Jakarta (Antara NTB) - Bank Indonesia memberi perhatian terhadap "Non Performing Loan" (NPL) atau rasio kredit bermasalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Nusa Tenggara Barat yang sudah diatas ketentuan sebesar 5 persen.

"Masalah pengawasan BPR secara mikroprudensial memang ada di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun kami akan melihat dampaknya terhadap perekonomian di daerah tersebut (NTB)," kata Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Linda Maulidina Hakim, di Jakarta, Selasa (21/11).

Hal itu dikatakan usai memberikan materi tentang penerapan kebijakan makroprudensial melalui pengaturan "loan to value" pada pelatihan 580 wartawan daerah yang digelar Bank Indonesia.

Ia mengatakan di dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dijelaskan bahwa Bank Indonesia bertugas melakukan pengaturan dan pengawasan makro prudensial sejak 31 Desember 2013.

Artinya, Bank Indonesia bertugas memonitor pengaruh tingginya NPL perbankan yang tergolong sistemik atau menimbulkan kerugian ekonomi yang besar di sektor keuangan.

Sedangkan fungsi pengaturan dan pengawasan bank secara mikro dan makro dilakukan oleh OJK.

Oleh sebab itu, pihaknya tetap bisa memberikan masukan kepada OJK terkait dengan masalah rasio kredit bermasalah BPR di NTB, yang tergolong sangat tinggi.

"Masukan yang dapat kami berikan kepada OJK, lebih banyak semacam peringatan. Apabila ada dampak ssitemik pada regional tertentu maka kami koordinasi dengan OJK, Lembaga Penjamin Simpanan dan Kementerian Keuangan," ucap Linda.

OJK NTB mencatat nilai kredit macet BPR di NTB pada 2016 sebesar 9,75 persen atau senilai Rp112 miliar. Angka tersebut membesar menjadi 11,71 persen atau senilai Rp145 miliar pada posisi Juni 2017.

Makin bertambahnya nilai kredit bermasalah BPR di NTB, salah satunya disebabkan kurangnya prinsip kehati-hatian dalam menyetujui permohonan pinjaman.

Dari 32 BPR yang ada di NTB, ada tiga bank yang perlu mendapatkan perhatian serius karena nilai kredit macetnya relatif besar, yakni di atas ketentuan otoritas sebesar 5 persen.

OJK NTB sendiri terus berkoordinasi dengan seluruh perbankan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit dan memberikan pendampingan terhadap debiturnya, terutama sektor produktif agar usahanya bisa berjalan lancar.  (*)

Pewarta :
Editor : Awaludin
Copyright © ANTARA 2024