Mataram (ANTARA) - Kejaksaan memeriksa Mawardi Khairi (MK), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gili Trawangan, Meno, dan Air (Tramena) terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan aset Pemprov NTB berupa lahan eks PT Gili Trawangan Indah seluas 65 hektare di kawasan wisata Gili Trawangan, Lombok Utara.
Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Senin, membenarkan adanya pemeriksaan Kepala UPTD Gili Tramena tersebut.
"Inisial yang dimintai keterangan hari ini terkait kasus GTI, MK, Kepala UPTD Gili Tramena," kata Efrien.
Dari informasi penyidik, jelas dia, MK tidak lama menjalani pemeriksaan. Dia hadir seorang diri dengan berpakaian dinas aparatur sipil negara (ASN) sekitar pukul 09.30 Wita.
"Pagi tadi langsung menghadap ke penyidik Kejati NTB," ujarnya.
Baca juga: Kejati NTB berencana kembalikan persoalan lahan eks pengelolaan GTI ke pemda
Namun demikian, pemeriksaan itu hanya berlangsung sebentar karena MK tidak membawa dokumen yang berkaitan dengan lahan eks PT GTI.
"Karena tidak bawa dokumen, sehingga dijadwalkan kembali pemeriksaan pada Rabu (2/10) besok," ucap dia.
Mawardi yang dikonfirmasi melalui kontak telepon perihal pemeriksaan dirinya di Kejati NTB belum memberikan tanggapan.
Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati sebelumnya menyampaikan bahwa penanganan kasus dugaan korupsi pengelolaan aset pemprov di Gili Trawangan tersebut telah naik penyidikan.
Baca juga: Kejati NTB serahkan kasus dugaan pungli sewa lahan GTI ke kepolisian
Indikasi pidana korupsi dalam kasus ini muncul dalam pengelolaan tahun 2021 hingga 2024, terhitung sejak pemutusan kontrak kerja sama antara Pemprov NTB dengan pihak pengelola sebelumnya, yakni PT GTI.
Dalam proses penyidikan, Kejati NTB turut menelusuri kerugian keuangan negara dengan menggandeng Inspektorat NTB.
Pemprov NTB usai memutus kontrak kerja sama pengelolaan aset seluas 65 hektare tersebut, membuka peluang kerja sama dengan para pihak pengusaha yang sudah lama menjalankan bisnis di lahan eks PT GTI.
Dalam kerja sama tersebut, Pemprov NTB akan memberikan penguasaan lahan berupa Hak Guna Bangunan (HGB) dengan mewajibkan kepada pihak pengelola membayar uang sewa per tahun sesuai luas lahan.
Baca juga: Kejati NTB menggandeng BPKP audit kerugian perkara korupsi aset Trawangan