Mataram, (Antara NTB)- Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat melibatkan tokoh agama di daerah itu untuk menyosialisasikan tentang pendewasaan usia perkawinan.
"Tokoh agama ini memikili peran yang sangat strategis untuk mendukung pendewasaan usia perkawinan (PUP) kepada masyarakat," kata Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Mataram Sutrisno di Mataram, Kamis.
Dikatakan, PUP adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi laki-laki.
"Pada usia tersebut baik anak perempuan maupun laki-laki sudah dinilai cukup dewasa untuk membina sebuah keluarga dan menciptakan generasi penerus bangsa yang cerdas," katanya.
Oleh karena itu, dalam melibatkan tokoh agama untuk mendukung program pemerintah itu, para tokoh agama diberikan pembekalan dan pengetahuan tentang dampak yang ditimbulkan jika terjadi perkawinan dini.
Ia mengatakan, pernikahan dini atau tidak direncanakan memiliki berbagai risiko. Seperti risiko ekonomi, kesehatan bahkan perceraian yang sudah banyak terbukti.
Menurut dia, risiko yang dapat dialami dari sudut pandang kesehatan antara lain, kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal sehingga dapat mengakibatkan risiko kesakitan dan kematian pada saat persalinan.
"Jadi kemungkinan timbulnya risiko kematian ibu dan anak sangat tinggi. Selain itu, anak yang dilahirkan juga bisa cacat atau pertumbuhan otak kurang maksimal," ujarnya.
Belum lagi dari sisi ekonomi, karena biasanya pasangan perkawinan dini belum siap secara ekonomi, karena mereka menikah sebelum memiliki pekerjaan atau bahkan sebelum selesai wajib belajar 12 tahun sehingga tidak memiliki pekerjaan.
"Dengan demikian, perkawinan dini ini bisa berdampak juga pada peningkatan angka kemiskinan di Kota Mataram," katanya.
Terkait dengan itu, Sutrisno berharap para tokoh agama bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat yang ada disekitarnya agar dapat mengikuti program PUP.
"Sebelum menikah hendaknya para remaja menyelesaikan dulu pendidikan 12 tahun, jika mampu melanjutkan ke perguruan tinggi atau memiliki pekerjaan," katanya.
Lebih jauh Sutrisno menyebutkan selain melibatkan, tokoh agama, dalam sosialisasi PUP pihaknya juga melibatkan tokoh masyarakat, orang tua dan para kader yang tersebar pada enam kecamatan di daerah ini.
"Bahkan pada setiap kesempatan, kami selalu mengingatkan masyarakat agar dapat menyosialisasikan PUP terutama kepada anak dan keluarga terdekat," katanya.
Dengan upaya-upaya tersebut, usia perkawinan di Kota Mataram sudah mulai terlihat semakin meningkat. Jika dibandingkan dengan daerah lain usia pernikahan dini di Mataram relatif lebih kecil dibandingkan beberapa daerah di NTB.
"Data persisnya ada di Kantor Kementerian Agama selaku pencatat peristiwa perkawinan," katanya. (*)