BACHTIAR CHAMSYAH DIVONIS 20 BULAN PENJARA

id

Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis satu tahun delapan bulan atau 20 bulan penjara kepada mantan Menteri Sosial (Mensos), Bachtiar Chamsyah, terkait kasus pengadaan sarung, sapi, dan mesin jahit di Departemen Sosial periode 2004 - 2006.

Majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rae Suamba di Jakarta (22/3), menjatuhkan hukuman penjara satu tahun delapan bulan dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan.

Bachtiar divonis lantaran melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor.

Hal yang dianggap memberatkan terdakwa, menurut majelis hakim,.yakni adanya persetujuan penunjukan langsung rekanan dalam pengadaan sarung, sapi, hingga mesin jahit. Hal tersebut, ujar majelis hakim, tidak sesuai dengan program pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah.

Majelis hakim juga menilai, hal yang dianggap meringankan terdakwa adalah tidak menikmati uang hasil korupsi tersebut dan bersikap sopan selama persidangan.

Oleh karena itu, majelis hakim menetapkan vonis menjadi setengah lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya menuntut terdakwa tiga tahun atau 36 bulan penjara dan denda Rp100 juta.

Dalam tuntutannya, jaksa sempat menyebutkan bahwa akibat penyalahgunaan wewenang tersebut telah menguntungkan berbagai pihak dan merugikan keuangan negara sekira Rp35,7 miliar.

Sementara itu, dalam kesaksiannya mantan Dirjen Jaminan Bantuan Sosial Kementerian Sosial yang sekarang anggota Komisi II DPR RI, Amrun Daulay, mengakui ada penunjukkan langsung yang diperintahkan Bachtiar Chamsyah selaku menteri kala itu untuk pengadaan sapi impor oleh PT Atmadhira Karya, dan mesin jahit oleh PT Ladang Sutra Indonesia (Lasindo).

Amrun tidak menyebutkan soal pengadaan sarung karena menjadi kewenangan Sekretariat Jenderal (Setjen) Kementerian Sosial.

Amrun dalam kesaksiannya sempat mengaku menerima 1.000 dolar Amerika Serikat (AS) dari Musfar, pemilik atau Direktur PT Ladang Sutra Indonesia (Lasindo) sebagai pinjaman, dan dikembalikan setelah kasus ini merebak. (*)