BAKORKAMLA GALI KEARIFAN LOKAL TEKAN POTENSI KONFLIK

id

Mataram, 12/12 (ANTARA) - Badan Koordinasi Keamanan Laut berencana menggali kerarifan lokal dalam rangka menekan potensi konflik pengelolaan wilayah perikanan.
Konsultan Bidang Hukum, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Sukemi H M Yassin, di Mataram, Rabu, mengatakan, konflik pengelolaan wilayah perikanan bisa muncul terutama setelah adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 49 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 49 tahun 2011 tentang Perikanan Tangkap.
"Peraturan Menteri itu bisa menimbulkan konflik antar nelayan karena dalam aturan itu mengatur tentang batas pengelolaan wilayah perikanan provinsi dan kabupaten/kota," katanya pada acara forum discussion group.
Kegiatan yang diikuti oleh 30 nelayan se Pulau Lombok itu, bertujuan agar masyarakat dan pengguna laut mendapatkan solusi dan bisa beraktivitas dengan aman dan selamat, terbebas dari hambatan atau kendala terkait keamanan dan keselamatan di perairan Indonesia.
Sukemi mengatakan, pemerintah provinsi memiliki pengelolaan wilayah perikanan sepanjang enam mil dari garis pantai, sedangkan kabupaten/kota sepanjang empat mil.
Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan itu itu juga memberikan kewenangan kepada daerah dalam hal ini gubernur, bupati dan wali kota untuk mengeluarkan Surat Izin Usaha Penangkapan (SIUP), Surat Izin Kapal Penganghkut Ikan (SIKPI) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), tetapi daerah operasi itu dibatasi sesuai dengan wilayah pengelolaan.
Apabila ada nelayan lintas batas atau nelayan dari kabupaten lain tidak diperbolehkan menangkap ikan ke perairan kabupaten lain tentu akan menimbulkan konflik antarnelayan.
"Kasus ini sudah ada terjadi di Masalembo. Nelayan disana menyandera perahu nelayan dari daerah lain yang menangkap ikan di wilayah perairan mereka," ujarnya.
Menurut dia, konflik yang terkait dengan usaha penangkapan ikan juga pernah terjadi di beberapa daerah lainnya di Indonesia. Bahkan, ada kapal nelayan yang dirampas dan dibakar oleh nelayan yang keberatan wilayah perairannya dimasuk nelayan daerah lain.
Potensi konflik pengelolaan wilayah penangkapan ikan antar nelayan harus dicegah dan tidak boleh dibiarkan berkepanjangan karena bisa mencederai semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Indonesia adalah negara kepulauan dengan laut sebagai pemersatu bangsa. Jangan sampai dicederai hanya karena masalah pengelolaan wilayah penangkapan," ujarnya.
Sukemi memberikan solusi agar pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan untuk bisa duduk bersama dengan para nelayan membahas kesepakatan bersama dalam usaha penangkapan ikan.
Para nelayan juga bisa menerapkan aturan adat atau awig-awig untuk menjaga wilayah perairannya dari para nelayan daerah lain yang menangkap ikan dengan cara yang melanggar hukum dan tanpa surat keterangan dari aparat terkait.
"Tidak hanya masalah batas pengelolaan wilayah perairan, tapi juga adanya kecurigaan jika nelayan daerah lain menangkap ikan menggunakan bom. Nah, solusinya bisa dengan awig-awig," katanya.

(ant)