Mataram (ANTARA) - Perkara korupsi pengadaan alat bantu belajar mengajar (ABBM) pada Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Mataram, Nusa Tenggara Barat, masuk dalam agenda persidangan pada Pengadilan Negeri Mataram.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo di Mataram, Jumat, mengatakan ada dua terdakwa dari perkara tersebut yang masuk dalam agenda persidangan.
"Itu atas nama Zainal Fikri dan Awan Dramawan. Perkaranya didaftarkan Kamis (23/11) ," kata Kelik.
Untuk terdakwa Zainal Fikri terdaftar dengan perkara nomor 33/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr. Sedangkan, untuk nomor perkara Awan Dramawan, 32/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr.
"Dari hasil penetapan ketua pengadilan, sidang perdana kedua terdakwa diagendakan Kamis, 7 Desember 2023," ujarnya.
Selain menetapkan agenda sidang, lanjut dia, Ketua Pengadilan Negeri Mataram telah menunjuk hakim yang akan menyidangkan kedua perkara tersebut.
"Untuk kedua terdakwa majelisnya sama. Ketuanya Isrin Surya Kurniasih, dengan anggota hakim karir Lalu Moh. Sandi Iramaya Irawan Ismail dari hakim Adhoc," ucap dia.
Dalam perkara yang berasal dari hasil penyidikan Polda NTB tersebut, Awan Dramawan tercatat sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dan Zainal Fikri sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek.
Saat proyek tersebut bergulir pada tahun anggaran 2017, terungkap dalam struktur kepengurusan Poltekkes Mataram, Awan Dramawan menduduki jabatan Direktur Poltekkes Mataram dan Zainal Fikri sebagai Ketua Jurusan (Kajur) Keperawatan pada Poltekkes Mataram.
Dalam perkara ini penyidik kepolisian telah mendapatkan nilai kerugian negara Rp3,2 miliar. Angka tersebut muncul berdasarkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Pengadaan ABBM yang bersumber dari APBN ini disalurkan melalui Kementerian Kesehatan RI dengan anggaran Rp19 miliar.
Pembelian barang ABBM dilakukan melalui e-katalog. Namun, ada yang secara langsung melalui sistem tender dengan pemenang tujuh perusahaan penyedia yang melibatkan 11 distributor.
Salah satu item yang dibeli adalah boneka manekin. Alat tersebut untuk menunjang praktik di jurusan perawat, bidan, gizi, dan analis kesehatan.
Namun, barang yang bersumber dari pengadaan tersebut diduga sebagian tidak bisa dimanfaatkan sehingga berstatus mangkrak. Alasan pihak kampus tidak bisa menggunakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan kurikulum belajar.
Dari kasus ini sebelumnya muncul temuan dari Inspektorat Jenderal Kemenkes RI senilai Rp4 miliar. Angka tersebut masih bersifat umum karena tidak hanya muncul dari Poltekkes Mataram, tetapi ada dari Poltekkes Banda Aceh dan Tasikmalaya, Jawa Barat.
Penyidik pernah meminta salinan dari temuan Itjen Kemenkes RI untuk kebutuhan audit kerugian negara. Namun, Itjen menolak permintaan tersebut sehingga penyidik menelusuri kerugian dengan menggandeng BPKP.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo di Mataram, Jumat, mengatakan ada dua terdakwa dari perkara tersebut yang masuk dalam agenda persidangan.
"Itu atas nama Zainal Fikri dan Awan Dramawan. Perkaranya didaftarkan Kamis (23/11) ," kata Kelik.
Untuk terdakwa Zainal Fikri terdaftar dengan perkara nomor 33/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr. Sedangkan, untuk nomor perkara Awan Dramawan, 32/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr.
"Dari hasil penetapan ketua pengadilan, sidang perdana kedua terdakwa diagendakan Kamis, 7 Desember 2023," ujarnya.
Selain menetapkan agenda sidang, lanjut dia, Ketua Pengadilan Negeri Mataram telah menunjuk hakim yang akan menyidangkan kedua perkara tersebut.
"Untuk kedua terdakwa majelisnya sama. Ketuanya Isrin Surya Kurniasih, dengan anggota hakim karir Lalu Moh. Sandi Iramaya Irawan Ismail dari hakim Adhoc," ucap dia.
Dalam perkara yang berasal dari hasil penyidikan Polda NTB tersebut, Awan Dramawan tercatat sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dan Zainal Fikri sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek.
Saat proyek tersebut bergulir pada tahun anggaran 2017, terungkap dalam struktur kepengurusan Poltekkes Mataram, Awan Dramawan menduduki jabatan Direktur Poltekkes Mataram dan Zainal Fikri sebagai Ketua Jurusan (Kajur) Keperawatan pada Poltekkes Mataram.
Dalam perkara ini penyidik kepolisian telah mendapatkan nilai kerugian negara Rp3,2 miliar. Angka tersebut muncul berdasarkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Pengadaan ABBM yang bersumber dari APBN ini disalurkan melalui Kementerian Kesehatan RI dengan anggaran Rp19 miliar.
Pembelian barang ABBM dilakukan melalui e-katalog. Namun, ada yang secara langsung melalui sistem tender dengan pemenang tujuh perusahaan penyedia yang melibatkan 11 distributor.
Salah satu item yang dibeli adalah boneka manekin. Alat tersebut untuk menunjang praktik di jurusan perawat, bidan, gizi, dan analis kesehatan.
Namun, barang yang bersumber dari pengadaan tersebut diduga sebagian tidak bisa dimanfaatkan sehingga berstatus mangkrak. Alasan pihak kampus tidak bisa menggunakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan kurikulum belajar.
Dari kasus ini sebelumnya muncul temuan dari Inspektorat Jenderal Kemenkes RI senilai Rp4 miliar. Angka tersebut masih bersifat umum karena tidak hanya muncul dari Poltekkes Mataram, tetapi ada dari Poltekkes Banda Aceh dan Tasikmalaya, Jawa Barat.
Penyidik pernah meminta salinan dari temuan Itjen Kemenkes RI untuk kebutuhan audit kerugian negara. Namun, Itjen menolak permintaan tersebut sehingga penyidik menelusuri kerugian dengan menggandeng BPKP.