Mengenal Rudini pelukis dari kaki Gunung Rinjani

id Pelukis,Pelukis di Lombok,Gunung Rinjani

Mengenal Rudini pelukis dari kaki Gunung Rinjani

Rudini, pelukis di kaki Gunung Rinjani, Lombok Timur. (Nedi Suprapto)

arga lukisan yang dibeli oleh peminat dari Jerman dan Australia itu di kisaran antara Rp3,5 juta sampai Rp4 juta per lukisan
Mataram (ANTARA) - Tepatnya di bawah kaki Gunung Rinjani atau di Desa Sembalun Bumbung, Lombok Timur. Rumah kecil dekat mushala itu menjadi saksi bisu perjalanannya. Ruangannya adalah gabungan antara studio lukis, tempat tidur, dan ruang tamu.
 
Di sudut ruangan tersebut, terdapat meja kayu tua, terletak di dekat jendela kaca, permukaannya dipenuhi coretan dan beberapa kuas berbagai ukuran. Dengan beberapa hiasan karya yang tertempel di dinding, dan aroma cat yang menguar, di sanalah ia melukis imajinasinya.

Panggilan singkatnya, Bayf, bagi warga desa itu, sudah tidak asing dengan nama itu. Padahal nama sebenarnya adalah Rudini. Sebutan alias Bayf itu sudah kadung tersemat pada lelaki berusia 31 tahun yang kini terukir sebagai nama penanya di bawah kanvas.

Masa kecilnya adalah sepenggal kisah pahit yang diwarnai oleh kilatan petir rasa sakit, mendung gelapnya depresi, dan angin berdesir kehilangan yang menghempaskan hatinya ke jurang kelam. Di jalan yang bernama kehidupan itu, puncak kepedihan tiba saat sang ibu, dipanggil oleh waktu. Dunianya pun merayap ke dalam kegelapan yang lebih dalam.  

Tak heran saat melihat karya lukisnya, seakan menjadi perwujudan dari emosi yang bergelora di dalam dirinya. Setiap warna yang dipilih terasa seperti lapisan rasa sakit yang mengisi kanvasnya dengan kegelapan dan terang. Setiap sapuan kuasnya adalah ekspresi dalam bahasa diam yang menggambarkan pertempuran yang tak kunjung usai. 

Apakah dia jebolan sarjana seni? Jawabannya "Tidak". Bahkan hanya sampai di ambang pintu SMA yang tak pernah ia lewati. Lantas darimana ia belajar melukis?, Sejak kapan?, dan Siapa inspirasi terbesarnya?.

"Saya tidak pernah mendapatkan pelajaran seni formal, namun sejak dulu saya memang sudah memiliki hasrat dan keinginan yang kuat untuk melukis," katanya.

Latihan demi latihan adalah nyanyian yang selalu dia senandungkan setiap hari. Tiap titik, coretan, dan praktik bagai batu loncatan menuju kemahiran yang lebih tinggi. Tak ada istirahat dalam perjalanan ini, maka dari itu hasrat dan cinta pada seni adalah sumber energinya untuk terus mengasah diri. 

Kemudian yang tersisa dari ingatan masa kanak-kanaknya adalah tangan mungil seorang anak SD yang memegang pensil tengah menggambar tokoh dalam cerita "Journey to The West" atau di Indonesia familiar dengan judul serial Kera sakti "Sun Go Kong".

Siapa yang tahu jatuh bangunnya. Proses panjang menggapai impian tak semulus kanvas putih. Masa muda yang mestinya digunakan untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya, ia menggunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Ia pernah merantau ke Bali, di sana ia mencari peruntungan sebagai kuli bangunan, pernah menjadi tukang sapu, dan pelayan di salah satu bar di sana. Pekerjaan apapun yang bisa menghasilkan pundi-pundi uang tak sempat membuat hatinya malu.
 
Namun seperti sebuah jiwa yang saling mencari satu sama lain, antara kuas dan kanvas, Rudini dan seni, tidak bisa dipisahkan. Jauh di lubuk hati terdalam keinginan menjadi seniman lukis tak pernah padam.