Mataram, 13/10 (ANTARA) - Sejumlah buruh tani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, mengeluhkan harga beras yang relatif mahal, tidak sebanding dengan pendapatan mereka.
Hamidah, seorang buruh tani dari Lingkungan Montong Are, Kelurahan Mandalika, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram, Kamis, mengaku membeli beras di tingkat pedagang pengecer dengan harga Rp8.000 per kilogram (kg). Harga itu dinilai relatif mahal.
"Harga beras yang relatif mahal itu sudah terjadi sejak dua minggu lalu. Sebelumnya masih di kisaran Rp7.500 per kilogram, bahkan sebelum puasa saya masih bisa membeli dengan harga Rp6.500 per kg," ujarnya ketika ditemui pada saat menanam padi di lahan milik pengusaha keturunan.
Ia mengaku, membeli beras sebanyak dua kilogram per hari dengan harga Rp16.000 per kg, untuk kebutuhan empat orang anggota keluarganya.
"Uang sebesar itu cukup besar nilainya bagi buruh tani seperti saya yang berpenghasilan sebesar Rp30 ribu per hari. Belum untuk membeli lauk-pauk dan kebutuhan lainnya. Mengandalkan gaji suami yang juga buruh tidak cukup. Apalagi anak-anak saya butuh biaya sekolah," ujarnya.
Keluhan senada juga disampaikan Masni rekan Hamidah. Menurut dia, harga beras yang tergolong mahal membuatnya harus berpikir keras bagaimana mengelola pendapatan yang relatif rendah untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya yang berjumlah sebanyak empat orang.
"Hampir sebagian besar pendapatan saya sebagai buruh tani dan buruh pasar habis untuk membeli beras karena itu merupakan kebutuhan pokok. Memang ada beras miskin (raskin) dari pemerintah yang bisa dibeli dengan harga murah, tetapi hanya tiga kg, tidak bisa untuk kebutuhan satu bulan," ujarnya.
Robiyatul, buruh pengangkut pasir asal Desa Penimbung, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, mengaku harus rela bekerja keras untuk mendapatkan uang agar bisa membeli beras yang harganya relatif mahal.
"Satu dump truk pasir upahnya Rp70 ribu, tapi itu dibagi kepada 14 buruh angkut pasir lainnya. Jadi saya dan rekan-rekan masing-masing mendapat Rp5.000. Rata-rata pendapatan sebagai buruh pasir sebesar Rp25 ribu per hari. Tergantung banyak orang yang membeli pasir," ujarnya ketika ditemui saat mengangkut pasir di wilayah lingkar selatan Kota Mataram.
Baharuddin petani yang menyewa lahan di Kelurahan Mandalika, menilai pemerintah belum berpihak kepada para petani apalagi buruh tani yang sama sekali tidak memiliki lahan garapan.
"Sekarang pemerintah memperingati Hari Pangan Sedunia dengan berbagai acara. Sementara petani dan buruh tani harus rela berjemur di bawah terik matahari untuk memproduksi pangan," katanya.
Ramli, pedagang pengumpul di Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat, mengatakan, harga beras sudah mengalami kenaikan sebanyak tiga kali sejak sebelum bulan puasa Ramadhan 1432 Hijriyah.
Saat ini, kata dia, harga beras di tingkat pengumpul mencapai Rp7.800 per kg, sehingga harga di pasar tradisional bisa mencapai Rp8.000 per kg.
"Harga beras kemungkinan akan naik lagi karena stok saat ini terbatas. Apalagi musim panen raya padi masih relatif lama karena sebagian besar petani di Pulau Lombok masih menanam tembakau dan palawija," katanya. (*)