Lombok di persimpangan: Antara prestasi dan konsistensi

id Pulau Terbaik di Asia 2025,lombok,ntb,pujian,penghargaan,tanggung jawab Oleh Abdul Hakim

Lombok di persimpangan: Antara prestasi dan konsistensi

Sejumlah wisatawan asing menikmati suasana pantai Kuta, KEK Mandalika di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, NTB, Kamis (16/10/2025). Pulau Lombok Provinsi NTB berhasil meraih peringkat kedua sebagai Pulau Terbaik di Asia dalam ajang bergengsi Readers' Choice Awards 2025 yang diselenggarakan oleh majalah perjalanan terkemuka Condé Nast Traveller berdasarkan penilaian pembaca dimana Lombok mampu memberikan pengalaman berlibur yang lebih autentik, berkesan dan berkualitas dengan skor 94,86 poin. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/bar)

Mataram (ANTARA) - Pagi itu, angin laut di Pantai Kuta, Lombok Tengah, membawa aroma optimisme. Wisatawan asing menjejak pasir putih, menatap laut biru dan latar Gunung Rinjani nun di kejauhan.

Saat itu mungkin mereka belum tahu bahwa Lombok baru saja dinilai berada di peringkat kedua sebagai Pulau Terbaik di Asia 2025 oleh ajang bergengsi CondéNastTraveller melalui Readers’ Choice Awards dengan skor 94,86 poin, jauh melompat dari posisi ke-­10 pada 2024 yang masih di angka 90,41 poin.

Kabar ini tentu saja bukan sekadar angka. Ia menjadi sinyal bahwa Lombok kini diakui secara internasional bukan cuma sebagai tujuan “indah” tapi sebagai destinasi yang mampu memberi pengalaman otentik, bermakna dan berkelas dunia.

Momen seperti ini penting untuk ditelaah lebih dalam: Bagaimana sebuah pulau yang dikenal dengan julukan “Seribu Masjid” mampu naik kasta di panggung pariwisata dunia? Kenaikan peringkat tentu bukan sekadar hasil kebetulan, melainkan buah dari kerja kolektif yang patut diapresiasi.

Namun, di balik capaian itu, ada tanggung jawab besar, yakni mempertahankan momentum agar tidak berhenti sebagai kebanggaan sesaat, melainkan menjadi fondasi bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.

Sebagaimana lazimnya setiap capaian, pujian selalu membawa tanggung jawab lanjutan, yakni menjaga dan membenahi berbagai aspek agar sorotan positif itu tetap bermakna dan terus berdampak.

Pertama yang perlu diperhatikan adalah pengalaman wisatawan dan kualitas layanan. Kenaikan peringkat ini tidak lepas dari sentimen positif para pengunjung yang menilai keaslian budaya, kehangatan keramahan lokal, keberlanjutan lingkungan, serta kenyamanan akses menuju destinasi.

Namun, di balik pujian tersebut tersembunyi tantangan nyata. Infrastruktur jalan, transportasi antarpulau, konektivitas penerbangan, serta kualitas akomodasi di luar “zona unggulan” seperti KEK Mandalika masih menyisakan celah.

Kedua, keberlanjutan dan pelibatan masyarakat lokal. Penghargaan ini memancing peluang investasi besar, namun apakah hal itu akan diikuti dengan kelestarian budaya, ekologi dan manfaat langsung bagi masyarakat setempat? Pemerintah sudah menegaskan bahwa pencapaian ini bukan alasan berpuas diri, tetapi untuk terus berbenah.

Ketiga, pemerataan destinasi. Fokus sering tertuju ke Mandalika, giligili dan pantai populer. Padahal pulau ini terdiri dari banyak sudut yang belum tergarap dengan optimal. Upaya mengembangkan pulaupulau kecil di Lombok Barat, misalnya, menunjukkan kesadaran akan potensi yang belum tergali.

Seluruh sorotan ini menunjuk ke satu kesimpulan bahwa ranking tinggi itu hakiki nilainya ketika diikuti dengan aksi nyata menjaga standar, memperluas manfaat dan meminimalkan risiko “wisata masal yang tak terkendali”.

Kesiapan daerah

Kesiapan daerah meliputi aspek kebijakan, investasi, sumber daya manusia dan tata kelola. Gubernur NTB LaluMuhamadIqbal telah menetapkan pariwisata sebagai prioritas dalam RPJMD-2025-2029 dan mendorong peningkatan kontribusi sektor ini.

Infrastruktur yang memadai, seperti Bandara Internasional Lombok, sirkuit internasional Mandalika, serta jalur laut cepat, menjadi modal kuat bagi daerah ini.

