Dinkes: Kenaikan IPM di NTB harus dipertahankan

id Dinkes NTB, IPM NTB,BPS NTB, penyakit infeksius

Dinkes: Kenaikan IPM di NTB harus dipertahankan

Kepala Dinas Kesehatan NTB Lalu Hamzi Fikri. (ANTARA/Sugiharto Purnama)

Mataram (ANTARA) - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Hamzi Fikri menekan kenaikan indeks pembangunan manusia (IPM) harus dipertahankan guna mendukung pelaksanaan visi Indonesia Emas 2045.

"Saya selalu menyampaikan dalam forum-forum kesehatan bahwa tahun 2045, kita menuju Indonesia Emas. Kalau kita hitung menuju ke sana sekitar 21 tahun lagi," ujarnya dalam pernyataan di Mataram, Sabtu.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), IPM Nusa Tenggara Barat selama lima tahun terakhir menunjukkan angka kenaikan hampir 1 poin.

Baca juga: IPM NTB naik jadi 73,10 poin tahun ini

IPM Nusa Tenggara Barat tercatat sebesar 70,46 poin pada 2020, kemudian naik menjadi 70,86 poin pada 2021, naik lagi menjadi 71,65 poin pada 2022, dan kembali naik ke angka 72,37 poin pada 2023, serta menjadi 73,10 poin pada 2024.

Indeks pembangunan manusia diukur melalui dimensi umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, serta standar layak hidup. Adapun indikatornya berupa umur harapan hidup, harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah, serta pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan.

Fikri menyoroti angka kematian bayi yang berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia di Nusa Tenggara Barat. Data BPS mencatat umur harapan hidup saat lahir di Nusa Tenggara Barat kini mencapai 72,25 tahun.

Baca juga: IPM NTB naik imbas perhelatan MotoGP

Selama lima dekade terakhir sejak 1971 sampai 2022, angka kematian bayi di Nusa Tenggara Barat turun 90 persen. Angka kematian bayi di provinsi itu menurun signifikan dari 48 per 1.000 kelahiran hidup pada Sensus Penduduk 2010 menjadi 24,64 per 1.000 kelahiran hidup pada Long Form Sensus Penduduk 2020.

Peningkatan persentase bayi yang mendapat imunisasi lengkap serta peningkatan rata-rata lama pemberian ASI membuat bayi semakin mampu bertahan hidup.

"Komponen pembentuk IPM adalah usia harapan hidup. Tidak hanya angka kematian bayi, kita juga bicara kematian ibu, penyakit yang sekarang kita hadapi," ujarnya.

Baca juga: Beasiswa tingkatkan indeks pembangunan manusia di NTB

Lebih lanjut, Fikri menyampaikan bila melihat data nasional dan global, tantangan kesehatan saat ini semakin kompleks, karena berhadapan dengan penyakit infeksi, penyakit tidak menular, penyakit infeksius baru, dan kesehatan.

Berbagai penyakit itu bukan menurun melainkan meningkat, sehingga butuh strategi untuk menghadapi tantangan tersebut.

Indonesia memiliki Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang menekankan transformasi akses dan kualitas pelayanan kesehatan.

"Kami mendorong kematian bayi serendah mungkin agar indeks pembangunan manusia melaju lebih kencang," pungkas Fikri.