Balai Arkeologi Maluku mendata sebaran megalitik situs Mamuya

id Balai arkeologi

Balai Arkeologi Maluku mendata sebaran megalitik situs Mamuya

Batu dakon yang berhubungan dengan aspek religi pada masa prasejarah Neolotik ditemukan di Toloa, Pulau Tidore, Provinsi Maluku Utara (Dok. Balai Arkeologi Maluku)

Ambon (ANTARA) - Balai Arkeologi Maluku melakukan pendataan kembali secara lengkap sebaran data megalitik di lokasi situs Mamuya di Desa Mamuya Kecamatan Galela Kabupaten Halmahera Utara.

Peneliti Balai Arkeologi (Balar) Maluku Marlyn Salhuteru di Ambon, Selasa, mengatakan penelitian Megalitik di Pulau Halmahera tahun 2019 memasuki tahun kedua, setelah penelitian pertama yang dilaksanakan tahun 2018.

"Penelitian ini bertolak dari hasil penelitian tahun 2018, yakni ditemukannya sebuah situs dengan indikasi megalitik yakni situs Mamuya, " katanya.

Dikatakannya penelitian megalitik di Pulau Halmahera tahap dua menerapkan metode survei, ekskavasi dan wawancara.

Metode survei dilakukukan untuk mendata kembali dengan lebih lengkap sebaran data megalitik di lokasi situs Mamuya.

Metode ekskavasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran vertikal keberadaan data arkeologi khususnya data megalitik di bawah permukaan tanah.

Sedangkan metode wawancara dilaksanakan pada masyarakat yang masih aktif melaksanakan aktivitas pertanian di Kabupaten Halmahera Barat. Fokus wawancara untuk memperoleh gambaran mengenai aktivitas religi yang berkaitan dengan pertanian.

Data wawancara kata Marlyn, memberikan informasi data etnografi Halmahera. Keseluruhan data yang telah dihimpun dipergunakan untuk menyususn interpretasi dalam menjawab permasalahan penelitian yakni pertanggalan situs serta hubungan situs dengan situs megalitik di daerah lain di Indonesia maupun di Asia Tenggara.

Survei yang dilakukan, pihaknya telah mendata dan mendokumentasikan sejumlah 46 buah batu berlubang, empat buah di antaranya batu berlubang dan bergores dan lima buah batu di antaranya batu dengan bekas pengerjaan.

Selain itu juga ditemukan juga konsentrasi tembikar dan keramik asing dalam bentuk fragmentaris, serta temuan berupa cangkang kerang.

Proses penggalian arkeologi atau ekskavasi dilakukan pada satu kotak uji dengan nama TP 1 berukuran 1 x 1 meter.

Penggalian dilakukan dengan system spit, 1 spit sedalam 20 cm, penggalian dilakukan sedalam 1,60 meter.

Hasil ekskavasi memperlihatkan temuan berupa fragmen tembikar, logam, arang dan cangkang kerang tridacna. Dinding kotak TP 1 menunjukkan stratigrafi lapisan tanah yakni sebanyak tiga layer lapisan tanah yang menunjukan tiga layer lapisan budaya.

"Lapisan atau stratigrafi tersebut adalah lapisan humus, lapisan tanah lempung, dan endapan debu vulkanik, " ujarnya.

Ia menambahkan, proses wawancara dengan sejumlah narasumber untuk mengetahui fungsi dari alat-alat berupa batu berlubang, batu bergores dan batu dengan bekas pengerjaan, tetapi tidak memperoleh informasi apapun terkait fungsi alat tersebut.

Sebagai solusi, tim melakukan analisis komparatif atau analaisis perbandingan dengan temuan yang sama yang ditemukan di situs megalitik di Provinsi Sulawesi Selatan.

Fungsi batu berlubang dengan posisi lubang yang berpola berfungsi sebagai kalender ataupun permainan dakon, sedangkan batu berlubang dengan posisi lubang yang tidak berpola atau tidak beraturan berfungsi sebagai alat untuk memecahkan buah yang keras kemungkinan buah kenari.