Mantan Wali Kota Bima divonis tujuh tahun penjara

id sidang putusan, muhammad lutfi, mantan wali kota bima, perkara korupsi kpk, pengadilan mataram

Mantan Wali Kota Bima divonis tujuh tahun penjara

Terdakwa korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkup kerja Pemerintah Kota Bima, Muhammad Lutfi duduk di kursi pesakitan dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Senin (3/6/2024). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram menjatuhkan vonis hukuman tujuh  tahun penjara kepada mantan Wali Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, Muhammad Lutfi dalam perkara korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkup kerja Pemerintah Kota Bima.

"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Lutfi dengan pidana penjara selama tujuh tahun," kata  Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Mataram, Putu Gde Hariadi  saat membacakan amar putusan terdakwa Muhammad Lutfi di Mataram, Senin.

Selain pidana hukuman, majelis yang beranggotakan Hakim karier Agung Prasetyo dan Hakim adhoc tipikor Djoko Soepriyono menjatuhkan pidana denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan pengganti.

Baca juga: Mantan Wali Kota Bima dituntut sembilan tahun enam bulan penjara

Hakim menjatuhkan pidana demikian dengan menyatakan terdakwa dalam masa jabatan sebagai Wali Kota Bima periode 2018-2023 telah terbukti melakukan pemufakatan jahat, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan.

Dalam hal pemufakatan jahat, hakim menerangkan dalam pertimbangan putusan bahwa Muhammad Lutfi melakukan hal tersebut secara bersama-sama dengan Eliya (istri terdakwa), Muhammad Makdis, Muhammad Amin, Iskandar Zulkarnain, Agus Salim, dan Fahad.

"Bahwa terdakwa bersama saksi-saksi telah bersepakat untuk melakukan pengaturan dan menentukan pemenang pekerjaan atau proyek sebelum dilaksanakan proses terhadap pekerjaan pengadaan langsung maupun melalui lelang/tender pekerjaan di dinas-dinas Pemkot Bima tahun anggaran 2018 sampai dengan 2022.

Baca juga: Mantan Wali Kota Bima tepis dakwaan belikan istri mobil dari uang proyek

Dengan uraian pertimbangan tersebut, hakim menjatuhkan pidana dengan menyatakan perbuatan terdakwa telah terbukti melanggar dakwaan kesatu penuntut umum.

Dalam dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 12 huruf i jo Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Diuraikan tentang Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua penuntut umum ini berkaitan dengan perbuatan terdakwa yang turut serta dan/atau menerima gratifikasi dalam jabatan Muhammad Lutfi sebagai Wali Kota Bima sejumlah Rp1,95 miliar.

Baca juga: Pendapatan terdakwa Lutfi saat jabat Wali Kota Bima capai Rp4,2 miliar

Putusan hakim ini lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang sebelumnya meminta hakim menjatuhkan pidana selama 9,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti.

Jaksa juga meminta hakim agar membebankan terdakwa membayar uang pengganti kerugian keuangan negara senilai Rp1,92 miliar subsider satu tahun kurungan pengganti.

Jaksa menyampaikan tuntutan dengan menyatakan terdakwa telah terbukti melakukan pemufakatan jahat dan menerima gratifikasi dalam pengadaan barang dan jasa di lingkup kerja Pemerintah Kota Bima periode 2018 sampai dengan 2022.

Dengan menyatakan hal demikian, jaksa meminta agar hakim menghukum terdakwa dengan menerapkan dakwaan kumulatif, yakni Pasal 12 huruf i dan Pasal 12B juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Usai mendengarkan majelis hakim membacakan putusan, terdakwa maupun jaksa penuntut umum belum menentukan sikap atas putusan tersebut dengan menyatakan masih "pikir-pikir".

 
Baca juga: KPK hadirkan lima saksi pada sidang korupsi mantan Wali Kota Bima