprasi di Jalan Udayana Mataram jumlahnya puluhan.
Untuk satu putaran mengendarai sepeda odong-odong di Jalan Udayana sejauh sekitar dua kilometer dikenakan tarif Rp5.000 per orang. Sepeda tersebut berkapasitas enam orang, sehingga satu kali putaran tarifnya Rp25.000 hingga Rp30.000.
Edi Rianto, wisatawna asal Jakarta yang berlibur di Mataram mengaku pernah mencoba naik sepeda odong-odong untuk menikmati pemandangan Taman Udayana bersama temannya, ternyata sungguh mengasikkan.
"Setelah menikmati sate bulayak saya bertema teman-teman mencoba sepeda odong-odong menelusuri jalan sepanjang 1,5 kilometer sambil menikmati keindahan taman kota yang ditumbuhi pepohonan yang rindang. Bersantai dengan sepda hias itu merupakan pengalaman yang tak terlupakan," katanya.
Masning-masing penumpang sepeda odong-odong itu ikut mengayuh, sehingga tidak terasa berat. Kendati harus mengayuh sepeda sejauh tiga kilometer di dua lajur jalan tidak terasa lelah, karena semua penumpang ikut mengayuh.
Rudi (30), pengelola sepeda "odong-odong" mengatakan, pendapatannya cukup besar terutama pada malam Minggu atau hari-hari libur, karena cuku banyak penggemar, baik warga Mataram maupun wisatawan dari luar NTB.
"Alhamdulillah pada setiap malam Minggu atau hari-hari libur pendapatan meningiat dibandingkan dengan hari-hari biasa. Bahkan harus antri, karena sepeda odong-odong ternyata cukup digemari," katanya.
Fasilitas fitnes di alam terbuka yang didatangkan dari China juga melengkapi tempat "pengecengan" di Jalan udayana Mataram. Pemerintah Kota Mataram telah memasang fasilitas olah raga itu di ruang terbuka hijau Jalan Udayana.
Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Mataram Lalu Martawang mengatakan, ruang terbuka hijau di Jalan Udayana merupakan salah satu program Pemerintah Kota Mataram, dalam rangka melestarikan kawasan ruang terbuka hijau yang semakin sempit.
"Selain dilengkapi alat fitnes Taman Udayana Mataram juga sudah dilengkapi dengan areal jogging yang dinamis, lapangan basket dan sarana untuk para penghobi olah raga "skate board".
Kawasan hijau itu juga dilengkapi dengan "dinding ekspresi" yang bisa dimanfaatkan masyarakat untuk mengungkapkan ekspresinya.
"Dengan berbagai sarana yang disediakan pemerintah, menjadikan kawasan Udayana sebagai lokasi yang dipadati warga, terutama pada hari libur kerja.
Pemerintah Kota Mataram juga sudah membangun "Mataram Water Park" atau sarana kolam renang di sekitar kawasan Taman Udayana yang melengkapi fasilitas di tempat "pengecengan" yang semakin memikat dan ini menjadi berkah bagi masyarakat.(*)