Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, segera menjual sampah organik terutama sampah daun hasil menyapu para petugas pada sejumlah jalan protokol di Mataram untuk dijadikan bahan bakar pembangkit listrik.
"Sampah daun hasil menyapu itu akan kami jual ke Tempat Pembuangan Akhir Regional (TPAR) Kebon Kongok Provinsi NTB, untuk dijual kembali ke PT PLN Persero sebagai bahan bakar pembangkit listrik," kata Kepala Bidang (Kabid) Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Vidi Partisan Yuris Gamanjaya, di Mataram, Rabu.
Untuk menjual sampah daun ke TPAR tersebut, DLH Kota Mataram segera melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau MoU dengan Pemerintah Provinsi NTB selaku penanggung jawab TPAR, sebab TPAR sudah ada MoU dengan PLN terkait program itu sejak tahun 2022.
Tapi untuk harganya, sejauh ini belum ditetapkan. Namun, lanjut Vidi, berdasarkan dari informasi disebutkan dalam MoU Pemerintah Provinsi NTB dengan PLN harganya ditetapkan Rp400 ribu per ton. "Harapan kita, sampah daun yang dijual ke TPAR bisa Rp200 ribu per ton. Jadi kita TPAR juga dapat untung Rp200 ribu, sehingga tidak ada yang dirugikan," katanya.
Sebenarnya, kata Vidi, untuk penjualan sampah daun ini, DLH ingin menjual langsung ke PT PLN, namun harus ada MoU lagi, dan volume sampah yang dibutuhkan PLN tidak bisa dipenuhi sendiri oleh Kota Mataram. "Produksi sampah daun hasil menyapu di Mataram dalam satu minggu sekitar 1-2 ton, sementara PLN membutuhkan puluhan ton," katanya.
Baca juga: DLH Mataram menargetkan 30 ton sampah dikelola jadi pakan maggot
Baca juga: Desa Adat Buleleng kampanyekan pakai "eco enzym"
Karena itulah, DLH Kota Mataram memilih untuk menjual sampah daun yang dihasilkan ke TPAR dan TPAR bisa menjual ke PLN secara kolektif sesuai dengan kebutuhan.
Sementara hasil penjualan sampah daun dari Kota Mataram, akan dialihkan langsung untuk mengurangi biaya jasa pelayanan dan dampak negatif (JPDN) di TPAR. "Setahun kami membayar biaya JPDN itu sebesar Rp1,7 miliar. Tapi dengan adanya penjualan sampah daun, bisa mengurangi pengeluaran biaya retribusi dari daerah," katanya.
"Sampah daun hasil menyapu itu akan kami jual ke Tempat Pembuangan Akhir Regional (TPAR) Kebon Kongok Provinsi NTB, untuk dijual kembali ke PT PLN Persero sebagai bahan bakar pembangkit listrik," kata Kepala Bidang (Kabid) Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Vidi Partisan Yuris Gamanjaya, di Mataram, Rabu.
Untuk menjual sampah daun ke TPAR tersebut, DLH Kota Mataram segera melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau MoU dengan Pemerintah Provinsi NTB selaku penanggung jawab TPAR, sebab TPAR sudah ada MoU dengan PLN terkait program itu sejak tahun 2022.
Tapi untuk harganya, sejauh ini belum ditetapkan. Namun, lanjut Vidi, berdasarkan dari informasi disebutkan dalam MoU Pemerintah Provinsi NTB dengan PLN harganya ditetapkan Rp400 ribu per ton. "Harapan kita, sampah daun yang dijual ke TPAR bisa Rp200 ribu per ton. Jadi kita TPAR juga dapat untung Rp200 ribu, sehingga tidak ada yang dirugikan," katanya.
Sebenarnya, kata Vidi, untuk penjualan sampah daun ini, DLH ingin menjual langsung ke PT PLN, namun harus ada MoU lagi, dan volume sampah yang dibutuhkan PLN tidak bisa dipenuhi sendiri oleh Kota Mataram. "Produksi sampah daun hasil menyapu di Mataram dalam satu minggu sekitar 1-2 ton, sementara PLN membutuhkan puluhan ton," katanya.
Baca juga: DLH Mataram menargetkan 30 ton sampah dikelola jadi pakan maggot
Baca juga: Desa Adat Buleleng kampanyekan pakai "eco enzym"
Karena itulah, DLH Kota Mataram memilih untuk menjual sampah daun yang dihasilkan ke TPAR dan TPAR bisa menjual ke PLN secara kolektif sesuai dengan kebutuhan.
Sementara hasil penjualan sampah daun dari Kota Mataram, akan dialihkan langsung untuk mengurangi biaya jasa pelayanan dan dampak negatif (JPDN) di TPAR. "Setahun kami membayar biaya JPDN itu sebesar Rp1,7 miliar. Tapi dengan adanya penjualan sampah daun, bisa mengurangi pengeluaran biaya retribusi dari daerah," katanya.