Mataram (ANTARA) - Dinas Perhubungan Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengoptimalkan sistem pembayaran parkir non tunai melalui aplikasi QRIS guna meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor retribusi parkir di kota itu.
"Pembayaran parkir non tunai juga dapat meminimalkan kebocoran pendapatan retribusi parkir," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Parkir Dinas Perhubungan Kota Mataram Lalu Muhammad Sopandi di Mataram, Kamis.
Karena itu, seluruh juru parkir di Kota Mataram telah dibekali dengan barcode QRIS dalam dua jenis yakni statis dan dinamis.
Baca juga: Mataram bakal punya PD Pasar dan Parkir
Sistem tersebut dinilai lebih transparan dan memungkinkan pencatatan otomatis setiap transaksi parkir yang dilakukan masyarakat secara real time.
"Akan tetapi, dalam pelaksanaan masih banyak juru parkir yang memilih menggunakan barcode dinamis. Padahal, kami mendorong penggunaan lebih besar untuk statis," katanya.
Bedanya, lanjut Sopandi, kalau barcode statis, pembayaran parkir dengan QRIS dilakukan langsung oleh masyarakat dan dibayar sesuai dengan tarif parkir yakni Rp1.000 untuk roda dua, dan Rp2.000 untuk roda empat.
Sedangkan barcode dinamis, pembayaran parkir dilakukan oleh juru parkir dengan mengumpulkan uang parkir yang diterima secara tunai dari masyarakat.
Juru parkir yang melakukan pengisian uang dari aplikasi, seperti Dana, Ovo, dan lainnya, kemudian dibayar atau disetor langsung oleh juru parkir.
"Pembayaran non tunai dengan QRIS dinamis ini, masih memungkinkan terjadi kebocoran. Untuk itulah, kami mendorong masyarakat bisa membayar parkir non tunai melalui QRIS statis," katanya.
Baca juga: Legislator usulkan pembentukan BUMD parkir di Mataram
Dari hasil uji petik, katanya, beberapa kendala yang ditemui di lapangan masih banyaknya masyarakat menggunakan pembayaran parkir tunai antara lain, rata-rata pusat perbelanjaan di Mataram masih menggunakan sistem pembayaran tunai.
Ketika masyarakat membayar dengan tunai, dan mendapatkan kembali-an uang receh, masyarakat menggunakan uang itu untuk bayar parkir secara tunai.
Kondisi itu, disimpulkan sebagai tingkat kesadaran masyarakat membayar parkir non tunai masih rendah sehingga perlu sosialisasi dan komitmen bersama lebih kuat lagi.
Selain itu, masih adanya juru parkir yang tidak membawa atau tidak menawarkan barcode QRIS statis saat masyarakat hendak membayar parkir.
"Itulah yang menjadi tugas kami dalam melakukan pembinaan juru parkir," katanya.
Baca juga: BKD data pengalihan titik pajak parkir di Mataram untuk jadi retribusi
Kendati demikian, Sopandi mengakui, dalam beberapa tahun terakhir ini pembayaran parkir non tunai di Kota Mataram sudah lebih besar dibandingkan pembayaran tunai, meskipun non tunai itu rata-rata dinamis.
Hal itu dapat dilihat dari realisasi retribusi parkir tahun 2024 tercapai, sebesar Rp9,4 miliar lebih dari target Rp11 miliar.
Dari realisasi Rp9,4 miliar itu sebesar Rp9,1 miliar lebih dibayarkan secara non tunai dan sisanya Rp146 juta lebih dibayarkan secara tunai.
Begitu juga dengan realisasi sampai bulan Juni 2025 sebesar Rp4,959 miliar lebih dari target Rp18 miliar. Dari Realisasi Rp4,959 miliar itu, sekitar Rp4,8 miliar lebih di bayar non tunai dan sekitar Rp65 juta lebih dibayar tunai.
"Karena itulah, upaya pengawasan serta sosialisasi edukasi pembayaran parkir non tunai terus kami gencarkan. Harapannya ke depan bisa 100 persen," katanya.
Baca juga: Tarif parkir di Mataram beratkan masyarakat, kata pemerhati publik
Baca juga: Tak patuh aturan, 143 juru parkir di Mataram dipecat
Baca juga: Target retribusi parkir di Mataram sebesar Rp18 miliar
Baca juga: Juru parkir di Mataram dibekali penutup jok motor dan kaca mobil
