Mataram (ANTARA) - Penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) memanggil 11 saksi kasus dugaan korupsi aset Pemerintah Kabupaten Lombok Barat berupa lahan yang menjadi lokasi pembangunan pusat perbelanjaan, yakni Lombok City Center (LCC).
"Ada 11 orang (saksi) yang dipanggil hari ini untuk dimintai keterangan terkait penyidikan kasus LCC," kata Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Senin.
Dari 11 saksi yang dipanggil, dia mengaku belum mendapatkan informasi lebih lanjut perihal siapa saja yang hadir ke hadapan penyidik.
Begitu juga dengan agenda pemeriksaan, Efrien menyatakan bahwa dirinya masih menunggu informasi tersebut dari penyidik.
"Belum dijawab (penyidik) siapa saja yang hadir dan apa saja agenda pemeriksaannya," ujar dia.
Kejati NTB mengumumkan penanganan kasus dugaan korupsi aset ini masuk tahap penyidikan pada pertengahan Agustus 2024.
Baca juga: Kejati NTB menahan tersangka baru kasus pengelolaan LCC Lombok Barat
Efrien sebelumnya menyampaikan penyidikan ini merupakan hasil gelar perkara penyidik dengan auditor yang telah menemukan potensi kerugian keuangan negara.
Tindak lanjut hasil gelar, penyidik kini berkoordinasi dengan auditor untuk memenuhi kebutuhan audit penghitungan kerugian keuangan negara.
Lembaga auditor yang membantu penyidik dalam penghitungan kerugian keuangan negara ini dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Nusa Tenggara Barat.
Dalam proses penyelidikan, kejaksaan telah memintai keterangan sejumlah mantan pejabat yang mengetahui kontrak kerja sama dalam pengelolaan aset milik Pemerintah Kabupaten Lombok Barat tersebut.
Para pihak yang pernah hadir ke hadapan jaksa antara lain mantan Bupati Lombok Barat Zaini Arony dan mantan Kepala BPKAD Lombok Barat Burhanuddin.
Baca juga: Kejaksaan kantongi tersangka dugaan korupsi pembangunan Mall Lombok City Center
Permintaan keterangan terhadap dua mantan pejabat tersebut berlangsung pada medio November 2023. Zaini mengaku menyayangkan nasib dari aset yang kini terbengkalai tersebut.
Dengan adanya perkara ini, Zaini berharap lahan yang di atasnya terdapat bangunan bekas pusat perbelanjaan megah tersebut dapat kembali dimanfaatkan dan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah.
Perkara aset LCC ini sebelumnya pernah maju sampai ke meja persidangan berdasarkan hasil penyidikan Kejati NTB. Dalam perkara tersebut ada dua pejabat dari Perusahaan Umum Daerah (Perusda) Lombok Barat, yakni PT Patut Patuh Patju (Tripat) terseret pidana.
Keduanya adalah mantan Direktur PT Tripat Lalu Azril Sopandi dan mantan Manajer Keuangan PT Tripat Abdurrazak.
Berdasarkan vonis pidana yang dijatuhkan, keduanya dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama hingga menimbulkan kerugian negara.
Dalam pertimbangan putusan, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram menguraikan proses penyertaan modal dan ganti gedung yang dibangun pada tahun 2014.
Saat Azril Sopandi masih menduduki jabatan Direktur PT Tripat, perusda tersebut mendapat penyertaan modal dari Pemerintah Daerah Lombok Barat berupa lahan strategis di Jalan Raya Mataram-Sikur, Desa Gerimak, Kecamatan Narmada seluas 8,4 hektare.
Lahan itu kemudian menjadi modal PT Tripat untuk membangun kerja sama dalam pengelolaan LCC dalam hal ini pihak swasta dari PT Bliss, anak perusahaan dari Lippo Group.
Lahan seluas 4,8 hektare dari total 8,4 hektare, kemudian dijadikan agunan oleh PT Bliss ke PT Bank Sinarmas. Dari adanya agunan tersebut, PT Bliss pada tahun 2013 mendapat pinjaman Rp264 miliar.
Pelunasan kredit dari pinjaman modal dengan agunan aset milik Pemkab Lombok Barat dikabarkan tidak ada batas waktu pada PT Bank Sinarmas.
Dalam proses perjanjian kerja sama antara PT Tripat dengan PT Bliss, muncul keterlibatan mantan Bupati Lombok Barat Zaini Arony, yang turut serta membubuhkan tanda tangan perjanjian.
"Ada 11 orang (saksi) yang dipanggil hari ini untuk dimintai keterangan terkait penyidikan kasus LCC," kata Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Senin.
Dari 11 saksi yang dipanggil, dia mengaku belum mendapatkan informasi lebih lanjut perihal siapa saja yang hadir ke hadapan penyidik.
Begitu juga dengan agenda pemeriksaan, Efrien menyatakan bahwa dirinya masih menunggu informasi tersebut dari penyidik.
"Belum dijawab (penyidik) siapa saja yang hadir dan apa saja agenda pemeriksaannya," ujar dia.
Kejati NTB mengumumkan penanganan kasus dugaan korupsi aset ini masuk tahap penyidikan pada pertengahan Agustus 2024.
Baca juga: Kejati NTB menahan tersangka baru kasus pengelolaan LCC Lombok Barat
Efrien sebelumnya menyampaikan penyidikan ini merupakan hasil gelar perkara penyidik dengan auditor yang telah menemukan potensi kerugian keuangan negara.
Tindak lanjut hasil gelar, penyidik kini berkoordinasi dengan auditor untuk memenuhi kebutuhan audit penghitungan kerugian keuangan negara.
Lembaga auditor yang membantu penyidik dalam penghitungan kerugian keuangan negara ini dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Nusa Tenggara Barat.
Dalam proses penyelidikan, kejaksaan telah memintai keterangan sejumlah mantan pejabat yang mengetahui kontrak kerja sama dalam pengelolaan aset milik Pemerintah Kabupaten Lombok Barat tersebut.
Para pihak yang pernah hadir ke hadapan jaksa antara lain mantan Bupati Lombok Barat Zaini Arony dan mantan Kepala BPKAD Lombok Barat Burhanuddin.
Baca juga: Kejaksaan kantongi tersangka dugaan korupsi pembangunan Mall Lombok City Center
Permintaan keterangan terhadap dua mantan pejabat tersebut berlangsung pada medio November 2023. Zaini mengaku menyayangkan nasib dari aset yang kini terbengkalai tersebut.
Dengan adanya perkara ini, Zaini berharap lahan yang di atasnya terdapat bangunan bekas pusat perbelanjaan megah tersebut dapat kembali dimanfaatkan dan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah.
Perkara aset LCC ini sebelumnya pernah maju sampai ke meja persidangan berdasarkan hasil penyidikan Kejati NTB. Dalam perkara tersebut ada dua pejabat dari Perusahaan Umum Daerah (Perusda) Lombok Barat, yakni PT Patut Patuh Patju (Tripat) terseret pidana.
Keduanya adalah mantan Direktur PT Tripat Lalu Azril Sopandi dan mantan Manajer Keuangan PT Tripat Abdurrazak.
Berdasarkan vonis pidana yang dijatuhkan, keduanya dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama hingga menimbulkan kerugian negara.
Dalam pertimbangan putusan, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram menguraikan proses penyertaan modal dan ganti gedung yang dibangun pada tahun 2014.
Saat Azril Sopandi masih menduduki jabatan Direktur PT Tripat, perusda tersebut mendapat penyertaan modal dari Pemerintah Daerah Lombok Barat berupa lahan strategis di Jalan Raya Mataram-Sikur, Desa Gerimak, Kecamatan Narmada seluas 8,4 hektare.
Lahan itu kemudian menjadi modal PT Tripat untuk membangun kerja sama dalam pengelolaan LCC dalam hal ini pihak swasta dari PT Bliss, anak perusahaan dari Lippo Group.
Lahan seluas 4,8 hektare dari total 8,4 hektare, kemudian dijadikan agunan oleh PT Bliss ke PT Bank Sinarmas. Dari adanya agunan tersebut, PT Bliss pada tahun 2013 mendapat pinjaman Rp264 miliar.
Pelunasan kredit dari pinjaman modal dengan agunan aset milik Pemkab Lombok Barat dikabarkan tidak ada batas waktu pada PT Bank Sinarmas.
Dalam proses perjanjian kerja sama antara PT Tripat dengan PT Bliss, muncul keterlibatan mantan Bupati Lombok Barat Zaini Arony, yang turut serta membubuhkan tanda tangan perjanjian.