BPS: IPM NTB naik ke urutan 29

id IPM NTB

BPS: IPM NTB naik ke urutan 29

Dokumen - Sejumlah murid belajar menghitung di sekolah gubuk bambu SD Filiar Dusun Semokan Ruak, Desa Sukadana, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara. (Foto ANTARA/Ahmad Subaidi)

IPM NTB kategori sedang. Posisinya di atas Kalimantan Barat, dan terpaut 0,43 poin dari Gorontalo dengan IPM 67,01 persen
Mataram (Antaranews NTB) - Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat merilis indeks pembangunan manusia (IPM) NTB pada 2017 mencapai 66,58 persen dan naik ke urutan 29 dibandingkan tahun sebelumnya berada pada posisi 30 dari 34 provinsi di Indonesia.

"IPM NTB kategori sedang. Posisinya di atas Kalimantan Barat, dan terpaut 0,43 poin dari Gorontalo dengan IPM 67,01 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB Hj Endang Tri Wahyuningsih, di Mataram, Senin.

Pada 2017, kata dia, IPM NTB tumbuh sebesar 1,17 persen dan merupakan tercepat ke-3 di Indonesia, setelah Papua Barat sebesar 1,25 persen, dan Papua sebesar 1,79 persen.

Namun posisi IPM masih berada di bawah nasional sebesar 70,81 persen.

Endang menyebutkan tiga komponen yang memengaruhi pertumbuhan IPM NTB adalah umur harapan hidup saat lahir yang tumbuh sebesar 0,11 persen. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 0,16 persen.

Indikator lainnya adalah harapan lama sekolah yang tumbuh sebesar 2,28 persen pada 2017. Pertumbuhannya cukup bagus dibandingkan tahun sebelumnya 0,93 persen.

Demikian juga dengan rata-rata lama sekolah tumbuh sebesar 1,62 persen atau lebih tinggi dibanding tahun 2016 yang mencapai 1,14 persen.

Untuk indikator pengeluaran per kapita per tahun, tumbuh sebesar 3,15 persen atau lebih rendah dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 3,61 persen.

"Rata-rata pengeluaran per kapita/tahun penduduk NTB hanya Rp9,8 juta. Idealnya sesuai dengan upah minimum provinsi sebesar Rp1,6 juta per tahun," ujarnya.

Menurut dia, untuk meningkatkan IPM NTB dibutuhkan kerja keras semua pihak, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan dan drajat kesehatan serta pembangunan perekonomian.

Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) NTB Achris Sarwani, mengatakan untuk meningkatkan IPM dari sektor pengeluaran per kapita/tahun, diperlukan terobosan dalam mengembangkan industri olahan, terutama hasil pertanian, peternakan dan perikanan.

Pasalnya, NTB sudah mampu menggenjot produksi berbagai komoditas, seperti jagung, rumput laut dan sapi. Namun, seluruh komoditas tersebut masih dominan diperdagangkan dalam bentuk mentah, sehingga tidak memiliki nilai tambah.

"Saya melihat produksi jagung melimpah, tapi diekspor dalam bentuk mentah. Perlu ada sentuhan industri olahan. Begitu juga komoditas lainnya. Saya rasa industri kecil menengah juga bisa juga mengambil peran, sehingga tidak hanya nilai tambah yang diperoleh, tapi juga penyerapan tenaga kerja yang banyak," katanya. (*)