Pembangunan huntara nelayan Kota Mataram rampung

id huntara,mataram,nelayan

Pembangunan huntara nelayan Kota Mataram rampung

Dokumen: aktivitas nelayan di areal hunian sementara (huntara) di Kelurahan Bintaro, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram. (Foto: ANTARA News/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyebutkan, proses pembangunan fisik hunian sementara (huntara) bagi nelayan di Keluarahan Bintaro, Kecamatan Ampenan, sudah rampung 100 persen.

"Untuk bangunan fisiknya, sudah rampung 100 persen. Sekarang tinggal 'finishing' saja," kata Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Mataram HM Kemal Islam di Mataram, Selasa.

Dikatakannya proses perampungan bangunan fisik huntara ini melampaui target yang ditetapkan yakni pada akhir bulan Januari 2020. Hal itu terjadi karena berbagai kendala di lapangan termasuk faktor cuaca.

"Tetapi, Alhamdulillah kini bangunan fisik huntara telah rampung dan nelayan sudah mulai menempati huntara. Tenda-tenda pengungsian sementara sudah kita bongkar," katanya.

Dengan melihat kondisi cuaca akhir-akhir ini, nelayan memang harus segera menempati huntara dan meninggalkan tenda pengungsian agar tidak terendam air saat terjadi hujan.

"Penyelesaian fasilitas pendukung huntara sambil jalan, yang penting nelayan bisa menempati huntara dulu," katanya.

Kemal mengatakan, beberapa tahapan "finishing" yang akan dikerjakan antara lain, pengecatan bangunan huntara agar warga bisa tinggal lebih nyaman. Kemudian, pembuatan fasilitas toilet, dapur, listrik dan penyambungan air bersih.

Untuk kebutuhan listrik, pihaknya sudah berkoordinasi dengan PLN dan menyatakan segara akan melakukan penyambungan. Harapannya, satu kamar bisa mendapatkan satu meteran listrik.

"Begitu juga untuk kebutuhan air bersih, kami segera berkoordinasi dengan PDAM Giri Menang Mataram, sehingga nelayan bisa mendapatkan suplai air bersih. Selama ini, air bersih kita distribusikan setiap hari," katanya.

Dari 83 kepala keluarga nelayan yang terdampak eksekusi lahan di Lingkungan Pondok Perasi, yang tinggal di huntara hanya 50 KK. Sisanya, ada yang masih tetap di Pondok Perasi, dan ada juga yang ikut keluarga.