Lombok Timur (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), melibatkan Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk melakukan penyuluhan guna mempercepat penurunan stunting.
"Kami mengerahkan 3.063 TPK untuk melakukan penyuluhan dalam mempercepat penurunan stunting, dengan insentif untuk melakukan pendampingan dengan intensif," kata Kepala Penyuluhan dan Penggerakan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur Nurhidayati di Lombok Timur, Kamis.
Dengan adanya pendampingan oleh TPK, lanjutnya, diharapkan tidak ada yang terlewati dalam penanganan kasus stunting, karena tim TPK yang beranggotakan tiga orang per desa, Mereka merupakan tenaga kesehatan, seperti bidan, tenaga gizi, dan tenaga medis, dan mereka akan menaungi 200 Kepala Keluarga (KK).
"Setiap tim, mereka langsung berkoordinasi dengan tim PKK dan kader setempat," katanya.
Baca juga: Sebanyak 40 desa di Lombok Tengah jadi lokus stunting
Selain insentif bulanan, anggota TPK juga mendapat tambahan penghasilan dari kegiatan tertentu, seperti saat penyaluran Makanan Bergizi Gratis (MBG) ke 3B (Bumil, Busui dan Batita).
Sasaran pendampingan TPK ini, menurut Nurhidayah, mencakup kelompok rentan, yaitu Calon Pengantin (Catin), Pasangan Usia Subur (PUS), keluarga dengan ibu hamil (bumil), bayi di bawah dua tahun (baduta), dan ibu pasca-persalinan. Prioritas juga diberikan kepada keluarga dengan ekonomi tidak mampu, sanitasi buruk, lingkungan tidak sehat, dan keluarga miskin ekstrem.
"Tugas pendampingan dimulai dari keluarga dan pendampingan dilakukan berkelanjutan sangat krusial. Kalau intervensi hanya pemberian tanpa pendampingan, maka tidak akan tuntas," katanya.
Selain itu pihaknya juga berharap peran ayah dalam pencegahan stunting melalui Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), karena keterlibatan ayah dalam hal pengasuhan masih rendah hanya 20 persen.
"Peran ayah kurang sehingga banyak stunting. Kalau semua tahu kebutuhan makanan bayi dan ada fungsi pemantauan dari orang tua, khususnya ayah, ini tidak akan ada kasus stunting," katanya.
Baca juga: Lombok Tengah luncurkan program ayam petelur turunkan stunting
Dengan sinergi antara TPK, tenaga kesehatan seperti bidan di desa, dan partisipasi aktif keluarga khususnya ayah, pihaknya berharap tidak ada lagi alasan untuk terjadinya stunting di Lombok Timur.
"Keberhasilan program ini diharapkan dapat memutus mata rantai masalah gizi kronis yang dipengaruhi oleh faktor pola asuh, penyakit infeksi berulang dan keberagaman makanan yang tidak sesuai kebutuhan anak," katanya.
Sebelumnya Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (BKKBN) Provinsi NTB Lalu Makripuddin mengatakan Lombok Timur dan Lombok Utara masih berada pada zona merah stunting dengan prevalensi masing-masing sekitar 32 persen dan 35 persen.
"Lombok Timur angkanya sekitar 32 persen dan Lombok Utara angkanya itu sekitar 35 persen,” jelasnya.
Makripuddin menyampaikan kedua daerah menjadi fokus utama berbagai program percepatan penurunan stunting. “TP PKK juga akan fokus di dua daerah itu. Demikian juga LSM yang menjadi orang tua asuh akan lebih fokus di dua daerah tersebut,” katanya.
Baca juga: Program Genting turunkan stunting di Lombok Tengah
Baca juga: Lombok Tengah perkuat komitmen dalam penurunan stunting
Baca juga: Cegah stunting, Warga Lombok Tengah diedukasi gemar makan ikan
