Mataram (ANTARA) - Lonjakan arus penerbangan pada libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 menegaskan peran bandara yang kian strategis dalam sistem pelayanan publik.
Bandara tidak lagi sekadar gerbang wisata, melainkan simpul mobilitas yang menentukan kualitas pengalaman masyarakat, efektivitas konektivitas, serta wajah tata kelola transportasi udara di daerah kepulauan.
Di Nusa Tenggara Barat (NTB), peningkatan arus penerbangan hingga 35 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya mencerminkan perubahan pola mobilitas yang signifikan.
Dengan lebih dari 700 penerbangan dan puluhan ribu penumpang, bandara menjadi ruang pertemuan berbagai kepentingan: wisatawan, pelajar, pekerja, pelaku usaha, hingga warga yang memanfaatkan libur panjang untuk kebutuhan sosial dan keluarga.
Lonjakan ini tidak berdiri sendiri. Ia berjalan seiring dengan ekspansi konektivitas melalui pembukaan rute-rute baru dan penambahan frekuensi penerbangan.
Dari sudut pandang pembangunan, kebijakan ini patut diapresiasi karena memangkas jarak, memperluas pilihan transportasi, dan memperkuat posisi daerah dalam jejaring ekonomi nasional. Namun, konektivitas yang meningkat juga membawa konsekuensi yang harus dikelola dengan cermat.
Pertumbuhan jumlah penerbangan yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan penumpang menunjukkan adanya strategi kehati-hatian dari maskapai dan pengelola bandara.
Tingkat keterisian kursi yang relatif moderat menandakan upaya menjaga stabilitas layanan di tengah risiko cuaca dan kepadatan.
Meski demikian, jam-jam sibuk yang terkonsentrasi pada pagi dan sore hari tetap menjadi titik rawan. Kepadatan di terminal, antrean bagasi, dan kemacetan akses darat berpotensi menurunkan kenyamanan jika tidak ditangani secara terintegrasi.
Fenomena ini menegaskan bahwa pengelolaan arus penerbangan tidak bisa dilihat secara sektoral. Bandara terhubung langsung dengan sistem transportasi darat, manajemen waktu, kesiapan sumber daya manusia, serta kualitas komunikasi publik. Sedikit gangguan pada satu titik dapat berdampak berantai pada keseluruhan sistem.
Pembukaan rute-rute baru menuju berbagai kota di Jawa dan kawasan timur Indonesia memperkuat posisi Bandara Lombok sebagai hub regional.
Namun, di balik peluang tersebut, tersimpan risiko kepadatan struktural jika penambahan penerbangan tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas layanan, penataan alur penumpang, serta penguatan transportasi lanjutan. Bandara yang tumbuh cepat tanpa kesiapan sistemik berpotensi menjadi sumber keluhan, bukan kebanggaan.
Penurunan volume kargo udara di tengah lonjakan penumpang juga patut dicermati. Ketimpangan ini menunjukkan bandara semakin bertumpu pada mobilitas manusia, sementara fungsi logistik belum sepenuhnya pulih. Padahal, keseimbangan antara layanan penumpang dan kargo menjadi salah satu penopang keberlanjutan ekonomi bandara dalam jangka panjang.
Aspek keamanan dan keselamatan selama periode libur panjang menunjukkan keseriusan negara dalam menjaga simpul transportasi strategis. Pengamanan terpadu dan pemeriksaan ketat menjadi fondasi penting.
Namun, pengalaman penumpang tidak hanya ditentukan oleh rasa aman, melainkan juga oleh kejelasan informasi, ketepatan waktu, kemudahan akses, dan sikap pelayanan yang empatik.
Arus penerbangan akhir tahun seharusnya dibaca sebagai sinyal jangka panjang. Mobilitas udara di NTB akan terus meningkat seiring pertumbuhan pariwisata, ekonomi, dan integrasi wilayah.
Karena itu, kebijakan tidak boleh berhenti pada penambahan rute dan frekuensi, tetapi harus bergerak ke penataan berkelanjutan.
Pengaturan jam sibuk, optimalisasi layanan digital, integrasi transportasi darat, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi agenda yang tidak bisa ditunda. Bandara perlu diposisikan sebagai ruang publik yang manusiawi, tertib, dan ramah bagi semua lapisan masyarakat.
Langit yang semakin padat tidak harus berujung pada kekacauan. Dengan perencanaan matang, koordinasi lintas sektor, dan orientasi kuat pada pelayanan publik, lonjakan penerbangan justru dapat menjadi bukti bahwa pertumbuhan dikelola dengan bijak.
Tantangannya kini adalah memastikan bahwa arus besar ini diikuti pembenahan sistemik, bukan sekadar menjadi cerita musiman yang terulang setiap akhir tahun.
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Libur panjang, Pelayanan publik NTB dipertaruhkan
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Jejak liburan dan janji wisata NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - NTB dan ujian upah layak
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Ujian meritokrasi dalam pemilihan Sekda NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menata agromaritim NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menata kemandirian listrik NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Kampung nelayan NTB: Antara proyek dan keberpihakan
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Surfing NTB: Lebih dari sekadar event
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Ketika hutan Sumbawa tak lagi terjaga