Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, mengikhtiarkan pembangunan infrastruktur banjir sebagai upaya mitigasi berulangnya kejadian banjir bandang tahun 2006 dan 2016 di Kota Bima.
Penjabat Wali Kota Bima, Mohammad Rum, mengatakan saat penanganan banjir 2016, dirinya menjadi komandan satgas provinsi untuk penanganan banjir di Kota Bima.
"Kejadian banjir dahsyat pada waktu itu teridentifikasi disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya curah hujan ekstrem, rendahnya daya serap tanah akibat kerusakan lingkungan serta adanya momen peningkatan volume air laut berupa banjir rob di saat bersamaan memperparah kondisi saat itu," ujarnya saat diskusi terkait penanganan banjir dalam keterangan tertulis di Mataram, Senin.
Ia menyampaikan gagasan dalam penanganan banjir seperti saat ini adalah sebuah agenda yang sangat positif dalam menunjang ketangguhan Kota Bima dalam menghadapi tantangan serta ancaman banjir di masa yang akan datang.
"Saya sepakat bahwa penanganan banjir memerlukan langkah dan perhatian serius dari semua pihak terutama berkaitan dengan upaya mitigasi dan penanganan pasca-banjir," kata Rum.
Pengalaman kejadian banjir 2016 lalu, Kota Bima seharusnya telah memiliki dokumen kontinjensi bencana sebagai landasan dalam menghadapi kejadian bencana banjir, baik di level mitigasi maupun di level penanganan pasca kejadian seandainya kejadian tersebut berulang
Rum menjelaskan langkah strategis penanganan banjir dapat dilakukan dengan pembangunan terintegrasi dari hulu ke hilir, akan tetapi di tingkat hulu Pemerintah Kota Bima memiliki keterbatasan ruang kerja karena melibatkan otoritas wilayah yang mencakup Kabupaten Bima.
Langkah paling potensial yang dapat di ambil dalam menangani banjir perkotaan adalah perbaikan sistem drainase yang efisien, pembuatan ruang terbuka dan penataan taman kota sebagai area resapan, pembuatan sistem pemantauan dan prediksi cuaca serta early warning sistem untuk mengurangi dampak kerugian apabila banjir menerjang Kota Bima.
Pengaturan tata ruang yang memperhitungkan risiko banjir, pengelolaan sampah yang efisien, pemanfaatan teknologi inovatif seperti penggunaan sistem pompa otomatis dan tanggul pintar untuk banjir rob dan kerja sama pemerintah dengan berbagai lembaga dalam mengintegrasikan riset dan temuan baru penanganan banjir yang dapat diimplementasikan dalam kebijakan publik.
Untuk itulah dokumen kontinjensi bencana harus segera di miliki oleh Kota Bima sebagai acuan dasar dalam penanganan bencana banjir di masa yang akan datang. Dengan harapan implementasi holistik dari kombinasi langkah-langkah tersebut dapat membantu mengurangi resiko dan dampak banjir perkotaan secara signifikan.
Karena itu, dirinya berharap agar pemikiran tentang strategi penanganan banjir yang dihasilkan dapat dituangkan dalam bentuk konsep konkrit yang dapat segera di aplikasikan dalam kebijakan yang bisa ditempuh Pemerintah Kota Bima.
"Bagaimanapun sebuah kebijakan harus lahir dari konsep pemikiran yang matang dan mempertimbangkan berbagai aspek. Kemampuan APBD Kota Bima belum mampu membiayai pembangunan infrastruktur pengendali banjir, maka akan kita upayakan pembiayaan melalui APBD provinsi dan APBN," katanya.
Rum juga menekankan pentingnya perbaikan pola hidup masyarakat dengan terus menyuarakan ikhtiar mendekatkan diri pada Allah melalui upaya memakmurkan masjid sebagai landasan spiritual dalam menghadapi dampak banjir. Karena sejati-nya banjir dapat dilihat sebagai aspek alam atau ujian Allah yang disebabkan oleh rusak-nya moral dan perilaku menyimpang yang secara sadar atau tidak sadar pernah kita lakukan.
"Kita tidak pernah tahu, apakah banjir terjadi karena kesalahan tata kelola lingkungan atau memang dikirim Allah sebagai bentuk teguran agar kita kembali pada kesadaran sebagai manusia yang seharusnya terus istiqomah dalam menjalankan syariat agama," kata Rum.
Baca juga: BPBD Buleleng Bali melakukan mitigasi bencana menjelang musim hujan
Baca juga: Madrasah di Mataram sudah jalankan upaya mitigasi bencana
"Tanpa bermaksud menyederhanakan kompleksitas persoalan banjir, sejarah pernah mencatat bahwa sejati-nya musibah banjir pernah terjadi di masa Nabi Nuh, tidak ada referensi yang menceritakan kerusakan lingkungan seperti gundul-nya hutan, akan tetapi justru yang diriwayatkan adalah gundul-nya moral dan keimanan kaum Nabi Nuh menjadi penyebab turunnya menjadi penyebab turunnya bencana banjir pada saat itu," katanya.*