Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan gebrakan baru dalam kebijakan fiskalnya untuk mendongkrak pertumbuhan UMKM.
“Harusnya ada banyak terobosan yang diberikan dari sisi fiskal untuk mendorong pertumbuhan UMKM,” ujar Faisal kepada ANTARA ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis.
Menurut Faisal, program-program yang mendorong produktivitas daripada UMKM haruslah ditingkatkan karena memiliki peran yang dominan dalam membentuk ekonomi Indonesia.
Faisal pun menyayangkan kebijakan yang bersifat kontraproduktif terhadap UMKM, seperti kenaikan pajak terhadap UMKM. Bagi UMKM yang belum sempat tumbuh, kata Faisal, kebijakan tersebut justru memberikan beban yang lebih besar.
“Ini yang justru malah kontraproduktif terhadap pertumbuhan UMKM,” kata Faisal.
Ia menilai perlu adanya pembauran kebijakan lintas kementerian/lembaga. Kalau berbicara mengenai UMKM, kata Faisal melanjutkan, maka tidak cukup hanya berbicara mengenai masalah pembiayaan.
“Bukan hanya KUR (kredit usaha rakyat) saja, ya,” ucap dia.
Terlebih, Faisal melanjutkan, bila KUR yang diberikan tidak dievaluasi dan tidak disalurkan secara tepat sasaran. Faisal mengingatkan bahwasanya yang dibutuhkan oleh para pelaku UMKM adalah kebijakan sektorial yang sifatnya mendampingi UMKM agar bisa naik kelas, serta bisa mempertahankan bisnisnya di platform daring maupun luring.
Dengan demikian, kata Faisal, pemerintah dapat membantu produktivitas mereka.
Baca juga: Revisi Permendag Nomor 31 Tahun 2023 sudah diproses
Baca juga: TikTok Shop dan Tokopedia mendukung pertumbuhan pengusaha batik lokal
“Termasuk juga kemudahan perizinan, kemudahan dalam perpajakan, dan akses terhadap pasar,” kata Faisal.
Pernyataan tersebut ia sampaikan terkait upaya untuk meningkatkan daya produksi masyarakat. Faisal menilai menurunnya impor bahan baku/penolong serta barang modal merupakan indikasi menurunnya produktivitas masyarakat Indonesia.
Penurunan impor tersebut terdapat di dalam Berita Statistik Januari 2024, yang menunjukkan bahwa nilai impor pada Januari 2024 mencapai 18,51 miliar dolar AS, atau turun 3,13 persen dibanding Desember 2023 yang mencapai 19,1 miliar dolar AS.