Bapanas sebut keunggulan biodiversitas Indonesia dan potensi sorgum

id Bapanas,pangan,sorgum,biodiversity

Bapanas sebut keunggulan biodiversitas Indonesia dan potensi sorgum

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi (tujuh kiri) bersama Wanita Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), di Jakarta, Rabu (16/10/2024). ANTARA/HO-Humas Bapanas

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengungkapkan keunggulan biodiversitas Indonesia dan potensi sorgum sebagai sumber karbohidrat yang sarat gizi.
 

"Biodiversity Indonesia itu terbesar kedua di dunia, sehingga sebenarnya kesempatan kita untuk meningkatkan ketahanan pangan itu terbuka lebar, termasuk sorgum untuk sumber karbohidrat selain beras," kata Arief dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Dalam suasana peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS), Arief menekankan bahwa tantangan pangan yang diusung dalam HPS tahun ini, yakni "Hak Atas Pangan untuk Kehidupan dan Masa Depan yang Lebih Baik", memiliki relevansi yang erat dengan kondisi Indonesia.

Faktor geografis dan demografis menghasilkan kompleksitas tersendiri bagi ketahanan pangan nasional. Namun di balik tantangan tersebut, Indonesia memiliki biodiversitas terbesar kedua di dunia, sehingga potensi pangan pokok alternatif seperti sorgum, penting untuk terus didiseminasikan secara luas kepada masyarakat.

“Jumlah penduduk kita saat ini sudah 280 juta, terdiri dari 17 ribu pulau yang setiap daerah punya karakteristik climate yang berbeda-beda, sehingga kita punya kompleksitas yang luar biasa,” kata Arief saat menyampaikan pidato kunci dalam diskusi bertajuk ‘Sorgum: Sumber Pertumbuhan Baru Untuk Ketahanan Pangan’, yang diadakan Wanita Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

"Di Indonesia timur itu sangat memungkinkan ditanami sorgum secara luas. Ini karena sorgum tidak perlu banyak air seperti halnya padi. Jadinya sumber karbohidrat masyarakat bisa pula dari sorgum,” katanya lagi.

Terkait biodiversitas yang dimiliki Indonesia, menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indonesia adalah negara dengan kekayaan biodiversitas tertinggi kedua di dunia dan bisa dikatakan sebagai negara megabiodiversitas.

Pada 2022, Indonesia memiliki skor 0,614, dan Brasil menempati tertinggi pertama dengan skor 0,772.

Sementara dalam himpunan data Bapanas, di Indonesia total terdapat 945 biodiversitas pangan, terdiri dari 77 jenis sumber karbohidrat, 75 jenis sumber protein, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 40 jenis bahan minuman, 26 jenis kacang-kacangan, dan 110 jenis rempah dan bumbu.

"Terkait sorgum, jika menilik kandungan gizinya, bisa dikatakan sorgum memiliki kandungan energi, protein, lemak, dan serat yang lebih tinggi dibandingkan beras dan terigu," kata Arief pula.

Sorgum pun lebih mudah dicerna sehingga cocok bagi penyintas obesitas, diabetes melitus, dan diet karbohidrat. Dalam 100 gram sorgum bisa mengandung energi 366 kilokalori (kkal); karbohidrat 73 gram; protein 11,0 gram; lemak 3,3 gram; dan serat 1,2 gram.

Baca juga: Cabai rawit turun Rp3.230 jadi Rp42.270 per kg

“Kita ingin pangan itu bukan hanya mencakup ketercukupan, ketersediaan, dan stabilitas harga. Tetapi juga harus memenuhi gizi yang diperlukan oleh kita semua," ujarnya menegaskan.

Baginya, sorgum tidak hanya mengandung karbohidrat, tetapi juga memiliki banyak manfaat lainnya yang baik bagi kesehatan tubuh. Sehingga dia mengajak untuk mengampanyekan keunggulan sorgum secara luas.

Bapanas siap mendukung kampanye sorgum bersama seluruh pemerintah daerah demi penguatan ketahanan pangan yang berbasis sumber daya lokal yang berkelanjutan.

Ia menegaskan, ketahanan pangan harus berlandaskan pada kemandirian dan kedaulatan pangan, menjaga harga di tingkat petani dan peternak agar tidak di bawah harga pokok produksi.

Baca juga: Harga pangan hari ini naik, daging ayam Rp36.030 per kg

Meskipun indeks ketahanan pangan Indonesia lebih rendah dibandingkan negara tetangga yang mengandalkan impor, kita percaya dapat mencukupi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri.

"Pangan di Indonesia kita yakin mampu kita sokong dari produksi pangan dalam negeri, meskipun sempat terkena dampak El Nino,” kata Arief.

Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), pengaruh El Nino disebut sebagai penyebab terjadinya mundurnya masa tanam.

Menurut BPS, luas panen padi pada tahun 2024 diperkirakan 10,05 juta hektare. Kendati demikian, sepanjang Agustus sampai Desember 2024 luas panen padi diperkirakan meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang dipicu, karena adanya lonjakan luas tanaman sepanjang Mei sampai Juli 2024.
​​​​​​