Pemerintah dinilai perlu mempertahankan insentif pajak sektor logistik

id biaya logistik,Tenggara Strategics ,jasa transportasi

Pemerintah dinilai perlu mempertahankan insentif pajak sektor logistik

Foto udara kendaraan melintas di Jembatan Ciloseh, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (30/8/2024). Kementerian PUPR telah membangun Jembatan Ciloseh pada tahun 2021-2022 yang menghabiskan anggaran sebesar Rp112 miliar untuk meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas menuju bandara dan pusat kota Tasikmalaya dalam mengefisienkan biaya logistik, serta memperlancar aktivitas dan mobilitas orang dan barang. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/foc

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah dinilai perlu mempertahankan kebijakan insentif pajak melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71 Tahun 2022 untuk mendukung efisiensi logistik darat di Indonesia.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga riset Tenggara Strategics yang dirilis pada Jumat, menyebut meskipun PP 71/2022 tidak secara khusus dirancang untuk sektor logistik, penerapan tarif pajak yang lebih rendah telah berhasil menekan biaya operasional dan meningkatkan daya saing perusahaan logistik.

“Kebijakan ini tidak hanya memberikan manfaat bagi sektor penerimanya, tetapi juga bagi sektor-sektor yang memanfaatkan jasa pengiriman paket, seperti UMKM yang banyak menggunakan e-commerce dalam menjangkau konsumennya,” kata peneliti senior Tenggara Strategics Eva Novi Karina dalam jumpa pers, di Jakarta, Jumat.

PMK No. 71 Tahun 2022 telah menetapkan penurunan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) menjadi 1,1 persen dari dasar pengenaan pajak (DPP).

Pengurangan beban pajak ini memberikan keuntungan bagi perusahaan-perusahaan jasa pengurusan transportasi untuk menekan biaya operasional mereka, sehingga dapat memberikan tarif layanan yang lebih terjangkau bagi para pengguna jasa.

Penelitian tersebut menyimpulkan jika kebijakan itu dihentikan, kenaikan tarif PPN dapat meningkatkan beban operasional perusahaan logistik secara signifikan. Berdasarkan simulasi yang dilakukan studi tersebut, penghentian kebijakan ini berpotensi mengurangi jumlah pengguna layanan pengiriman hingga 9 persen pada sektor jasa pengiriman ekspres.

“Ini juga akan meningkatkan biaya logistik secara berkelanjutan sehingga membuat harga-harga barang yang dijual di e-commerce menjadi lebih tinggi dan akan berpotensi menurunkan volume transaksi e-commerce,” ujar Eva.

Baca juga: Dishub Badung tingkatkan pelayanan jasa angkutan penumpang

Pada kesempatan yang sama, pengamat ekonomi dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Riza Damuri mengatakan biaya logistik di Indonesia masih tergolong tinggi.

Ia menjelaskan jika kebijakan diskon tarif PPN yang selama ini dikenakan pada jasa pengiriman paket dan freight forwarding dihentikan, beban tarif PPN yang dikembalikan ke level semula akan menambah beban dan biaya logistik yang dihadapi oleh pelaku industri.

Baca juga: Anak usaha Pelindo catat laba bersih Rp157,6 miliar

“Logistik memiliki peranan penting untuk membuat perekonomian berjalan. Logistik adalah tulang punggung perekonomian. Ketika ada biaya tambahan, perekonomian menjadi lebih terbebani, dibanding dengan pendapatan yang bisa diambil pemerintah,” ujar Yose.