Mataram, (Antara) - Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH Zainul Majdi menyatakan Peraturan Bupati (Perbup) Lombok Timur terkait izin poligami bagi pegawai negri sipil dengan hanya membayar Rp1 juta ke pemerintah daerah bukan berarti melegalkan abdi negara itu untuk menikah kembali, melainkan hanya syarat untuk memperberat peraturan yang sudah ada.
"Jadi saya ingin meluruskan, bahwa nilai Rp1 juta tersebut bukan berarti memberikan izin berpoligami di kalangan PNS, namun itu merupakan syarat tambahan dari syarat-syarat yang sudah ada sebagaimana yang telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 10 tahun 1983," kata Zainul Majdi di Mataram, Jumat.
Dikatakannya, dirinya pun telah berkomunikasi dengan Wakil Bupati Lombok Timur Khairul Warisin begitu kabar Perbup poligami tersebut menyeruak di masyarakat.
"Saya tanya kepada pak wakil bupati, ternyata satu juta itu tambahan dari syarat yang ada. Malah kalau boleh dikatakan jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Indonesia, justru Lombok Timur itu paling berat. Uang satu juta itu akan dibayar jika semua syarat terpenuhi," ujarnya.
Namun, demikian orang nomor satu di NTB itu menambahkan apa yang dikatakannya tersebut bukan dalam arti mendukung Perbup Lombok Timur, melainkan lebih dari itu, dirinya ingin meluruskan pandangan masyarakat terhadap Perbup tersebut.
"Ini bukan mendukung, tetapi saya ingin meluruskan apa yang berkembang di masyarakat, seolah-olah selama ini bahwa dengan cukup membayar satu juta para PNS dengan mudah menikah lagi. Tapi justru sebaliknya, uang satu juta itu merupakan syarat tambahan yang harus dipenuhi para PNS setelah syarat-syarat lainnya juga di penuhi. Jadi tidak semudah itu bayar satu juga bisa menikah lagi," jelasnya.
Disinggung terkait ada wacana Kementerian Dalam Negeri yang ingin membatalkan Perbup Lombok Timur tersebut. Menurut Zainul Majdi atau akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB), jika tidak ada salahnya Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mendapat gambaran secara utuh dari isi Perbup tersebut, sebelum rencana itu benar dilaksanakan.
"Sebelum rencana pembatalan Perbup itu dilakukan, saya kira tidak ada salahnya pak Menteri Dalam Negeri juga perlu di ceritakan secara utuh dari isi Perbup itu, karena sesungguhnya nilai Rp1 juta itu merupakan syarat tambahan bagi PNS yang ingin melakukan poligami," ucap Zainul Majdi.
Sebelumnya, Wakil Bupati Lombok Timur, Khairul Warisin, menegaskan pemungutan uang senilai Rp1 juta sebagai biaya retribusi yang harus dikeluarkan oleh PNS yang akan melakukan poligami, tetap diberlakukan.
Sebab, kata dia, uang poligami sebesar Rp1 juta itu, dimaksudkan sebagai biaya denda yang harus dikeluarkan bagi para PNS yang tetap nekad untuk menikah kembali. Arti kata uang itu, bukan dimaksudkan untuk semata menghimpun dana untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD), melainkan sebagai efek jera.
"Jadi biaya sebesar Rp1 juta itu murni sebagai denda kepada PNS yang akan menikah lagi," katanya.
Karenanya, kata Khairul Warisin, apa yang dilakukan pemerintah kabupaten Lombok Timur tersebut, sebenarnya sudah sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Karena, Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 26 Tahun 2014 sudah sejalan dengan pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang sumber pendapatan asli daerah lainnya yang sah.
Oleh karena itu, orang nomor dua di Kabupaten Lombok Timur itu, menegaskan biaya Rp1 juta yang harus dikenakan kepada para PNS, merupakan persyaratan terakhir setelah semua persyaratan lainnya sudah dipenuhi.
"Uang itu kita kenakan sebagai denda, untuk memberatkan supaya PNS yang ada tidak menggampangkan melakukan poligami," tegasnya.
Menurut dia, apa yang dilakukan Pemkab Lombok Timur, tidak lain dimaksudkan semata-mata untuk mencegah agar para PNS untuk tidak berpoligami. Hanya, saja karena peraturan tersebut tidak dibaca secara utuh dan runtun, sehingga membuat seolah-olah aturan itu dianggap keliru dan bertentangan dengan undang-undang,"sesalnya.
Namun, demikian meski ditentang dari banyak pihak, termasuk Kementerian Dalam Negeri, pihaknya tetap bersikukuh tidak akan mencabut peraturan bupati Lombok Timur Nomor 26 Tahun 2014 tersebut.
"Kami akan tetap lanjutkan, jadi tidak ada alasan Menteri Dalam Negeri untuk membatalkan peraturan itu," kata Khairul Warisin. ***1***
(U.KR-NIA/B/E001/E001) 17-10-2014 09:51:55