Kepala daerah entitas kabupaten dan kota pun memegang peran krusial dalam memastikan akomodasi yang memadai, layanan pariwisata yang profesional, kebersihan lingkungan yang terjaga, serta pelestarian budaya lokal. Sebagai contoh konkret, Lombok Barat memetakan wisata pulaupulau kecil sebagai pintu masuk baru untuk menarik wisatawan.

Kolaborasi antar-pemangku kepentingan perlu diperkuat dan dijalankan lebih intens, melibatkan pemerintah provinsi, kabupaten/kota, pelaku industri pariwisata, masyarakat adat, serta kalangan investor. Skor tinggi saja tidak akan berarti banyak jika kualitas layanan menurun atau komunitas lokal justru merasa terpinggirkan.

Kepemimpinan harus mampu mengarahkan pada sistematisasi pengembangan destinasi, yang mencakup penyusunan rencana induk kawasan, penetapan regulasi zonasi wisata, penerapan standar layanan, serta penegakan aturan lingkungan.

Kebijakan yang bersifat reaktif semata tidak akan cukup. Dibutuhkan langkah-langkah proaktif yang mampu memastikan Lombok tetap relevan dan unggul di tengah persaingan destinasi wisata dunia.

Menjaga daya tarik

Menjadi nomor dua di Asia adalah sebuah prestasi yang membanggakan, namun mempertahankannya jauh lebih menantang dan bermakna. Keberhasilan itu tidak boleh berhenti sebagai angka di peringkat, melainkan harus diterjemahkan menjadi strategi nyata yang menjaga kualitas sekaligus memperluas dampak positif bagi masyarakat.

Langkah pertama adalah melakukan paketisasi pengalaman unik dengan menggabungkan potensi alam, budaya, olahraga, dan keterlibatan komunitas lokal. Konsep sport tourism seperti paralayang di Bukit Lancing, misalnya, dapat menjadi daya tarik tambahan yang memperkaya pengalaman wisatawan.

Selanjutnya, pengembangan destinasi baru perlu digencarkan agar pariwisata tidak hanya terpusat di satu kawasan. Lombok Utara, Timur, dan Barat menyimpan potensi besar yang bisa diangkat menjadi magnet wisata baru, sekaligus memperluas pemerataan ekonomi daerah.

Standar layanan dan infrastruktur juga harus ditingkatkan. Akses menuju bandara, transportasi laut, dan jalan antar-kabupaten perlu diperkuat, disertai peningkatan fasilitas akomodasi agar wisatawan merasakan kenyamanan maksimal selama berkunjung.

Di sisi lain, keberlanjutan lingkungan dan pelestarian budaya lokal wajib menjadi fondasi utama pembangunan pariwisata. Pertumbuhan ekonomi tidak boleh dibayar dengan kerusakan ekosistem atau hilangnya identitas budaya. Karena itu, regulasi yang berpihak pada komunitas lokal dan pelestarian lingkungan harus ditegakkan secara konsisten.

Pemberdayaan masyarakat lokal menjadi langkah strategis berikutnya. Masyarakat harus dilibatkan secara aktif dalam rantai bisnis pariwisata mulai dari homestay, kuliner, hingga kerajinan tangan. Hal itu dilakukan agar manfaat ekonomi dapat dirasakan secara luas dan berkelanjutan.

Terakhir, promosi yang cerdas di pasar global perlu digalakkan dengan menonjolkan karakter autentik Lombok sebagai “Destinasi Dunia dengan Hati Nusantara.” Dengan kombinasi langkah tersebut, pariwisata Lombok bukan hanya bertahan di puncak, tetapi juga tumbuh sebagai contoh kemajuan yang berakar pada nilai, kearifan, dan keberlanjutan.

Refleksi

Penghargaan “Pulau Terbaik Kedua di Asia 2025” bukan sekadar titel, melainkan panggilan. Lombok berada di persimpangan antara menjadi destinasi serius kelas dunia atau stagnan sebagai label yang pudar.

Keunggulan sudah tercatat, namun tantangan nyata kini menanti, yakni bagaimana menyatukan pertumbuhan ekonomi, layanan premium, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat lokal dalam satu bingkai yang utuh dan selaras.

Jika kepala daerah, industri, masyarakat dan wisatawan bisa bergerak bersama dengan semangat berkualitas, inklusif, dan berkelanjutan, maka Lombok tidak hanya akan dikenang karena ranking tinggi, tetapi sebagai contoh konkret bagaimana pariwisata menjadi kekuatan pembangunan daerah.

Jika tidak sekarang memperkuat fondasi itu, lalu kapan? Siapa yang akan merasakan dampaknya jika kita menunda? Infrastruktur bukan hanya soal kemewahan, tapi soal keadilan, kesempatan, dan persatuan. Untuk Lombok, akses yang terbuka berarti masa depan yang terbuka pula.



COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.