Mataram (ANTARA) - Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi Nusa Tenggara Barat memberikan penghargaan terhadap 21 orang relawan asal wilayah itu yang bertugas dalam misi kemanusiaan bencana gempa bumi dan tsunami Aceh.
Ketua PMI Nusa Tenggara Barat (NTB) dr Lalu Herman Mahaputra dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan di Mataram, Jumat, menyampaikan apresiasi terhadap perjuangan 21 orang relawan utusan Provinsi NTB yang bertugas di Aceh kala itu. Sebab, pekerjaan yang dilakukan dalam misi kemanusiaan itu tidak main-main.
Mengingat, mereka siang dan malam bekerja mencari dan mengumpulkan ratusan ribu mayat yang meninggal dunia, 45 ribu orang korban hilang, sementara korban luka-luka mencapai 280 ribu orang akibat terjangan tsunami yang meluluhlantakkan hampir seluruh Aceh.
"Atas nama pribadi, jujur saya memberi apresiasi pada relawan PMI NTB yang bertugas di Aceh. Sekali lagi, keberadaan organisasi PMI tidak ada apa-apanya tanpa relawan," kata Dokter Jack sapaan akrabnya saat menggelar refleksi 20 tahun terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami Aceh di Aula Rinjani Gedung Manajemen RSUP.
Baca juga: Refleksi 20 tahun tsunami Aceh
Kegiatan refleksi 20 tahun terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami Aceh dimaksudkan untuk mengenang peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia, yakni, bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh.
Terlebih, ada sebanyak 21 orang relawan utusan Provinsi NTB yang bertugas dalam misi kemanusiaan di peristiwa gempa dahsyat berkekuatan 9,1 skala richter di Samudra Hindia pada 26 Desember 2004 yang menewaskan 280 ribu orang korban jiwa.
Baca juga: Deklarasi Aceh tegaskan komitmen bersama mitigasi tsunami
Dokter Jack mengatakan bahwa pihaknya sengaja menggelar kegiatan mengenang gempa besar yang disusul gelombang tsunami menyapu Aceh pada 26 Desember 2004 atau 20 tahun silam tersebut.
Hal itu agar semua unsur masyarakat dapat terus bersinergi bersama relawan dan pengurus PMI baik provinsi maupun kabupaten/kota dalam mewujudkan ketangguhan masyarakat NTB.
"Ingat, Provinsi NTB masuk daerah ring of fire atau cincin api di Indonesia, sehingga semua jenis bencana ada di wilayah kita. Maka, peringatan 20 tahun terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami Aceh harus menjadi renungan untuk kita bersama-sama memperkuat mitigasi kebencanaan," ujarnya.
Baca juga: BMKG menyerap pengalaman ilmuwan dunia peringatan dini tsunami nonseismik
Direktur Utama RSUP NTB ini mengatakan awal mula ditetapkannya Hari Relawan PMI yang jatuh setiap 26 Desember tidak lain karena adanya musibah gempa dan tsunami Aceh.
"Pada 26 Desember 2004 merupakan peristiwa bersejarah bagi bangsa, bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh. Tanggal tersebut pun menjadi tanggal bersejarah bagi relawan PMI, karena di tanggal itulah ditetapkan juga menjadi Hari Relawan PMI," katanya.
Sementara itu, Perwakilan Alumni Relawan NTB di Aceh, Sadri mengatakan bahwa dirinya merupakan salah satu relawan yang pertama datang ke lokasi gempa dan tsunami Aceh.
Di mana, banyak pengalaman yang didapat dirinya bersama beberapa rekannya. Terlebih, relawan asal NTB ditempatkan di dua wilayah terparah gempa dan tsunami Aceh yakni, Calang dan Lamno.
"Begitu kami datang kedua daerah terparah ini. Ada dua ungkapan yang ada di hati kami yakni, suka dan takut," ujarnya.
Baca juga: Tari Saman Gayo sambut ilmuwan peringati 20 tahun tsunami Aceh
Sadri mengakui setiap harinya relawan PMI NTB yang bertugas selalu mengangkut jenazah yang berceceran di tengah jalan hingga puing-puing bangunan.
Selain itu, suasana kian mencekam, lantaran di dua wilayah tersebut dikenal sebagai markas Gerakan Aceh Merdeka atau GAM.
"Yang kami lakukan dalam keseharian, enggak berani mengaku perawat karena kita khawatir diangkut dan disekap GAM. Sehingga tugas kemanusiaan kita juga mengancam nyawa kami. Inilah tantangan di lapangan selama di Aceh kala itu," ungkapnya.
Sadri mengungkapkan bahwa strategi tidak menyebut perawat dan tidak memanggil rekan yang memiliki huruf o, sangat efektif, sehingga ribuan ribu mayat bisa dilakukan evakuasi.
Termasuk, korban tsunami yang selamat yakni, anak-anak yang kehilangan orang tua, serta, ibu-ibu yang kehilangan suami dan anaknya bisa diberikan perawatan medis lanjutan.