APJATI NTB minta pemda bantu pemberangkatan 518 calon PMI

id NTB,DPRD NTB,CPMI,PMI NTB,APJATI NTB

APJATI NTB minta pemda bantu pemberangkatan 518 calon PMI

Puluhan asosiasi dan perusahaan penempatan PMI yang tergabung dalam Lembaga Forum Perlindungan Pahlawan Devisa Lombok (LFPPDL) saat pertemuan dengan Komisi V DPRD NTB yang dihadiri anggota Komisi V DPRD NTB, Didik Sumardi dan Jamhur di Gedung DPRD NTB di Mataram, Jumat (24/1/2025). (ANTARA/Nur Imansyah).

Mataram (ANTARA) - Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) Nusa Tenggara Barat meminta pemerintah provinsi dan DPRD mencarikan solusi agar 518 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang hingga kini gagal berangkat bisa diberangkatkan menuju Malaysia.

Hal ini disampaikan puluhan asosiasi dan perusahaan penempatan PMI yang tergabung dalam Lembaga Forum Perlindungan Pahlawan Devisa Lombok (LFPPDL) saat pertemuan dengan Komisi V DPRD NTB di Mataram, Jumat.

Dalam kesempatan ini, hadir anggota Komisi V DPRD NTB, Didik Sumardi dan Jamhur. Kemudian perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB dan BP2MI.

"Jadi kalau persoalan ini dibiarkan dan tidak dicarikan solusi maka akan menjadi masalah kita semua ke depan," kata Ketua APJATI NTB, Edy Sofyan.

Baca juga: PMI NTB beri penghargaan kepada 21 relawan gempa-tsunami Aceh

Ia menuturkan, persoalan terlantarnya 518 orang CPMI itu berawal pada 31 Mei 2024, sebagai buntut dari sistem buka - tutup yang diterapkan oleh pihak Kerajaan Malaysia.

Kasus pembatalan calling visa 518 PMI ini menurutnya baru kali pertama ini terjadi sepanjang 40 tahun pemerintah Malaysia mengambil pekerja asing.

"Jadi ini sebenarnya korban dari aturan Malaysia sendiri. Jadi mereka sebenarnya jangan menerapkan sistem buka-tutup itu. Ini biang kerok sebenarnya. Kenapa mesti dibuka bulan ini, kemudian ditutup bulan ini. Inikan sangat merugikan," ucapnya.

Dampak dari sistem buka-tutup penerimaan PMI itu lanjutnya berdampak terhadap kesiapan P2MI dalam memproses CPMI. Ketika semua dokumen sudah diselesaikan, namun pihak Malaysia sudah menyetop penerimaan PMI.

Baca juga: DPRD NTB apresiasi kesigapan pemulangan jenazah PMI asal Lombok Barat

Selain itu, aturan buka - tutup yang kali ini terjadi sepanjang sejarah penempatan dan pengiriman PMI, selain merugikan PMI juga merugikan pihak perusahaan di Malaysia seperti FGV Plantation.

"Jadi FGV ini jadi korban sebenarnya. Korban dari kebijakan pemerintahnya (Kerajaan Malaysia)," lanjutnya.

Untuk itu, ia menyarankan agar persoalan tersebut tidak berlarut-larut maka penting jadi catatan pemerintah Indonesia terutama dalam proses pengurusan PMI seperti pembuatan ID agar prosesnya dipercepat dan dipersingkat dengan menggunakan sistem online sehingga proses pemberkasan bisa dipercepat.

Baca juga: Kementerian P2MI perkuat penempatan dan perlindungan PMI di NTB

Selain berharap ada perbaikan sistem pengiriman PMI baik di Indonesia maupun Malaysia, pihaknya juga berharap kepada perusahaan FGV sebagai perusahaan tujuan 518 PMI itu untuk merayu pihak kerajaan Malaysia untuk disegerakan menghapus data TKI yang 518 itu.

"Karena kalau datanya belum dihapus di sistem Malaysia, maka calling visanya tidak bisa keluar. Karena tidak ada calling visa itu "double," ucapnya.

Untuk memberangkatkan 518 TKI yang terlantar tersebut APJATI NTB juga akan meminta surat rekomendasi DPRD NTB yang bisa dijadikan pegangan oleh perusahaan FGV untuk diserahkan kepada pemerintah agar disegerakan proses pemberangkatan 518 PMI tersebut.

"Jika Malaysia tetap bersikukuh maka bisa saja Pemda kita menghentikan pengiriman TKI ke Malaysia dan itu pernah terjadi di Yogyakarta dulu," tegasnya.

Baca juga: Menteri PPMI sebut 90 persen kasus PMI akibat berangkat secara ilegal

Karena jika persoalan ini tidak diselesaikan oleh FGV selaku perusahaan penempatan maka bukan tidak mungkin pemda atau Gubernur NTB akan mengeluarkan surat penghentian pengiriman PMI.

Jika hal itu terjadi lanjut Edy Sofyan dampaknya tidak hanya dirasakan oleh 518 TKI itu, namun akan berdampak kesemuanya.

Untuk itu, ia berharap kepada semua pihak untuk segera mencarikan solusi bersama. Pemerintah Indonesia harus mempermudah proses pemberkasan PMI, dan pemerintah Malaysia juga diharapkan menghentikan sistem buka - tutup penerimaan TKI. Dan ini kata Edy Sofyan perlu ada komunikasi antara pemerintah Indonesia melalui kementerian BP2MI dan pihak kerajaan Malaysia.

Sementara Anggota Komisi V DPRD NTB, Didi Sumardi menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan upaya mencari solusi dengan semua pemerintah daerah, termasuk bersama dengan perusahaan penyalur untuk ditindaklanjuti lewat kementerian agar mempercepat calon PMI masuk ke Malaysia.

"Ini salah satu yang menjadi catatan kita untuk kita bagaimana ditinjau. Meskipun itu menjadi urusan Malaysia. Tetap kita hargai sepenuhnya," katanya.