Honorer k2 minta perlindungan pgri ntb

id Honorer K2

Honorer k2 minta perlindungan pgri ntb

Ketua Forum Guru Tidak Tetap (FGTT) Kabupaten Lombok Barat Taufiqurrahman (kiri), bersama Ketua PGRI NTB H Ali Rahim (kiri dua) saat pertemuan membahas nasib guru honorer K2, di Mataram, Sabtu (31/1). (Ist) (1)

"Kami khawatir sewaktu-waktu honorer kategori dua (K2) yang sedang mlaksanakan tugas dipecat dengan alasan kekurangan jam mengajar karena mereka dituntut untuk mengajar 24 jam tatap muka dalam satu minggu,"
Mataram, (Antara NTB) - Forum Guru Tidak Tetap peduli tenaga honorer kategori dua meminta perlindungan kepada pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia Nusa Tenggara Barat karena mereka rentan dipecat, khususnya yang tidak lulus seleksi calon pegawai negeri sipil.

"Kami khawatir sewaktu-waktu honorer kategori dua (K2) yang sedang mlaksanakan tugas dipecat dengan alasan kekurangan jam mengajar karena mereka dituntut untuk mengajar 24 jam tatap muka dalam satu minggu," kata Ketua Forum Guru Tidak Tetap (FGTT) Kabupaten Lombok Barat Taufiqurrahman, di Mataram, NTB, Minggu.

Ia mengatakan, pihaknya sudah mendatangi pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) NTB beberapa hari lalu untuk menyampaikan rasa kekhwatiran tersebut. Pertemuan itu juga diikuti oleh ratusan guru honorer K2 dari Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur.

Para tenaga pendidik yang masih belum memiliki kesempatan menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) itu meminta agar PGRI NTB memperjuangkan nasib mereka dengan mendesak bupati/wali kota menerbitkan surat keputusan (SK) pengangkatan sebagai tenaga honorer.

SK tersebut, kata Taufiqurrahman, sebagai payung hukum dalam melaksanakan tugas mengajar di sekolah.

"Akhir-akhir ini guru honorer K2 yang belum lulus tes CPNS sangat khawatir dengan rentannya pemecatan oleh kepala sekolah di tempatnya mengajar," ucap Taufiqurrahman.

Ia menjelaskan dalam pasal 7 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mengamanatkan bahwa guru harus memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesinya.

Sambil menungu keputusan lebih lanjut dari pemerintah pusat terkait nasib K2, menurut dia, dipandang perlu sebagai langkah aman bagi tenaga honorer K2 dalam melaksanakan tugasnya memiliki payung hukum secara tertulis, seperti SK bupati atau wali kota.

"Jadi SK bupati/wali kota bisa menjadi jaminan bagi keamanan kami melaksanakan fungsi sebagai tenaga pendidik. Tidak was-was sewaktu-waktu bisa dipecat oleh kepala sekolah dengan berbagai alasan," ujarnya.

Menanggapi hal itu, Ketua PGRI NTB H Ali Rahim sependapat jika bupati atau wali kota menerbikan SK bagi tenaga honorer K2 maka ada dasar untuk bisa diusulkan mendapat tunjangan profesi melalui sertifikasi guru.

Begitu pula dengan pegawai atau tenaga teknis lainnya, minimal meraka mendapat kesejahteraan dan tidak mudah dipecat oleh atasannya.

"Tuntutan para guru honorer itu akan kami tindaklanjuti," kata Ali Rahim. (*)