Mengenal Rudini pelukis dari kaki Gunung Rinjani

id Pelukis,Pelukis di Lombok,Gunung Rinjani

Mengenal Rudini pelukis dari kaki Gunung Rinjani

Rudini, pelukis di kaki Gunung Rinjani, Lombok Timur. (Nedi Suprapto)

arga lukisan yang dibeli oleh peminat dari Jerman dan Australia itu di kisaran antara Rp3,5 juta sampai Rp4 juta per lukisan


Ibarat sebuah ungkapan "Lakukan sepenuh hati atau tidak sama sekali". Pergulatan panjang memilih jalan hidup yang akan dijalani membawanya ke kesepakatan untuk pulang ke kampung halaman. Pulang untuk merajut kembali mimpi yang hampir putus. Pulang untuk memberi kabar pada dunia bahwa ia akan menjadi pelukis hebat.

Jangan salah karya lukisannya itu sudah tembus ke mancanegara seperti Jerman dan Australia. "Harga lukisan yang dibeli oleh peminat dari Jerman dan Australia itu di kisaran antara Rp3,5 juta sampai Rp4 juta per lukisan," katanya.

Proses melukis

Pertama-tama ia memulai dengan fokus yang mendalam, merenungkan konsep, atau ide di balik lukisannya, mencoba memahami pesan yang ingin ia sampaikan, baru setelah itu mengambil kuas dan siap melukis.

Dengan tangan yang penuh perasaan, ia memegang kuas, dan menggerakkan jari-jemarinya turun naik, berulang-ulang, hingga sesuai dengan apa yang diinginkan. Sentuhan kuasnya mengalir dengan lancar di atas kanvas. 

Sedikit demi sedikit sebuah garis, titik, lengkungan, perlahan tercipta, itu adalah objek awal yang membangun dasar lukisannya. Ia dengan teliti memperhatikan bagian kecil pada objek yang digambar, baginya saat itulah ia merasa arus kreativitasnya mengalir deras.

Sesekali ia berhenti untuk menggeliat, mengatur posisi tulang punggungnya, atau sekedar meregangkan persendian yang sudah mulai pegal, karena untuk membuat satu lukisan, membutuhkan waktu berjam-jam bahkan sampai berhari-hari. 

Saat lukisan selesai, ia akan melihat karya itu dengan bangga, kanvas yang tadinya kosong menjelma sesuatu yang indah dan bermakna. Baginya proses melukis adalah perjalanan spiritual yang mendalam, di mana dia menyampaikan pikiran, perasaan, dan ide-idenya kepada dunia melalui apa yang diciptakannya.

“Saya merasa bebas saat melukis, semua beban, luka, atau penderitaan kadang tidak terasa saat saya menggoreskan kuas di kanvas. Mungkin itu yang dinamakan panggilan jiwa,” katanya.