POLDA TUNGGU IZIN PEMERIKSAAN BUPATI LOMBOK TIMUR

id

     Mataram, 14/12 (ANTARA) - Penyidik Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) tengah menunggu izin Presiden untuk memeriksa Bupati Lombok Timur H M Sukiman Azmy, terkait dugaan penyimpangan dana pengadaan alat kesehatan tahun anggaran 2008 senilai Rp3,78 miliar untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Selong.

     "Masih menunggu izin dari Presiden," kata Kapolda NTB Brigjen Pol Mochamad Iriawan, kepada wartawan di Mataram, Jumat, ketika menjelaskan perkembangan penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan, kedokteran, dan KB di RSUD Selong.

     Polda NTB sudah mengajukan permohonan izin pemeriksaan Sukiman Azmy selaku Bupati Lombok Timur terkait kasus dugaan penyimpangan dana pengadaan alat kesehatan tahun anggaran 2008 untuk RSUD Selong itu, sejak 2011.

      Pengajuan izin pemeriksaan terhadap Sukiman (mantan Dandim Lombok Timur) yang akan diawali sebagai saksi, setelah penyidik Polda NTB melakukan serangkaian pemeriksaan saksi dan sejumlah tersangka.

      Penyidik Polda NTB menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp800 juta dari nilai proyek sesuai kontrak kerja sebesar Rp3,788 miliar. Pagu anggaran pada proyek tersebut sebesar Rp 4,175 miliar.

     Namun, auditor BPKP Perwakilan Denpasar hanya menyebut nilai kerugian negara dalam proyek pengadaan alkes untuk RSUD Selong itu hanya Rp125 juta.  

     Dalam penanganan perkara tersebut, penyidik telah menetapkan Utun Supriya (mantan Direktur RSUD dr Soejono Selong) dan lima orang panitia pengadaan barang dan jasa proyek tersebut sebagai tersangka.

     Utun selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan lima panitia pengadaan barang ternyata melakukan proses penunjukan langsung (PL) proyek tersebut.

     Padahal dalam Keppres No 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, mengharuskan tender bagi proyek dengan nilai diatas Rp50 juta.

     KPA dan panitia pernah dua kali melakukan proses tender tapi gagal, kemudian menggunakan alasan mendesak sehubungan tahun anggaran akan segera berakhir, untuk memilih proses penunjukan langsung.

     Keenam tersangka itu dijerat pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

     Brigjen Iriawan mengakui, berkas perkara untuk keenam tersangka itu pun belum bisa dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena masih harus dilengkapi hasil audit ulang oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Denpasar, sesuai petunjuk kejaksaan.

     Hasil audit ulang itu diperlukan karena penyidik Polda NTB menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp800 juta dari nilai proyek sesuai kontrak kerja sebesar Rp3,788 miliar. Pagu anggaran pada proyek tersebut sebesar Rp 4,175 miliar.

     Namun, auditor BPKP Perwakilan Denpasar hanya menyebut nilai kerugian negara dalam proyek pengadaan alkes untuk RSUD Selong itu hanya Rp125,45 juta.  

     "Sampai saat ini belum ada jawaban dari BPKP Denpasar, bilamana ada jawaban maka akan ditindaklanjuti dengan gelar perkara bersama aparat Kejaksaan Tinggi NTB," ujar Iriawan. (*)