Demokrat: Jangan Jadikan IPM NTB Komoditas Politik

id IPM NTB

"Selama ini kita sering berdebat berkepanjangan soal indeks pembangunan manusia (IPM) NTB yang masih di peringkat bawah secara nasional"
Mataram, (Antara NTB) - Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Nusa Tenggara Barat Muhammad Nashuddin Badri meminta semua pihak untuk tidak menjadikan masalah masih rendahnya indeks pembangunan manusia sebagai komoditas politik.

"Selama ini kita sering berdebat berkepanjangan soal indeks pembangunan manusia (IPM) NTB yang masih di peringkat bawah secara nasional. Fakta ini sebaiknya kita cermati secara seksama dan tidak menjadikannya sebagai wacana politik yang tidak produktif," katanya di Mataram, Senin.

Fraksi Demokrat, kata dia, melihat sejumlah upaya keras telah diikhtiarkan pihak eksekutif untuk melakukan percepatan peningkatan IPM NTB dan hasilnya patut diberikan apresiasi.

Seperti yang disebutkan dalam dokumen Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur NTB tahun 2014, dikatakan bahwa NTB termasuk 10 besar provinsi yang komposit kenaikan indeks IPM-nya terbaik secara nasional.

Artinya, lanjut Nashuddin, telah terjadi sejumlah capaian percepatan dan secara data statistik dapat dibuktikan.

"Begitu pula dengan potret nyata di lapangan. Misalnya menyangkut angka putus sekolah yang mampu ditekan sangat tajam, sehingga penurunan angka putus sekolah pada semua tingkatan pendidikan sudah di atas rata-rata nasional," ujarnya.

Namun, kata dia, di satu sisi kinerja percepatan selama lima sampai enam tahun memang belum meningkatkan IPM NTB.

Oleh sebab itu, semua ikhtiar yang sudah dilakukan harus tetap dijaga dan ditingkatkan, terutama pada hal mendasar, yakni penurunan angka kematian ibu melahirkan dan bayi serta warga buta aksara.

"Kita perlu satu terobosan yang lebih cepat untuk mengatasi kendala struktur dan kultural yang kerap kali mempersulit kita menekan angka kematian ibu melahirkan dan bayi serta menuntaskan warga dari buta aksara," ucap Nashuddin.

Fraksi Demokrat, kata dia, mengajak semua kalangan, baik eksekutif, legislatif masyarakat sipil dan dunia usaha, untuk lebih fokus memperhatikan dan meningkatkan IPM dengan kinerja nyata yang terukur dan berkelanjutan.

Nashuddin juga mengajak semua pihak untuk menghindari perdebatan yang tidak perlu dan memberikan kontribusi jalan keluar.

"Kerja-kerja dan kerja lebih kita butuhkan dari pada menjadikan isu IPM sebagai wacana politik yang tidak produktif," katanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) NTB merilis IPM NTB pada 2013 sebesar 67,73, berada di bawah IPM nasional sebesar 73,81.

"Penyebab masih rendahnya IPM NTB karena masih lemah di sektor kesehatan dan pendidikan masyarakat, sedangkan indikator ekonomi dinilai sudah relatif bagus," kata Kepala BPS NTB Wahyudin.

Posisi IPM NTB saat ini berada di atas Provinsi Papua yang berada di urutan paling rendah di Indonesia, namun NTB berada di bawah Provinsi Papua Barat.

NTB masih kalah dengan Papua Barat dari segi dimensi kesehatan. Sektor ini masih perlu mendapat perhatian karena masyarakat NTB masih ada yang buang air besar sembarangan.

Sementara dari sisi rumah sehat, NTB sudah hampir sama dengan Provinsi Papua Barat. NTB hanya unggul dari sisi pemanfaatan sarana kesehatan dan peran serta rumah tangga terhadap sanitasi lingkungan dibanding dengan Provinsi Papua Barat.

BPS NTB juga menyebut secara absolut, jumlah tenaga medis, perawat dan bidan di daerah ini relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lain, tetapi rasio tenaga kesehatan (per 100.000 jiwa) justru lebih rendah. Artinya NTB masih kekurangan tenaga kesehatan.

Sementara dari dimensi pendidikan, persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang belum pernah sekolah relatif tinggi, sehingga menyumbang angka masyarakat buta huruf.

Demikian juga dengan angka "drop out" atau putus sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas masih relatif tinggi, terutama pada jenjang sekolah dasar. (*)