Kades Kuta Mandalika pempraperadilankan Polres Lombok Tengah

id Kepala Desa Kuta,Polres Lombok Tengah,Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika

Kades Kuta Mandalika pempraperadilankan Polres Lombok Tengah

Puluhan warga Desa Kuta menghadiri sidang praperadilan Polres Lombok Tengah, di Pengadilan Negeri Praya, Kabupaten Lombok Tengah, NTB, Senin (25/11/2019). ANTARA/Awaludin

Mataram (ANTARA) - Kepala Desa Kuta, Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Mirate, mempraperadilankan Kepolisian Resor Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, yang telah menetapkan status tersangka atas dugaan pemalsuan dokumen sporadik tanah dalam Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika.

"Kami sudah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Praya, dan hari ini proses persidangan dimulai," kata Kaswadi, selaku penasihat hukum Kepala Desa Kuta, Mirate, dan Sulaiman, di sela persidangan yang digelar Pengadilan Negeri Praya, di Kabupaten Lombok Tengah, Senin.

Ia menjelaskan tiga alasan mengajukan permohonan praperadilan, yakni Polres Lombok Tengah selaku termohon tidak memiliki bukti permulaan yang cukup untuk membuktikan adanya tindak pidana pemalsuan surat yang disangkakan terhadap Kepala Desa Kuta, Mirate.

Alasan kedua adalah objek yang menjadi sumber penetapan tersangka sedang diuji perdata di Pengadilan Tata Usaha Negeri Mataram saat ini.

Alasan ketiga, lanjut Kaswadi, dalam penetapan tersangka dan penahanan yang dilakukan oleh Polres Lombok Tengah tidak sesuai prosedural. Contohnya pada saat penyidikan termohon tidak menyampaikan SPDP yang wajib disampaikan pada pihak yang dijadikan tersangka.

Polres Lombok Tengah menetapkan status tersangka dan melakukan penahanan tanpa melakukan gelar perkara sesuai Peraturan Kapolri.

"Kami melihat penetapan status tersangka dan penahanan klien kami tendensius dan tergolong kriminalisasi. Itu dilarang dalam Peraturan Kapolri. Itu sebagai bentuk kecerobohan dan ketidakhati-hatian dalam menetapkan status tersangka dan penahanan," ujarnya.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah, AKP Rafles P Girsang, dihubungi terpisah membantah adanya tindakan kriminalisasi dalam penanganan kasus dugaan pemalsuan surat tanah tersebut.

"Kalau kita paksakan itu tidak, karena dua alat bukti sudah ada. Ada data-data terkait sporadik, register desa dan saksi yang diperiksa mengatakan tanah itu sudah ada sertifikat hak milik, serta minta keterangan ahli dari Badan Pertanahan Nasional bahwa tanah itu sudah ada sertifikat hak milik. Jadi dua alat bukti sudah kami teliti," tuturnya.

Rafles juga membantah bahwa tindakan penyidik dalam menetapkan status tersangka di luar mekanisme yang berlaku.

"Kami sudah ada mekanisme semua bagaimana alat bukti dan penahanan. Nanti kita lihat di pengadilan," ucapnya menegaskan.

Ia juga menegaskan bahwa upaya praperadilan yang dilakukan oleh kedua tersangka merupakan hak setiap warga negara, sehingga pihaknya menyerahkan sepenuhnya masalah tersebut ke pengadilan.

"Hak dari pada tersangka melakukan uji terhadap hasil penyidikan kami. Kemarin katanya karena penahanan tidak sah," ujar Rafles.

Kepala Desa Kuta, Mirate, dan salah seorang warga bernama Mirate ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Lombok Tengah sejak 1 November 2019.

Mirate bersama seorang warga bernama Sulaiman, ditahan karena kasus dugaan pemalsuan dokumen sporadik tanah di atas sertifikat hak milik yang berlokasi di Serenting, Dusun Ebunut, Desa Kuta, yang masuk dalam Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika.