Mataram (ANTARA) - Pemerintah Nusa Tenggara Barat (NTB) mengimbau warga untuk tidak tergiur dan terobsesi dengan berbagai iklan rokok nasional karena bisa berdampak terhadap industri rokok lokal di Pulau Lombok.
Sekretaris Daerah NTB Lalu Gita Ariadi mengatakan konsumsi sigaret keretek mesin menyumbang inflasi bulanan bagi Nusa Tenggara Barat sebesar 0,02 persen pada Juli 2024.
"Masyarakat kita kurang rokok murah produk lokal. Kalau tukang becak di Jawa, mereka tetap merokok tetapi punya Retjo Pentung, produk-produk lokal yang sesuai dengan kebutuhan," ujarnya di Mataram, Jumat.
Baca juga: Realisasi penerimaan pabean dan cukai di NTB mencapai Rp2,35 triliun
Gita mengindikasi andil rokok dalam tingkat inflasi di Nusa Tenggara Barat akibat penduduk yang lebih memilih rokok putih dari luar daerah.
Menurut dia, bila harga rokok tinggi dan masyarakat cenderung mengonsumsi produk rokok dari Lombok, maka inflasi NTB tidak akan terlalu tinggi.
"Kami terus tingkatkan aglomerasi pabrik hasil tembakau, sehingga industri rokok legal di masyarakat semakin berkembang," kata Gita.
Baca juga: Bea Cukai mengedukasi warga Lombok Utara cegah rokok ilegal
Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu daerah penghasil daun tembakau di Indonesia. Pabrik sigaret keretek tangan bertebaran di wilayah tersebut, terutama Pulau Lombok.
Badan Pusat Statistik menyebutkan Nusa Tenggara Barat memproduksi sebanyak 60 ribu ton tembakau pada tahun 2023.
Hingga semester I 2024, Kantor Bea Cukai Mataram mencatat ada sebanyak 121 pabrik hasil tembakau yang memiliki nomor pengusaha barang kena cukai atau NPPBKC aktif di Pulau Lombok.
Baca juga: Bea Cukai tindak 8 juta batang rokok ilegal di Pulau Lombok NTB
Sekretaris Daerah NTB Lalu Gita Ariadi mengatakan konsumsi sigaret keretek mesin menyumbang inflasi bulanan bagi Nusa Tenggara Barat sebesar 0,02 persen pada Juli 2024.
"Masyarakat kita kurang rokok murah produk lokal. Kalau tukang becak di Jawa, mereka tetap merokok tetapi punya Retjo Pentung, produk-produk lokal yang sesuai dengan kebutuhan," ujarnya di Mataram, Jumat.
Baca juga: Realisasi penerimaan pabean dan cukai di NTB mencapai Rp2,35 triliun
Gita mengindikasi andil rokok dalam tingkat inflasi di Nusa Tenggara Barat akibat penduduk yang lebih memilih rokok putih dari luar daerah.
Menurut dia, bila harga rokok tinggi dan masyarakat cenderung mengonsumsi produk rokok dari Lombok, maka inflasi NTB tidak akan terlalu tinggi.
"Kami terus tingkatkan aglomerasi pabrik hasil tembakau, sehingga industri rokok legal di masyarakat semakin berkembang," kata Gita.
Baca juga: Bea Cukai mengedukasi warga Lombok Utara cegah rokok ilegal
Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu daerah penghasil daun tembakau di Indonesia. Pabrik sigaret keretek tangan bertebaran di wilayah tersebut, terutama Pulau Lombok.
Badan Pusat Statistik menyebutkan Nusa Tenggara Barat memproduksi sebanyak 60 ribu ton tembakau pada tahun 2023.
Hingga semester I 2024, Kantor Bea Cukai Mataram mencatat ada sebanyak 121 pabrik hasil tembakau yang memiliki nomor pengusaha barang kena cukai atau NPPBKC aktif di Pulau Lombok.
Baca juga: Bea Cukai tindak 8 juta batang rokok ilegal di Pulau Lombok NTB