BPK TEMUKAN PERJALANAN DINAS FIKTIF DI LEMBAGA DAN KEMENTERIAN

id

     Jakarta (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya penyimpangan uang negara pada lembaga dan kementerian dalam bentuk perjalanan dinas fiktif.
     Temuan itu disampaikan oleh Ketua BPK, Hadi Poernomo dalam keterangan persnya usai menyampaikan sambutan tentang Penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2012 kepada DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.
     Pada semester I tahun 2012, kerugian negara akibat penyimpangan perjalanan dinas di pemerintah pusat dan daerah sebanyak 259 kasus dengan nilai Rp77 miliar.
     "Dari total kerugian negara tersebut, sebanyak 86 kasus senilai Rp40,13 miliar merupakan perjalanan dinas fiktif dan sebanyak 173 kasus senilai Rp36,87 miliar merupakan perjalanan dinas ganda atau perjalanan dinas yang melebihi standar yang ditetapkan," kata Hadi Poenomo.
     Ketua BPK mengatakan penyimpangan pelaksanaan perjalanan dinas yang selalu berulang antara lain disebabkan pegawai yang melaksanakan perjalanan dinas tidak mematuhi ketentuan pertanggungjawaban perjalanan dinas.
     "Penyebab lainnya adalah pengendalian oleh atasan langsung lemah, pejabat terkait tidak memverifikasi bukti pertanggungjawaban secara memadai, serta terdapat biro perjalanan yang menyediakan tiket palsu, boarding pass palsu dan bill hotel palsu," kata Hadi Poernomo.
     Hadi Poernomo tidak bisa menyebutkan lembaga atau kementerian yang paling tinggi melakukan perjalanan dinas fiktif.
     "Nanti tanya saja kepada bagian humas ya," kata Hadi Poernomo.
     BPK juga menemukan adanya ketidakefektifan dari pelaksanaan E-KTP.
     BPK menemukan bahwa ada program yang tidak efektif dan pelaksanaan E-KTP belum sepenuhnya mematuhi Peraturan Presiden 54 Tahun 2010.
     "BPK menemukan permasalahan antara lain ketidakefektifan sebanyak 16 kasus senilai Rp6,03 miliar, ketidakhematan sebanyak 3 kasus dengan nilai Rp605,84 juta, ketidakpatuhan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara sebanyak 5 kasus senilai Rp36,41 miliar, dan potensi kerugian negara sebanyak 3 kasus dengan nilai 28,90 miliar. Permasalahan itu karena konsorsium E-KTP tidak dapat memenuhi jumlah pencapaian E-KTP tahun 2011 yang telah ditetapkan dalam kontrak," kata Hadi.

(*)