Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengusulkan revisi perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) kepada Tim Pengawas DPR RI.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, mengatakan meskipun NTB merupakan provinsi yang tidak sebesar provinsi lainnya, namun daerah ini adalah pengirim PMI terbanyak keempat di seluruh Indonesia.

"Berdasarkan data 15 tahun terakhir, jumlah penempatan PMI NTB di luar negeri mencapai 589.023 orang yang tersebar di 108 negara penempatan," ujar Aryadi saat menerima kunjungan kerja 8 orang Timwas PPMI DPR RI di Mataram, Selasa.

Kunjungan kerja Timwas DPR RI ini ke NTB dimaksudkan untuk memperoleh informasi terbaru terkait dengan penempatan maupun pelindungan PMI, mengetahui implementasi UU PPMI, serta upaya pelindungan terhadap PMI yang telah dilakukan oleh NTB.

Aryadi mengakui selama pandemi COVID-19, banyak negara penempatan tidak menerima PMI. Namun, pada 2021, terdapat 800 penempatan dan jumlah tersebut meningkat menjadi 7.500 pada 2022. Pada 2023, pengiriman PMI sudah berjalan normal dengan sekitar 27.700 penempatan di 18 negara. Negara tujuan paling favorit antara lain Malaysia, Taiwan, Hongkong, dan Jepang.

"Sebagai lumbung PMI, tentu saja banyak permasalahan yang terjadi. Oleh karena itu, sejak 2021, Pemprov NTB meluncurkan program Zero Unprosedural PMI," ujarnya.

Program Zero Unprosedural PMI merupakan upaya untuk meminimalisir kasus PMI dan memberantas mafia PMI. Pemprov NTB bekerja sama dengan BP3MI NTB dan berbagai pihak terkait untuk mencapai tujuan ini.

Banyak kasus PMI non-prosedural yang ditangani berawal dari tidak sesuainya informasi yang disampaikan ke masyarakat. Sebagai contoh, Aryadi mengungkapkan bahwa Direktur Cabang PT PSM telah divonis 8 tahun penjara dan didenda Rp300 juta karena penyalahgunaan job order dan izin rekrut, yang menimbulkan banyak korban di masyarakat.

"Ini pertama kalinya dalam sejarah Disnakertrans menjadi saksi ahli di persidangan yang menindak perusahaan dan perorangan sebagai tindak pidana berat. Kasus ini perlu disosialisasikan agar perusahaan lain dapat mengambil pelajaran," tegas Aryadi.

Oleh karena untuk meningkatkan perlindungan PMI, pihaknya lebih giat melakukan edukasi, diseminasi, dan sosialisasi tentang permasalahan CPMI sejak tahun 2021.

Aryadi mengungkapkan kolaborasi daerah dan pusat serta antar instansi dan masyarakat sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah PMI. Kebijakan yang telah dilakukan NTB antara lain mewajibkan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) memiliki kantor cabang di NTB agar bisa dilacak dan dipantau oleh dinas setempat.

Untuk itu sebagai upaya meningkatkan perlindungan PMI, pihaknya mengajukan beberapa usulan penting. Pertama, agar dana pelatihan dapat dilimpahkan ke daerah untuk dikelola sebagai dana dekonsentrasi. Selanjutnya, menekankan pentingnya transisi dari UU Nomor 39 Tahun 2004 ke UU Nomor 18 Tahun 2017, dengan mewajibkan P3MI menyiapkan petugas pengantar kerja yang bersertifikasi.

Selain itu, Aryadi juga menyoroti perlunya kewenangan provinsi dalam penerbitan ID CPMI melalui sistem SiapKerja.com. Hal ini diharapkan dapat mempermudah CPMI lintas kabupaten/kota sehingga tidak perlu ke Disnakertrans asal. Pihaknya juga mengusulkan agar pemerintah desa disiapkan anggaran perlindungan CPMI yang bersumber dari pusat atau Kementerian Desa, terutama untuk pos pelayanan pemberangkatan CPMI, pemulangan PMI, dan penyebaran informasi peluang kerja PMI.

Sebagai bagian dari penegakan hukum, Aryadi menekankan bahwa kasus-kasus TPPO harus ditangani dengan serius, dan sanksi yang lebih berat perlu diterapkan sesuai UU Nomor 18 Tahun 2017. Pihaknya juga berupaya membuka akses ke P3MI mengenai job order penempatan dan menginformasikan-nya ke desa, serta mengingatkan kepala desa agar tidak asal memberikan surat rekomendasi.

Ia menegaskan bahwa kolaborasi antar instansi dan masyarakat sangat penting dalam menyelesaikan masalah PMI.

"Kami akan terus berusaha meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan semua pihak terkait demi kesejahteraan PMI," ucap Aryadi.

Selain program pelindungan terhadap PMI, sejak tahun 2021, pihaknya juga mengintensifkan program pemberdayaan PMI purna dan keluarganya melalui inovasi Pepadu Plus. Program ini melibatkan penguatan skill atau manajemen produktivitas wirausaha untuk para tenaga kerja mandiri (TKM), sehingga mereka dapat mengembangkan usaha ekonomi produktif sesuai dengan potensi yang tersedia di desa.

"Selama ini, banyak PMI yang bekerja ke luar negeri menggunakan gajinya untuk hal-hal konsumtif. Ketika kembali ke kampung halaman, mereka sering kesulitan finansial karena tidak lagi memiliki pekerjaan dan penghasilan," ujarnya.

Baca juga: BPPD NTB minta pemerintah tekan tingginya harga tiket pesawat
Baca juga: Tim pemenangan dan relawan Iqbal-Dinda siap hadapi Pilkada NTB 2024

Oleh karena itu, pihaknya bersama BP3MI NTB berupaya membantu mereka membangun usaha secara legal, memberikan akses pasar dan permodalan, serta pendampingan yang berkelanjutan.

"Setiap hari, para PMI asal NTB mengirim dana remitansi ke kampung halaman melalui beragam instrumen keuangan. Pada Januari 2024 saja, dana remitansi yang masuk ke NTB sebesar Rp22,3 miliar. Jadi PMI ini benar-benar pahlawan devisa yang harus kita lindungi," katanya.

Pewarta : Nur Imansyah
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024