DPRD NTB soroti rendahnya realisasi belanja APBD 2025

id NTB,DPRD NTB,Realisasi Belanja Daerah NTB,APBD NTB 2025

DPRD NTB soroti rendahnya realisasi belanja APBD 2025

Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). ANTARA/Nur Imansyah.

Mataram (ANTARA) - Badan Anggaran DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat menyoroti rendahnya realisasi belanja daerah yang hanya mencapai 28,99 persen, masih jauh di bawah target ideal sebesar 50 persen.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi NTB Suharto di Mataram, Kamis, mengatakan laporan realisasi APBD sebanyak 55 halaman yang diterima Banggar telah dianalisis secara mendalam.

"Kami memberikan kritik yang berbasis data sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara, dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020," ujarnya.

Ia mengatakan dari data yang dilaporkan menunjukkan adanya ketidakselarasan antara pendapatan dan belanja daerah. Realisasi pendapatan daerah mencapai 48,31 persen dari target Rp16,184 triliun, sementara realisasi belanja daerah hanya 28,99 persen dari target Rp21,826 triliun.

Suharto menegaskan realisasi belanja yang jauh lebih rendah ini berpotensi menyebabkan sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) yang tinggi, yang menunjukkan instrumen fiskal APBD tidak efektif.

"Ini menandakan adanya kelemahan dalam manajemen kas daerah," tegasnya.

Baca juga: Realisasi anggaran belanja Pemprov NTB sekitar 35 persen

Salah satu poin kritik utama adalah realisasi belanja modal yang sangat rendah, yakni hanya 6,64 persen atau sekitar Rp37,9 miliar dari total anggaran Rp571 miliar.

Menurutnya, rendahnya penyerapan ini mengindikasikan potensi penundaan proyek infrastruktur dan lemahnya kualitas pelayanan publik di sektor fisik.

"Kami menduga ada indikasi masalah dalam perencanaan, lelang, tender, dan penyerapan fisik di lapangan. Keterlambatan ini akan mengurangi multiplier effect bagi ekonomi daerah," ucap Suharto.

Untuk itu, politisi dari Dapil Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara ini menekankan pemerintah daerah untuk memprioritaskan belanja modal pada sektor pelayanan dasar, seperti jalan, kesehatan, dan pendidikan, sesuai Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 Pasal 190.

Baca juga: Belanja negara di NTB capai Rp7,99 triliun pada April 2025

Selain itu, ia juga menyoroti dominasi belanja operasional yang mencapai 96 persen dari total realisasi belanja, dengan alokasi sebesar Rp6,089 triliun. Belanja ini didominasi gaji pegawai serta belanja barang dan jasa rutin.

"Struktur APBD kita kurang produktif karena banyak dihabiskan untuk belanja rutin daripada pembangunan. Hal ini tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menekankan efektivitas pelayanan publik," tegas Suharto.

Banggar juga mencatat minimnya realisasi belanja tidak terduga (BTT) yang hanya 0,12 persen atau Rp207 juta dari total anggaran Rp161 miliar. Padahal, NTB merupakan daerah yang rawan bencana.

"Alokasi BTT tidak efektif karena tidak disertai mekanisme eksekusi yang cepat sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 Pasal 62," terangnya.

Suharto menyimpulkan jika pola ini terus berlanjut, APBD NTB 2025 berpotensi tidak efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Banggar merekomendasikan percepatan tender dini, reformasi struktur belanja, optimalisasi PAD, manajemen kas modern, dan perbaikan mekanisme BTT untuk mengatasi permasalahan ini," katanya.

Baca juga: Pelaku pariwisata di NTB diminta tak bergantung belanja pemerintah
Baca juga: Pemprov NTB gencarkan pasar murah dongkrak belanja masyarakat
Baca juga: Legislator soroti kelebihan belanja di RSUD NTB
Baca juga: Belanja tak terduga di Lombok Tengah 2025 dianggarkan Rp13,7 miliar

Pewarta :
Editor: Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.