Badung (ANTARA) - Sosok I Wayan Pande Suana, pengusaha dan penyuplai berbagai produk spa, sabun dan sampo untuk sejumlah hotel di Bali mengaku membutuhkan sumber daya manusia sebagai penanggung jawab dan penyelia produk terkait kebijakan wajib sertifikasi halal.
Suana yang merupakan pemilik usaha berbendera Bungan Jepun di Kabupaten Badung, Bali, Sabtu mengatakan kewajiban sertifikasi halal itu menjadi tantangan baginya di tengah kondisi SDM yang dimiliki.
"Kalau untuk tenaga produksi dan administrasi secara umum itu tidak masalah. Tetapi SDM dengan spesifikasi yang memahami halal ini yang masih kesulitan. Apalagi wajib sertifikasi halal ini akan diberlakukan pada Oktober mendatang," ucapnya saat menerima kunjungan anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika itu.
Menurut pria yang telah membuka usahanya sejak 2010 ini, permintaan produk spa khususnya yang herbal terus meningkat sejalan dengan tumbuhnya kunjungan wisatawan ke Bali.
UD Bungan Jepun selama ini menjadi penyuplai produk untuk spa, hotel, hingga salon. Bungan Jepun menyediakan berbagai peralatan dan produk spa antara lain body scrub, aroma terapi, sampo, sabun, esentia dan sebagainya. "Produk spa itu 'kan kiblatnya ke Bali. Jadi, saya optimis permintaan akan terus meningkat," ujarnya.
Di Bali konsumennya terbanyak dari hotel-hotel di kawasan Nusa Dua, Kuta bahkan hingga ke Kabupaten Buleleng serta sejumlah daerah di Nusantara. Sebelum pandemi COVID-19, bahkan Pande Suana sempat ekspor ke Rusia.
"Kami juga dapat membuatkan kemasan produk sesuai pesanan dan memberi jasa konsultasi terkait peralatan spa," kata Suana asal Tampak Siring, Kabupaten Gianyar itu.
Sementara itu anggota DPD Mangku Pastika mengaku salut dengan usaha yang telah dilakoni pemilik Bungan Jepun yang pintar menangkap peluang dari tingginya permintaan pasar.
Apalagi Bali juga sempat dinobatkan sebagai "The Best Spa Tourism Destination in the World" atau destinasi wisata spa terbaik dunia.
"Apa yang sudah dikerjakan Bungan Jepun ini tidak terlepas dari kreativitas, inovasi dan kerja keras sehingga bisa tumbuh dan memberi manfaat untuk keluarga, karyawan dan nama (baik) Bali," ujar mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Menurut dia, sebenarnya masih banyak produk warisan leluhur yang belum dimanfaatkan dan perlu terus digali. Dengan pemanfaatan tanaman herbal juga turut menyelamatkan alam Bali. "Yang jelas saya bangga kreativitas yang luar biasa dan dirintis orang Bali," katanya.
Terkait dengan kebutuhan SDM, Pastika menyarankan dapat bersinergi dengan perguruan tinggi, lembaga sertifikasi profesi (LSP), pemerintah, maupun pihak terkait lainnya.
Sebelumnya Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Bali I Wayan Ekadina mengatakan Pemerintah Provinsi Bali mengharapkan bisa mendapatkan kekhususan terkait kebijakan wajib sertifikasi halal tersebut.
Baca juga: PIT diprioritaskan untuk pengusaha penangkap ikan
Baca juga: Kalangan pengusaha nilai tak perlu ada tim transisi
"Bali diharapkan bisa mendapatkan kekhususan dan tidak wajib di Oktober 2024," kata Ekadina.
Menurut dia, Pemprov Bali tetap mendukung kebijakan sertifikat halal tersebut, namun disesuaikan dengan potensi yang ada di Bali.
Ekadina menyampaikan untuk mendapatkan sertifikat halal, pada intinya dari proses pembuatan produk, tempat usaha hingga proses pemasaran maupun sejumlah proses lainnya harus sesuai dengan yang ditetapkan.