Mataram (Antara NTB) - Dinas Perkebunan Nusa Tenggara Barat ingin menjadikan Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu, sebagai sentra gula merah dari tebu karena sudah ada kelompok tani yang menjadi embrionya.
Kepala Bidang Pengembangan Usaha Dinas Perkebunan Nusa Tenggara Barat (NTB) Retty Wimartini di Mataram, mengatakan pihaknya saat ini memberdayakan dua kelompok tani di Kecamatan Pekat, memproduksi gula merah dari bahan baku tebu yang sudah relatif banyak ditanam di daerah itu.
"Kami memfasilitasi pengolahan tebu menjadi gula merah dan ini menjadi hal baru di Dinas Perkebunan dan mungkin satu-satunya di NTB," katanya.
Ia menyebutkan, dua kelompok petani tebu yang diberdayakan adalah Kelompok Tani Cempaka Sari, Desa Sori Nomo, Kelompok Tani Mandiri Bersama, Desa Nanga Kara, Kecamatan Pekat, Dompu. Masing-masing kelompok memiliki anggota 25 orang.
Paket bantuan yang diberikan berupa peralatan pengolahan tebu menjadi gula merah seperti mesin penggiling atau pemeras air tebu, wajan dan ember serta alat pencetak.
Bantuan lainnya, kata Retty, berupa pembangunan rumah produksi berukuran 12 x 6 meter untuk masing-masing kelompok tani.
"Dana bantuan untuk pengadaan alat pengolahan mencapai Rp145 juta dan pembangunan rumah produksi Rp130 juta," ujarnya.
Menurut dia, alasan memberdayakan dua kelompok tani tersebut karena mereka sudah lama memproduksi gula merah dari bahan baku tebu, namun prosesnya masih sangat tradisional.
Dengan adanya bantuan peralatan dan rumah produksi serta bimbingan petugas, diharapkan proses pembuatan gula merah menjadi lebih maju dan volume produksi bisa lebih banyak.
Pemberdayaan petani tebu tersebut, lanjut Retty, juga didasarkan pada pasar gula merah dari tebu yang masih cukup bagus meskipun harga mencapai Rp20 ribu per kilogram. Selama ini, para petani kewalahan memenuhi permintaan konsumen di Kabupaten Dompu.
"Di sekitar Kecamatan Pekat saja masih belum terpenuhi karena produksi yang terbatas, apalagi mau memenuhi permintaan pasar di daerah lain," katanya.
Disbun NTB, kata dia, terus mengembangkan tanaman tebu, khususnya di Kecamatan Pekat, Dompu, tidak hanya sebagai bahan baku gula merah, tetapi juga untuk kebutuhan bahan baku pabrik gula pasir.
Pabrik gula pasir yang dibangun sejak 2015 di Kecamatan Pekat, merupakan milik PT Sukses Mantap Sejahtera (SMS).
Pabrik itu rencananya memproduksi gula pasir sebanyak 750 ribu ton per tahun dengan memanfaatkan tebu hasil produksi petani mitra pada lahan inti seluas 6.087 hektare (ha) yang diberikan pemerintah daerah dengan status hak guna usaha (HGU).
Seluas 2.000 ha lahan yang sudah ditanami tebu sejak 2014, terdiri atas 1.000 ha yang dikawal pemerintah daerah dan 1.000 ha oleh PT SMS.
Selanjutnya pada 2015, luas lahan yang dikawal pemerintah bertambah sebanyak 3.087 ha, dan PT SMS 1.000 ha, sehingga total mencapai 6.087 ha.
"Jadi Kecamatan Pekat tidak hanya menjadi sentra produksi gula pasir, tapi juga kita arahkan menjadi sentra gula merah berbahan baku tebu karena petani sudah termotivasi menanam tebu," ujarnya. (*)
Kepala Bidang Pengembangan Usaha Dinas Perkebunan Nusa Tenggara Barat (NTB) Retty Wimartini di Mataram, mengatakan pihaknya saat ini memberdayakan dua kelompok tani di Kecamatan Pekat, memproduksi gula merah dari bahan baku tebu yang sudah relatif banyak ditanam di daerah itu.
"Kami memfasilitasi pengolahan tebu menjadi gula merah dan ini menjadi hal baru di Dinas Perkebunan dan mungkin satu-satunya di NTB," katanya.
Ia menyebutkan, dua kelompok petani tebu yang diberdayakan adalah Kelompok Tani Cempaka Sari, Desa Sori Nomo, Kelompok Tani Mandiri Bersama, Desa Nanga Kara, Kecamatan Pekat, Dompu. Masing-masing kelompok memiliki anggota 25 orang.
Paket bantuan yang diberikan berupa peralatan pengolahan tebu menjadi gula merah seperti mesin penggiling atau pemeras air tebu, wajan dan ember serta alat pencetak.
Bantuan lainnya, kata Retty, berupa pembangunan rumah produksi berukuran 12 x 6 meter untuk masing-masing kelompok tani.
"Dana bantuan untuk pengadaan alat pengolahan mencapai Rp145 juta dan pembangunan rumah produksi Rp130 juta," ujarnya.
Menurut dia, alasan memberdayakan dua kelompok tani tersebut karena mereka sudah lama memproduksi gula merah dari bahan baku tebu, namun prosesnya masih sangat tradisional.
Dengan adanya bantuan peralatan dan rumah produksi serta bimbingan petugas, diharapkan proses pembuatan gula merah menjadi lebih maju dan volume produksi bisa lebih banyak.
Pemberdayaan petani tebu tersebut, lanjut Retty, juga didasarkan pada pasar gula merah dari tebu yang masih cukup bagus meskipun harga mencapai Rp20 ribu per kilogram. Selama ini, para petani kewalahan memenuhi permintaan konsumen di Kabupaten Dompu.
"Di sekitar Kecamatan Pekat saja masih belum terpenuhi karena produksi yang terbatas, apalagi mau memenuhi permintaan pasar di daerah lain," katanya.
Disbun NTB, kata dia, terus mengembangkan tanaman tebu, khususnya di Kecamatan Pekat, Dompu, tidak hanya sebagai bahan baku gula merah, tetapi juga untuk kebutuhan bahan baku pabrik gula pasir.
Pabrik gula pasir yang dibangun sejak 2015 di Kecamatan Pekat, merupakan milik PT Sukses Mantap Sejahtera (SMS).
Pabrik itu rencananya memproduksi gula pasir sebanyak 750 ribu ton per tahun dengan memanfaatkan tebu hasil produksi petani mitra pada lahan inti seluas 6.087 hektare (ha) yang diberikan pemerintah daerah dengan status hak guna usaha (HGU).
Seluas 2.000 ha lahan yang sudah ditanami tebu sejak 2014, terdiri atas 1.000 ha yang dikawal pemerintah daerah dan 1.000 ha oleh PT SMS.
Selanjutnya pada 2015, luas lahan yang dikawal pemerintah bertambah sebanyak 3.087 ha, dan PT SMS 1.000 ha, sehingga total mencapai 6.087 ha.
"Jadi Kecamatan Pekat tidak hanya menjadi sentra produksi gula pasir, tapi juga kita arahkan menjadi sentra gula merah berbahan baku tebu karena petani sudah termotivasi menanam tebu," ujarnya. (*)